Kolom Boen Syafi’i: HTI PENJAJAH BERKEDOK AGAMA

Belanda masuk ke Bumi NUsantara sekitar abad ke 17 Masehi, 300 tahun lamanya kita dijajah oleh mereka dan selama itu pula Bangsa kita menjadi budak di negeri sendiri. Pada akhirnya, dengan semangat kebangsaan yang kuat, didukung oleh keinginan untuk menjadi negara berdaulat Satu Nusa Satu Bangsa dan Satu Bahasa yang bernama Indonesia.

Maka, berhasilah para pahlawan kala itu mengusir sang kompeni pada tanggal 17 Agustus 1945 dari Bumi Pertiwi.

Itulah sekilas sejarah penjajahan Belanda di negeri kita tercinta. Namun, seandainya yang menjajah Indonesia bukanlah Belanda melainkan Saudi Arabia, apakah mungkin Bangsa kita bisa terbebas dari cengkraman mereka? Jawabnya akan sangat sulit sekali keluar dari penjajahan mereka.

Lho, kok bisa? Tentu saja bisa. Yang melawan Saudi pasti akan dituduh anti Islam, yang membakar benderanya akan dituduh penista agama, dan yang memusuhinya pasti akan dikafir-kafirkan.

Maka tidak akan ada yang berani menyobek bendera Saudi seperti halnya peristiwa perobekan bendera Belanda 10 November, di hotel Yamamoto Surabaya. Rakyat pun terpecah belah, antara yang nasionalis dengan yang keracunan agama. Padahal, rakyat yang terpecah belah inilah syarat utama untuk sebuah misi penghancuran negara.

Namun, untunglah yang menjajah bukanlah Saudi Arabia melainkan Belanda yang hanya bermodalkan senjata. Kini, bayangan kita jika Saudi yang menjajah bangsa Indonesia tercinta telah terjadi. Namun, pelakunya bukanlah Saudi, melainkan HTI. Yang melawan mereka pasti akan dituduh sebagai kafir dan anti Islam.

Inilah kenyataannya, bahwa kita sekarang ini sedang melawan saudara sebangsa yang telah keracunan agama. Melawan saudara sebangsa itu lebih sulit jika dibandingkan dengan melawan penjajah Belanda.

Nasi sudah menjadi bubur. Aura permusuhan itu kini semakin meruncing. Apa yang terjadi terjadilah, dan semua sudah ada di dalam skenario Sang Maha Cinta. Tinggal yang kita harapkan adalah skenario terbaik, untuk kita dan terutama untuk generasi penerus bangsa nantinya.

Maka, kuncinya, tetaplah berjuang untuk kebhinekaan di Bumi NUsantara tercinta. Karena kita ini Bangsa Indonesia bukanya Negeri Gurun Sahara.

Nasi sudah menjadi bubur, dicampur kecap seledri kacang dan suwiran ayam, maka jadilah.

“Bubur Ayam”.

Salam Jemblem..

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.