Kolom Daud Ginting: CATATAN PINGGIR PILGUBSU 2018

Ada secuil catatan tersisa dari hiruk pikuk panggung pesta demokrasi Pemilihan Gubernur Sumatera Utara 27 Juni 2018. Sebagaimana lajimnya perhelatan pemilihan umum sebagai aktualisasi kehidupan demokratis, semestinya pemilihan gubernur itu diwarnai oleh prinsip egaliter dan kesetaraan.

Namun dalam pemilihan gubernur Sumatera Utara kali ini, muncul trend politik identitas (Identity Politics) mengeksploitasi dan memanipulir sentimen primordialisme berbentuk suku, agama dan identitas keputradaerahan.




Eksploitasi sentimen primordialisme ini sangat rentan memicu konflik karena masyarakat terpolarisasi ke dalam sekat-sekat kesombongan identitas masing-masing, yaitu ego “kekitaan”, identitas bersama dan perekat kolektivitas yang menjadikan seseorang menarik garis pemisah antara kawan dan lawan.

Masyarakat Sumatera Utara yang plural dan multietnis dieksploitasi elit poitik untuk kepentingan sempit memenuhi libido poitik merebut kekuasaan belaka. Eksploitasi politik identitas ini merupakan indikator pasangan calon gubernur yang bersangkutan miskin literasi poitik, tidak memiliki produk pemikiran unggulan dan tidak mampu berpikir lateral, tidak mampu menawarkan pemikiran alternatif baru untuk ditawarkan sebagai nilai lebih/ keunggulan komperatif.




Politik identitas memanipulir agama di pemilihan Gubernur Sumatera dengan prinsip “Kekitaan” atau se-iman dengan issu ada calon gubernur bukan putra daerah, tidak se-iman atau kafir merupakan catatan buruk pelaksanaan pemilihan gubernur Sumatera Utara 2018.

Sikaf pragmatisme elit politik memainkan unsur SARA ini menimbulkan tegangan emosi dan retaknya rasa kebersamaan di masyarakat. Kini sesama warga Sumatera Utara dirundung rasa curiga dan kurang harmonis karena selama kampanye disuguhi ujaran rasa kebencian oleh elit politik. Siapa pun yang terpilih menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara tidak bisa melupakan fenomena bibit-bibit ketidakharmonisan yang ditabur ini. Menjadi pekerjaan rumah yang mesti diselesaiakan ke depannya jika tidak ingin Gubernur yang terpilih akan menuai sendiri apa yang ditaburnya.

Polarisasi masyarakat yang disebabkan calon gubernur yang menabur rasa kebencian ini harus bertanggungjawab memperbaiki ini sebelum polarisasi ini memicu konflik mengkuatirkan. Di tengah-tengah masyarakat Sumatera Utara saat ini telah bergema istilah Sumut 58 sebagai salah satu bentuk pembentukan identitas baru membedakan komunitasnya dengan masyarakat yang lain.

Sayup-sayup juga terdengar mengemuka kembali niat pemekaran beberapa daerah untuk menjadi propinsi sebagai reaksi terhadap sentimen mayoritas versus minoritas. Beberapa hari terakhir di media sosial muncul kembali semangat mempercepat pembentukan Provinsi Tapanuli.

Suka tidak suka inilah buah yang ditanam para elit politik kehausan kekuasaan tanpa memikirkan kepentingan bersama. Demi syahwat politiknya membenturkan masyarakat kepada sentimen perbedaan, ujaran kebencian dan memecah belah harmonisasi kebersamaan yang selama ini terwujud di Sumatera Utara.




Kalah menang dalam kontestasi pemilihan umum kepala daerah merupakan hal wajar, siapa yang menang mesti dihargai. dan sebaliknya siapa yang kalah harus legowo, tetapi membenturkan masyarakat ke arah konflik merupakan dosa besar yang mesti ditebus oleh yang melakukannya. Ironisnya benih rasa kebencian ini justru ditabur dari ruang paling sensitif masyarakat, yaitu tempat ibadah. Hati siapa tidak miris jika dibenturkan oleh perasaan paling benar ajaran atau iman yang dimilikinya.

Bagaimana tidak tersayat hati masyarakat jika dianggap sebagai kelompok yang buruk imannya dan disebut kafir hanya karena demi memilih pemimpin. Bukankah siapa pun yang terpilih jadi pemimpin akan menjadi pemimpin bagi semua orang tanpa memikirkan sekat dan latar belakang?




Oleh karena itu, bau busuk dan tengik yang ditaburkan oleh kelompok tertentu ini harus menjadi tanggungjawab gubernur Sumatera Utara yang akan datang jika tidak ingin polarisasi ini akan menjadi senjata makan tuan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.