Kolom Asaaro Lahagu: Skenario Akhir Ahok atas Kasusnya




Pada sidang III 27 Desember 2016, eksepsi Ahok ditolak oleh hakim. Itu berarti sidang kasus Ahok dilanjutkan dan Ahok harus menyiapkan diri untuk mengikuti  sidang-sidang berikutnya. Sidang yang dijadwalkan 3 Januari 2017 mendatang, akan masuk ke materi pokok perkara dengan pemeriksaan saksi-saksi.

Hal yang menarik  dari sidang 27 Desember kemarin adalah seia-sekatanya Jaksa dan hakim. Pada putusan sela itu, hakim menolak semua keberatan Ahok dengan jawaban: “Tidak dapat diterima, atau dikesampingkan”.

Jika keberatan sudah menyinggung materi perkara, jawabannya amat mudah: “Itu sudah masuk ke materi pokok dakwaan dan kerena itu akan dibuktikan pada pemeriksaan materi pokok perkara.” Kesimpulannya: Prosedur dakwaan Jaksa sudah benar dan sidang harus dilanjutkan. Jika keberatan, terdakwa dipersilahkan banding. Tookkk…tookkk tookkk, demikian bunyi palu hakim.

Jika putusan sela demikian, maka publik bisa dengan mudah membayangkan putusan vonis akhir atas kasus Ahok itu. Hakim akan membacakan putusan: Ahok terbukti menista agama dan melanggar pasal sekian-sekian. Semua keberatan terdakwa dan pengacaranya tidak dapat diterima dan dikesampingkan. Atas pelanggaran itu, Ahok dipidana dengan hukuman penjara sekian-sekian. Jika terdakwa keberatan akan dipersilahkan banding. Tookk, took took, demikian bunyi palu hakim. Selesai. Hakim Pengadilan tingkat pertama, sama seperti polisi dan Jaksa,  cuci tangan dan tidak mau ambil resiko.

Hal lain yang menarik dari sidang itu adalah penegasan hakim yang menolak anggapan bahwa tersangkanya Ahok itu bukan karena desakan massa (trial by the mob). Mantap. Nenek-nenek di kampung juga paham bahwa kasus itu sampai ke pengadilan karena tekanan massa. Mengapa tidak sekalian dibilang, kasus itu murni 100% penegakan hukum dan 1000 % tidak ada hubungannya dengan Pilgub DKI. Biar masyarakat paham dan diajarkan persen-persenan hehe.

Memang kasus penistaan agama terkait Ahok memunculkan kerumitan sensitifitas tingkat tinggi. Saya yakin, baik semua Jaksa maupun hakim beragama Islam dan bukan Kristen. Rumor sebelumnya bahwa salah seorang jaksa penuntut Ahok adalah Kristen sempat menimbulkan aneka tuduhan. Namun kemudian rumor itu terbantahkan setelah semua jaksa penuntut diketahui beragama Islam.

Publik akhirnya mengetahui dengan jelas bahwa jaksa dan hakim beragama Islam, menuntut dan mengadili Ahok yang double minoritas: Kristen dan Tionghoa dengan kasus penistaan agama Islam. Apakah pengadilan seperti itu bisa fair? Atau unsur subyektivitas tak terhindarkan?

https://www.facebook.com/AhokBTP/videos/1376139342405756/

Secara sederhana publik memahami kasus itu dengan pola pikir sederhana pula. Ada seorang terdakwa beragama non-Islam telah menista agama kita, Islam. Jika anda Jaksa dan hakim, semuanya beragama Islam, apa yang anda lakukan? Kemungkinan anda juga ikut tersinggung. Oleh karena itu anda akan terdorong untuk mencari dalil-dalil hukum untuk menghukumnya. Dalil atau argumen akan dicomot sana-sini termasuk pendapat ahli untuk membenarkan dalil anda. Sementara yang berlawanan akan dikesampingkan.

Jika demikian, publik akan melihat bahwa akan sulit bagi para hakim mengabaikan rasa subyektifitas pribadi untuk mengadili kasus Ahok itu ketimbang murni fakta-fakta hukum. Apalagi adanya tekanan massa, maka keberanian hakim akan tumpul. Dan jika pada akhirnya hakim ternyata mengabaikan rasa subyektifitas itu, saya pantas acungi jempol. Mereka mengukir sejarah. Sejarah kebhinnekaan, sejarah Pancasila dalam bingkai NKRI.

Berangkat dari putusan sela hakim pada sidang III itu, Ahok akhirnya paham kemana akhir dari kasusnya. Saya yakin bahwa Ahok sendiri bersama pengacaranya sudah tahu bahwa dia akan dipenjara atas kasus itu. Ini bukan pembunuhan karakter, atau rasa pesimistis atas pengadilan. Namun itulah arah sejarah yang akan dihadapi Ahok.

Sinyal-sinyal keyakinan Ahok masuk penjara tercermin dari beberapa pernyataannya. “Semua orang bisa memenjarakan saya, tetapi tidak dengan ide-ide saya”. “Pohon lurus selalu diincar orang untuk ditebang”. “Mutiara yang dibuang ke kubangan sekalipun, ia tetaplah mutiara”. “Saya yakin, saya tidak akan bisa kembali menjadi gubernur setelah cuti. Kasus saya akan membutuhkan sidang-sidang yang lama. Saya percaya kemampuan Djarot. Saya yang memilihnya, ia tidak mungkin berkhianat”. “Mari kita berjuang untuk menang satu putaran dan mempermalukan lawan kita”.

Jika ini benar, maka saya teringat bocoran diskusi rahasia para elit PDIP beberapa waktu lalu. Bocoran diskusi itu menyimpulkan bahwa Ahok akan dipenjara setahun. Kalah atau menang di Pilgub, ia akan dipenjara. Namun vonis Ahok akan dilakukan setelah Pilkada. Jadi bukan sebelum Pilkda supaya para pemilih Ahok tidak terpengaruh.

Maka hal yang akan dilakukan oleh PDIP selanjutnya adalah mengusahakan agar Ahok menang satu putaran atau memenangi Pilgub DKI. Jika Ahok-Djarot menang, maka yang menjadi gubernur adalah Djarot. Bahkan setelah cuti, kemungkinan besar Ahok dinonaktifkan oleh Mendagri agar ia fokus pada sidang-sidang kasusnya. Jadi bisa dipastikan pelaksana tugas gubernur adalah Djarot hingga selesai masa jabatan mereka pada bulan Oktober mendatang.

Lalu bagaimana jika Ahok-Djarot kalah pada putaran pertama? Jika terjadi demikian maka PDIP akan mengalihkan dukungan kepada Anis-Sandiaga dan bukan Agus-Sylviana. Yang penting asal bukan Agus. Saya yakin bahwa mulai Januari, para pendukung PDIP akan digerakkan langsung oleh Megawati untuk memenangkan Ahok-Djarot.

Hal yang menarik untuk dicermati adalah keinginan Ahok dan para pendukungnya menang satu putaran. Dari 6 survei terakhir, Ahok menang satu survei yang dilakukan oleh LSI (Lembaga Survei Indonesia) pimpinan Kuskrido Ambardi. Sementara lima hasil survei yang lain, termasuk LSI pimpinan Denny JA, Ahok berada di posisi nomor dua setelah Agus.

Jika dilihat dari hasil survei-survei itu, mustahil Ahok menang satu putaran. Ahok hanya bisa dipastikan maju ke putaran ke dua. Namun, melihat masyarakat Jakarta yang kebanyakan berperilaku silent majority, kemungkinan Ahok menang satu putaran masih sangat besar. Dan, ini jelas masih menakutkan lawan-lawan Ahok. Untuk memilih, jelas masyarakat Jakarta tidak bisa diatur-atur, dipengaruhi atau digurui.

Modal Ahok menang satu putaran memang terlihat cukup kuat. Selain kinerja Ahok-Djarot yang sudah terbukti hebat, masyarakat Jakarta juga ingin menunjukkan kepada dunia bahwa mereka tidak bisa diatur-atur atau diarahkan. Fauzi Bowo telah merasakan bagaimana pahitnya pilihan masyarakat Jakarta itu pada Pilkada 2012. Ia yang digadang-gadang menang satu putaran, malah dipaksa masuk ke putaran ke dua dan akhirnya kalah dari Jokowi-Ahok.

Sampai sekarang dukungan dari berbagai pihak terus mengalir di Rumah Lembang. Dana kampanye juga terlihat dihimpun dari  berbagai lapisan masyarakat. Dan semuanya transparan. Berbeda dengan Sandiaga misalnya, yang menyumbang sendiri dana kampanyenya. Lalu apa skenario akhir Ahok dari kasusnya?

Pertama, Ahok telah siap jika ia akhirnya dipenjara. Ahok paham siapa jaksa, siapa hakim dan massa di belakangnya. Putusan sela hakim menjadi tanda-tanda bagi Ahok arah ke mana kasusnya dibawa. Namun, jika ia bebas, lalu kursi gubernur masih dipercayakan kepadanya, ia akan kembali dengan lebih ganas menghantam para koruptor di DKI.




Ke dua, Ahok telah siap mengalihkan tongkat estafet kepada Djarot sebagai penggantinya. Djarot menjadi harapan Ahok untuk membenahi DKI dan melanjutkan perjuangan untuk menghantam para koruptor.

Ke tiga, Ahok bersama PDIP dan pengacaranya,  terus berjuang untuk menang satu putaran atau dua putaran bila terpaksa. Dengan demikian keinginan Ahok agar Djarot menjadi Gubernur penggantinya terkabulkan. Hal itu juga bisa membungkam lawan-lawan Ahok yang memperkirakan bahwa dia kalah di Pilgub kali ini.

Ke empat, PDIP dan pengacara Ahok mengusakan agar Ahok dipenjara tidak lebih dari satu tahun dan vonisnya sedapat mungkin dilakukan setelah Pilkada, termasuk Pilkada putaran ke dua. Jika vonisnya demikian, maka ada kemungkinan Ahok masih bisa kembali menjadi gubernur.

Ke lima, berserah kepada Tuhan. Hidup, kekuasaan dan segala peristiwa, semuanya di tangan Tuhan. Segala sesuatu yang fana akan berakhir.

Itulah skenario Ahok dari kasusnya sekaligus resolusinya pada tahun 2017 mendatang.  Yang jelas Ahok terus terlihat berjuang keras untuk meraih keadilan. Namun tentu saja hasilnya menjadi urusan yang Di Atas Sana.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.