Kolom Boby R. Ginting: TOMI

Tomi itu pernah jadi terdakwa pembunuhan manusia, bahkan yang dibunuh bukan orang sembarang, loh. Yang dia bunuh itu Hakim Agung yang memutus dia kalah di kasusnya. Karena pembunuhannya dilakukan dengan terencana baik metode, dan persiapan orang, maka semua makhluk yang mempunyai kewarasan sepakat bahwa itu pembunuhan berencana.

Pembunuhan berencana ini termasuk kejahatan serius. Kasus sianida di kopi Vienam saja, dalam kondisi memang tidak meyakinkan, terdakwa divonis 20 tahun penjara.  Tapi, khusus untuk Indonesia, dan jika pelakunya Tomi, maka vonisnya cuma 15 tahun penjara.

Untung sistem hukum indonesia itu baik sekali, sehingga Mas Tomi dapat potongan penjara lumayan diskonnya, sehingga 6 tahun pun beres. Kalau dihitung-hitung pembunuhan berencana ala Mas Tomi itu sama dengan 3 kali divonis penistaan agama. Sehingga, dengan matematika yang suka-suka, kita bisa bilang 3 kali vonis penistaan agama = (pembunuhan berencana ala Tomi + buronan + pemalsuan identitas + kasus korupsi tukar guling).

Kalau ada kenal Ahok secara pribadi, mohon disarankan beliau untuk melakukan penistaan agama 2 kali lagi, supaya sejajar mas Tomi . Tinggal 2 kali, sayang kalau tidak dilanjutkan.

Lama diam semedi entah di mana, tapi Mas Tomi selalu rajin muncul di acara Golkar. Golkar tak memberi jalan, eh langsung bikin partai sendiri dan lolos verifikasi KPU. Sebagai bandingan mengapa Tomi lebih dahsyat, adalah sang legenda dangdut yang punya pengagum fanatik, Rhoma Irama punya partai pun tak mampu lolos.

Kalau kata orang Bogor, meletoy. Padahal, siapa pun kalau ditanya, siapa orang yang mau anda peluk sebelum mati, jika dipilih antara Rhoma atau Tomi, semua orang akan memilih Rhoma. Saya pasti rela bayar, meninggal dengan alunan lagu “Ani” dari penyanyi aslinya. Tapi, Bung Rhoma pun harus mengakui, untuk menjadi partai politik, keputusan orang-orang KPU tidak bisa dibeli dengan lagu dangdut, dan para simpatisan cabang partai di daerah butuh lebih dari seragam kecap ternama untuk menjadi kader partai politik yang militan.

Rhoma tak punya uang. Tomi punya uang. Harry Tanu punya uang. Surya Paloh punya uang. Rhoma tak punya kader militan. PKI punya kader militan sehingga dapat peringkat ke 5 di Pemilu Tahun 1955. Tomi punya uang yang bisa membeli orang -orang yang militan. Setidaknya, saya pernah membaca iklan di Bukalapak, orang-orang beliau membuat usaha kerakyatan yang akan membeli semua hasil bumi petani, dan semuanya berkat Mas Tomi.

Kembali ke Tomi, kabarnya beliau ini sudah mendaftar jadi Bacaleg di Papua. Kalau jadi, dia mungkin Caleg yang luar biasa. Coba baca salah satu syarat menjadi Caleg berikut ini:

“Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.”

Kabar beredar, kabarnya KPU melakukan perlakukan khusus untuk Mas Tomi, dan menganggap syarat tersebut untuk kasus korupsi, kejahatan Narkoba, dan kekerasan seksual terhadap anak. Jadi, jika anda pernah bunuh orang tanpa sengaja atau dengan sengaja, dengan vonis di atas 5 tahun, harapan anda belum pupus. Kalau KPU macam-macam, bilang saja nama Mas Tomi.

Tapi, anggaplah Mas Tomi akhirnya maju. Coba bayangkan dia kampanye di lapangan bola di Jayapura, di seluruh lapangan dia munculkan muka spanduk dan banner almarhum bapaknya ditulisi: “Lebih enak zaman bapakku, to?” Sambil memegang mikropon dia berteriak: “Usir antek asing dari Indonesia!. Kita hapuskan KKN yang telah merenggut kemakmuran kita sejak Reformasi! Pilih saya! Sebut nama saya tiga kali!”

Lalu, dari balik panggung, muncul Iwan Fals tersenyum membawa gitar, sengaja didatangkan Mas Tomi dari Jakarta lewat pesawat yang lebih dahulu transit Makassar.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.