Kolom Aspipin Sinulingga: PARIWISATA MENTAL BEGAL

Oleh ASPIPIN SINULINGGA (Langkat)

Teringat tagging abang awak Darwis Sinulingga, salah satu tokoh masyarakat Langkat (khususnya kaum jurnalis) terkait wacana mengatur ulang retribusi Pariwisata Langkat (khususnya perparkiran). Otak awak berrefleksi tentang bagaimana ternyata Pariwisata Sumatera Utara bukanlah sebuah industri jasa, yang dikelola oleh pelaku usaha jasa yang menjual kenyamanan dan kepuasan bagi pelanggan.

Wisata Sumut adalah ruang pembegalan. Silahkan beri tahu awak, di mana lokasi wisata yang memberikan anda 100% rasa nyaman sejak pertama anda datang?

Hal pertama yang membuat wisatawan terintimidasi ketika berkunjung ke objek wisata di Sumut tak lain adalah retribusi dan petugasnya. Terlepas apakah petugas itu berseragam (resmi) atau tidak (preman kampung), para petugas retribusi ini sejak wisatawan datang tidak hadir untuk melayani tamu, tapi untuk membegal siapa saja yang melewati wilayah kekuasaannya.

Pun demikian, ketika wisatawan telah tiba di objek wisata yang dituju, mereka akan kembali merasa dirampok oleh para begal pariwisata. Sebab, jangankan tamu, pelaku dan penyedia wisata di Sumut saja tahu segala pelayanan dan fasilitas yang mereka tawarkan tidak layak dihargai sedemikian rupa.

Awak yakin kita pasti sepakat, kopi di Kedai Kopi Pa Geleng di Simpang Sempakata dan kopi di Warkop PMTOH Jl Gajah Mada jauh lebih enak dari secangkir kopi di objek wisata Bukit Indah Simarjarunjung. Juga lebih enak daripada segelas kopi di Objek Wisata Penatapen Kabupaten Karo. Bahkan masih sangat jauh lebih enak dari kopi di Resort Simalem.

Namun, kita semua tahu, anda harus membayar kopi lebih mahal untuk suatu alasan yang tidak membuat anda menikmatinya. Kopi itu lebih mahal karena rasanya yang tidak enak. Disajikan tanpa niat memuaskan pelanggan. Dan, karena itu disajikan di lokasi wisata.

Awak sepakat wisata murah itu utopia sebab wisata harus “mahal” dan harus menguras habis kantong pelancong. Wisata gagal itu adalah wisata yang ketika tamu datang membawa uang Rp 100 ribu, pulangnya masih membawa sisa setengah atau bahkan lebih uang pelesirannya.

Wisata mahal itu bukan soal bandrol harga, tapi soal wisatawan yang dengan gembira tidak mampu menahan uangnya mengucur deras keluar dari kantongnya. Wisata itu soal bagaimana menjual lebih banyak kopi di Penatapen dan Bukit Indah Simarjarunjung dari apa yg mampu Warkop Pa Geleng dan Warkop PMTOH jual, walau dengan harga sedikit lebih mahal dan rasa yang tidak enak.

Maka rahasianya adalah bagaimana pelaku wisata menciptakan kondisi sehingga tamu merasa kopi itu murah dan enak. Bukan dari nominal dan rasanya. Tapi dari perasaan dilayani sebagai raja di tempat yang indah dan menyenangkan hari mereka.

Pariwisata adalah soal bagaimana anda memanipulasi pikiran para tamu, membuat mereka orgasme dan kecanduan untuk membelanjakan uang mereka. Ketika mereka pulang ke kotanya masing-masing, mereka akan menceritakan bahwa uang mereka “dirampok” habis-habisan namun mereka bangga.

Seperti petualangan “Jumanji”, setiap momen menyebabkan pemain hampir mati, tapi momen itu begitu menyenangkan. Seperti itulah harusnya perasaan tamu di objek wisata. Mereka tahu mereka sedang dirampok, tapi mereka juga sadar, mereka orgasme ketika dirampok. Candu untuk dilucuti dompetnya, dan bahagia ketika sadar seluruh uangnya telah habis mereka belanjakan.

Bukankah begitu perasaan yang kalian rasakan, ketika berwisata ke Malaysia, Singapura, dan Thailand?

Untuk Kabupaten Langkat, awak, Bang Darwis, Meidi Kembaren, Burung Berkicau Terus, dan Susanto Ginting SE (Mr Babaw) pernah berdiskusi dengan pejabat terkait soal gagasan ini. Kami juga menawarkan siap untuk bekerja mengkonsep dan mewujudkannya. Namun, ternyata kami keliru.

Bukan hanya kuping, mata, dan otak si pejabat terkait yang tidak kapable untuk mencerna masalah pariwisata, namun rupanya karena beliau juga berada pada level mental yang sama; Mental Begal Pariwisata.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.