Kolom Boen Syafi’i: ADAT ISTIADAT BUKA TABIR KEMATIAN BRIGADIR J

Sudah kita dengar bersama bahwa kematian Brigadir Yoshua adalah aib terbesar, sejak berdirinya korps Bhayangkara. Dalamnya penuh intrik dan kebohongan dari banyak oknum polisi, terkait wafatnya si pemuda Batak yang ajudan seorang jendral berpengaruh di institusinya.

Tak kurang 31 lebih oknum polisi kini dikandangkan karena terjerat penyalahgunaan wewenang.

Salah satu aib terbesar di dalam perjalanan kasus ini adalah larangan dari pihak Propam membuka peti mati milik Brigadir Yoshua. Janggal, tentu saja. Anak yang dibesarkan dengan penuh kasih sayang oleh kedua orangtuanya, dilarang keras diperlihatkan untuk yang terakhir kalinya.

Keluarga bertanya. Publik pun juga.

Namun, alam semesta ternyata menunjukkan caranya sendiri menguak kebenaran yang sejati.

Ulos ….

Ulos atau kain ulos untuk penutup mayat harus ditutupkan ke jenazah menurut tradisi Batak. Propam terdiam dan tidak bisa melawan. Jika melawan, sama saja artinya mereka memusuhi adat istiadat Orang Batak. Dan, memusuhi tradisi berarti menyulut peperangan ke Suku Batak, di mana saja.

Akhirnya peti jenazah pun dibuka. Dramatisnya lagi, salah seorang pihak keluarga berhasil merekam seluruh luka yang terasa janggal, di tubuh Brigadir Yoshua. Meski saat itu Propam melarang keras keluarga korban merekam kondisi jenazahnya.

Dari sini cahaya kebenaran yang sebelumnya gelap samar-samar pun akhirnya sedikit menemukan titik terangnya. Pihak keluarga melawan. Gayung pun bersambut ketika pengacara yang juga berasal dari Batak (Kamaruddin Simanjuntak) dan teman-temannya menawarkan pendampingan hukum kepada pihak keluarga, tanpa sepeser pun bayaran.

Apa yang terjadi terjadilah. Kebenaran itu ternyata terlalu terang untuk ditutup-tutupi. Kebenaran itu ternyata terlalu jujur untuk direkayasa. Hingga pada akhirnya, kita semua tahu bahwa institusi ini diisi juga oleh orang-orang berpenyakit di dalamnya. Bobrok!

Ah, andai saja Orang Batak sudah melupakan budaya dan tradisinya, mungkin saat ini Ferdy Sambo masih duduk nyaman di kursi kantornya.

Kebetulan saja ini terjadi pada Orang Batak yang penuh militansi dan perlawanan terhadap ketidakadilan. Bukan pada orang Jawa seperti saya.

Andai Brigadir Yoshua itu orang Jawa Islam? Maka saya yakin seyakin-yakinnya autopsi ulang tidak akan dilakukan. Kenapa? Karena kondisi jenazah sudah ditutupi kain putih dari kepala hingga ujung kaki.

Dan kalau sudah dibegitukan, pihak keluarga kebanyakan tidak akan mau membukanya kembali, hanya untuk sekedar memastikan kebenaran dari karangan sebuah cerita.

Ferdy Sambo yang salah pilih korban..

Selamat jalan Brigadir Yoshua, terkadang kita butuh martir untuk membenahi sebuah kebusukan menjadi kebaikan.

Selamat, karena dari sekian banyak manusia, semesta telah memilihmu untuk menyempurnakan misinya.

RIP..

Rahayu Mulyaning Jagad ….

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.