Kolom Bastanta P. Sembiring: HDD/DG Cita Rasa Sumatera (Untuk Preman Takut AC)

Sudah 2 hari ini saya perhatikan di grup-grup facebook dan platfon medsos lainnya, kiranya grup pecinta bus atau trakker ramai membicarakan sebuah penampakan bus Medan di Lintas Jawa. Tentu itu hal biasa. Maksud saya, bus asal Medan berkeliaran di lintas Jawa. Lantas apa yang menjadi perbincangan hangat?

Ya, ternyata 2 unit bus dari perusahaan angkutan penumpang PO Medan Jaya berhasil menyita perhatian para pecinta bus di Pulau Jawa, sebagaimana ramai dibahas di medsos.

Apa kira-kira yang menarik bagi mereka?







Dua unit bus dengan cat yang didominasi warna merah dan kuning itu ternyata bus Hight Deck dengan Double Glass atau sering disebut HDD/DG.

“Atapnya kok rata?” tanya seorang.

Ada lagi, “kok kaca sorong?” tanyanya sedikit merasa aneh.

Ternyata bagi masyarakat di Pulau Jawa, bahkan mungkin pulau-pulau lainnya, sedikit merasa aneh jika melihat bus dengan body (karoseri) dan mesin mewah namun beroperasi dengan kelas ekonomi non AC. Bagaimana dengan anda?

Mereka pun semakin terkejut saat saya ikut berkomentar.

“Bus asal Medan sudah biasa body mewah (HD SR1, dsb; SHD dan ini HDD/DG) dan mesin bagus seperti Mercedes Benz, Scania, Volvo, dsb bermain di kelas ekonomi/ non AC.”

Sambungku, “banyak orang Medan butuh kenyamanan dan kemewahan, tetapi tak tahan dengan AC. Jadi jangan heran kalau di Linsum ketemu bus non-AC yang bertoilet dengan body dan mesin mewah, dengan fasilitas TV, bahkan mungkin ada yang berWiFi.”

Lalu ada yang menjawab, “mungkin karena Medan itu dingin” katanya.

Saya pun hanya balas dengan emoticons senyuman. Karena pasti ini orang tak pernah lewat Lintas Sumatera, apalagi ke Medan. Jadi tak tahu gimana panasnya aspal Sumatera, dan tak tahu juga kalau banyak preman Sumatera takut sama AC.

Pernah, bahkan sering kejadian orang mau berpergian akhirnya batal karena tidak tahan AC.

Satu kasus, ada keluarga hendak ke Jambi. Mereka naik dari stasiun salah satu bus di sekitaran Jl. SM Raja. Masih sampai di Terminal Lubuk Pakam mereka turun dan batal berangkat. Pada kasus lainnya yang pernah saya lihat, mereka minta dipindahkan saja ke ekonomi karena tidak tahan dengan AC.

Satu kejadian lagi yang saya lihat. Ada beberapa anak muda, ya dengan style bak mau berwisata dan penuh semangat. Kalau tidak salah saat itu juga menjelang Tahun Baru. Mereka naik bus menuju Medan dari Simpang Rambutan (Jambi), eh… baru sekitar 1 (satu) jaman mereka sudah muncul lagi. Ternyata baru sampai di Selensen (Riau) yang normalnya masih 35 menit perjalanan mereka putuskan tidak lanjutkan perjalanan karena merasa pusing dan mual. Beberapa diantara mereka sempat muntah-muntah.

Mungkin pertimbangan kebutuhan konsumen yang demikianlah maka beberapa perusahaan penyedia jasa transportasi membuat layanan bus non AC dengan fasilitas seperti di kelas executive. Ditambah lagi persaingan antara penyedia layanan khususnya di trayek basah seperti Medan – Banda Aceh dan Medan – Pekanbaru yang menjadi rebutan tiap armada. Penyedia layanan harus terus menawarkan fasilitas terbaiknya bagi pelanggan dan calon pelanggannya.








Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.