Kolom Boen Syafi’i: BANGSA ANGRY BIRDS

Entahlah apa yang terjadi dengan bangsaku ini. Sikap rasional dan pemaaf sepertinya sudah bergeser kepada ghirah dan kemarahan atas nama agama. Padahal berembug, tabbayun dan berbicara dari hati ke hati sudah diajarkan oleh Rosululloh Saw.

Bukankah Islam itu kedamaian? Kenapa jiwa-jiwa yang damai dikotori oleh nafsu angkara murka? Bila sudah marah, di mana kedamaian itu berada?

Tapi sayang, ghirah ini hanya dikhususkan kepada kelompok tertentu. Marah ini hanya berlaku bagi manusia-manusia yang tak sejalan dengan mereka. Banyak kasus yang membuktikan, mereka hanya tebang pilih dalam menunjukan amarahnya.







Dimulai dari …. ….

Kasus DPN srikandi Gerindra, Nurcahaya yang menyebut “Prabowo itu titisan ALLOH”. Marahkah mereka? Tidak. Mereka tidak marah dan memaklumi.

Kasus Desmond J. Mahesa yang menyebut “Bangkitkan saja Nabi Muhammad Saw dari kuburnya”. Marahkah mereka? Tidak, mereka tidak marah dan memaklumi.

Kasus Abdul Shomad yang menyebut “Rosululloh Saw gagal mewujudkan Islam yang rahmatan lil alaamin”. Marahkah mereka? Tidak, mereka tidak marah dan memaklumi.

Kasus biro umroh First Travel, Abu Hamzah dll yang merugikan ribuan umat dan memakai uang mereka untuk berfoya-foya. Marahkah mereka? Tidak. Mereka anteng-anteng saja dan tiada respon sama sekali.

Kasus kencing onta Bahctiar Natsir, Haikal anak Zulkifli Hasan yang fotonya kurang sesuai dengan budaya ketimuran, sampai kasus pesta sex di surga. Marahkah mereka? Tidak, karena mereka mempunyai pemahaman dan tujuan yang sama.

Tetapi, giliran Ahok yang keseleo lidah dan buru-buru meminta maaf atas keteledorannya, memaafkankah mereka? Tidak. Ternyata mereka mendemo Ahok berjilid-jilid dan mengancam membunuhnya segala.

Sekarang giliran puisi ibu Sukmawati yang mengatakan bahwa “Kidung Ibu Pertiwi lebih merdu daripada suara adzan”. Marahkah mereka? Tentu saja, dan berniat pula mempolisikan beliau kalau perlu mendemo berjilid-jilid.

Dari sini sudah jelas dan terang benderang, apa arti ghirah atau semangat beragama bagi mereka. Yakni: “Ghirah itu diperlukan hanya untuk orang yang tidak sepaham, sedangkan yang sepaham meski berbuat kesalahan maka abaikanlah”.



Dan kidung “Lelo-Lelo Ledung” yang sering dinyanyikan oleh Ibuku semasa kecilku, adalah alunan suara termerdu dan terindah yang mengalahkan suara apapun yang ada di muka bumi ini.

Salahkahkah saya berkata demikian? Silahkan marah dan minum Combantrin dulu sebelum marah.

Salam Jemblem.

HEADER: Gadis Berkebayan karya Aulia Oktadi Putri.







Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.