Kolom Boen Syafi’i: SEJARAH KELAM PEMBUNUHAN SESAMA MUSLIM

Gelombang JARGON kembali ke Al qur’an dan As Sunnah sangat deras sekali . Sebuah fenomena? Akankah terulang sejarah akhir periode Khulafaur Rosyidin di NKRI yang kita cintai?

“Hukum itu milik Alloh, wahai Ali, bukan milikmu dan para sahabatmu.”

Itulah teriakan Abdurrohman bin Muljam Al Murodi (Khowarij) ketika menebas tubuh Sayyidina Ali bin Abi Tholib, karomallohu wajhah, pada saat bangkit dari sujud sholat shubuh pada 19 Romadlon 40 H itu.

Abdurrohman bin Muljam menebas tubuh Sayyidina Ali bin Abi Tholib dengan pedang yang sudah dilumuri racun yang dahsyat. Racun itu dibelinya seharga 1000 Dinar. Tubuh Sayyidina Ali bin Abi Tholib mengalami luka parah, tapi beliau masih bisa bertahan sedikit. Tiga hari berikutnya (21 Romadlon 40 H) nyawa sahabat yang telah dijamin oleh Rosululloh SAW menjadi penghuni surga itu hilang di tangan seorang muslim yang selalu merasa paling Islam.

Sayyidina Ali dibunuh setelah dikafirkan. Sayyidina Ali dibunuh setelah dituduh tidak menegakkan hukum Alloh. Sayyidina Ali dibunuh atas nama hukum Alloh. Itulah kebodohan dan kesesatan orang Khowarij yang saat ini masih ngetrend ditiru oleh sebagian umat muslim.

Tidak berhenti sampai di situ, saat melakukan aksinya Ibnu Muljam juga tidak berhenti membaca Surat Al Baqarah ayat 207 sebagai pembenar perbuatannya:

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْرِي نَفْسَهُ ابْتِغَاءَ مَرْضَاتِ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ رَءُوفٌ بِالْعِبَادِ
“Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhoan Alloh; dan Alloh Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya.”

Maka sebagai hukuman atas kejahatannya membunuh kholifah Ali, Ibnu Muljam kemudian dieksekusi mati dengan cara qishos. Proses hukuman mati yang dijalankan terhadap Ibnu Muljam juga berlangsung dengan penuh dramatis. Saat tubuhnya diikat untuk dipenggal kepalanya dia masih sempat berpesan kepada algojo:

“Wahai Algojo, janganlah engkau penggal kepalaku sekaligus. Tetapi potonglah anggota tubuhku sedikit demi sedikit hingga aku bisa menyaksikan anggota tubuhku disiksa di jalan Alloh.”

Ibnu Muljam meyakini dengan sepenuh hati bahwa aksinya membunuh suami Sayyidah Fathimah, sepupu Rosululloh, dan ayah dari Sayyid Al-Hasan dan Al-Husein itu adalah sebuah aksi jihad fi sabilillah.




Seorang ahli surga meregang nyawa di tangan seorang muslim yang meyakini aksinya itu adalah di jalan kebenaran demi meraih surga Alloh.

Potret Ibnu Muljam adalah realita yang terjadi pada sebagian umat Islam di era modern. Generasi pemuda yang mewarisi Ibnu Muljam itu giat memprovokasikan untuk berjihad di jalan Alloh dengan cara memerangi, dan bahkan membunuh nyawa sesama kaum muslimin.

Siapa sebenarnya Ibnu Muljam? Dia adalah lelaki yang sholih, zahid dan bertakwa dan mendapat julukan Al-Muqri’ . Sang pencabut nyawa Sayyidina Ali itu seorang hafidz (penghafal Alquran) dan sekaligus orang yang mendorong sesama muslim untuk menghafalkan kitab suci tersebut.

Kholifah Umar bin Khottob pernah menugaskan Ibnu Muljam ke Mesir untuk memenuhi permohonan ‘Amr bin ‘Ash untuk mengajarkan hafalan Alquran kepada penduduk negeri piramida itu. Dalam pernyataannya, Kholifah Umar bin Khottob bahkan menyatakan:

“Abdurrohman bin Muljam, salah seorang ahli Alquran yang aku prioritaskan untukmu ketimbang untuk diriku sendiri. Jika ia telah datang kepadamu maka siapkan rumah untuknya untuk mengajarkan Alquran kepada kaum muslimin dan muliakanlah ia wahai ‘Amr bin ‘Ash,” kata Umar.

Meskipun Ibnu Muljam hafal Alquran, bertaqwa dan rajin beribadah, tapi semua itu tidak bermanfaat baginya. Ia mati dalam kondisi su’ul khotimah, tidak membawa iman dan Islam akibat kedangkalan ilmu agama yang dimilikinya. Afiliasinya kepada sekte Khowarij telah membawanya terjebak dalam pemahaman Islam yang sempit. Ibnu Muljam menetapkan klaim terhadap surga Alloh dengan sangat tergesa-gesa dan dangkal. Sehingga dia dengan sembrono melakukan aksi-aksi yang bertentangan dengan nilai-nilai luhur agama Islam. Alangkah menyedihkan karena aksi itu diklaim dalam rangka membela agama Alloh dan Rosululloh.

Sadarkah kita bahwa saat ini telah lahir generasi-generasi baru Ibnu Muljam yang bergerak secara massif dan terstruktur. Mereka adalah kalangan sholeh yang menyuarakan syariat dan pembebasan umat Islam dari kesesatan. Mereka menawarkan jalan kebenaran menuju surga Alloh dengan cara mengkafirkan sesama muslim. Ibnu Muljam gaya baru ini lahir dan bergerak secara berkelompok untuk meracuni generasi-generasi muda Indonesia. Sehingga mereka dengan mudah mengkafirkan sesama muslim, mereka dengan enteng menyesatkan kiyai dan ulama.




Raut wajah mereka memancarkan kesalehan yang bahkan tampak pada bekas sujud di dahi. Mereka senantiasa membaca Alquran di waktu siang dan malam. Namun sesungguhnya mereka adalah kelompok yang merugi. Rasulullah dalam sebuah hadits telah meramalkan kelahiran generasi Ibnu Muljam ini:

“Akan muncul suatu kaum dari umatku yang pandai membaca Alquran dengan lisan mereka tetapi tidak melewati tenggorokan mereka, mereka keluar dari Islam sebagaimana anak panah meluncur dari busurnya.” (Shohih Muslim, hadits No.1068)

Kebodohan mengakibatkan mereka merasa berjuang membela kepentingan agama Islam padahal hakikatnya mereka sedang memerangi Islam dan kaum muslimin.

Wahai kaum muslimin, waspadalah pada gerakan generasi Ibnu Muljam. Mari kita siapkan generasi muda kita agar tidak diracuni oleh golongan Ibnu Muljam gaya baru. Islam itu agama Rohmatan Lil’alamin . Islam itu agama keselamatan. Islam itu merangkul, dan bukan memukul.

اللهم اهدنا و احفظنا والمسلمين في كل مكان ، آمين…







Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.