Kolom Edi Sembiring: AB SALAH LIRIK, JK SALAH MENEPUK DADA

Pernyataan AB beberapa hari belakangan ini dari soal mobil listrik, hingga membandingkan pembangunan jalan di masa SBY dengan Jokowi, hanya untuk memancing banyak pihak keluar untuk menangkis omongannya. Juga untuk mengalihkan pandangan dari Nasdem. AB dalam pidato kebangsaan di acara perayaan Milad ke-21 Partai Keadilan Sejahtera (PKS), di Istora Senayan, Jakarta Selatan [Sabtu 20/5] memuji pembangunan jalan tol oleh Jokowi.

Namun, capaian pembangunan jalan tol pemerintahan Jokowi dianggapnya berbanding terbalik dengan capaiannya dalam membangun jalan tidak berbayar.

Menurut Anies, jalan non berbayar punya manfaat yang bisa lebih dirasakan oleh masyarakat. Mengingat jalan non berbayar biasa dilalui untuk menghubungkan mobilitas penduduk dari sudut-sudut desa ke perkotaan, membawa produk-produk pertanian, perkebunan, hingga perikanan dari sentra-sentra produksi ke pasar di daerah hingga nasional.

Di acara yang sama, Jusuf Kalla terang-terangan mengatakan masih banyak jalanan non berbayar yang rusak. Menurutnya ada ketidakadilan. Ia mencontohkan jalan di Lampung, Jambi, hingga Makassar.

“Artinya adalah orang bisa menganggap kalau mau jalan baik hanya orang mampu yang bisa jalan baik karena dia bayar. Tapi jalan rakyat yang dijalani tiap hari oleh petani kita oleh pedagang kecil oleh siapapun rusak tidak diperbaiki, itu ketidakadilan untuk rakyat contoh yang kecil saja,” kata Jusuf Kalla.

Pernyataan keduanya sama. Menganggap bahwa jalan tol hanya berguna untuk orang yang mampu.

Ini ucapan politikus yang mencari simpatik dengan kalimat-kalimat yang membenturkan dua sisi. Keduanya sama cara berpikirnya dengan orang yang bilang, “jalan tol tidak bisa dimakan.”

Memangnya jalan aspal bisa dimakan?

Apakah jalan tol tidak berguna bagi petani dan nelayan?

Saya ambil contoh terdekat. Jarak dari Pelabuhan Ratu (Sukabumi) menuju Jakarta berkisar 129 Km. Di jaman pemerintahan SBY-JK, lama tempuh dari Palabuhan Ratu ke Jakarta sekitar 6-7 jam. Bahkan pernah mencapai 10 jam ketika ada kendaraan truk mogok di jalan.

Kini tol telah sampai Lido/ Cigombong dan lama tempuh jadi 4 jam. Bila tol sampai ke Pelabuhan Ratu, lama tempuh hanya 2,5 jam.

Kendaraan yang membawa hasil-hasil pertanian, peternakan maupun hasil laut banyak melewati jalan tol ini. Kendaraan yang membawa sayur mayur, pisang, kelapa, ayam dan ikan laut sangat sering terlihat ramai menggunakan jalan tol ini mulai sore hari. Mereka tentu harus sampai ke pasar tepat waktu.

Jalan tol berguna bagi seluruh pihak. Sangat menghemat waktu untuk membawa hasil pertanian, peternakan hingga perikanan. Bahkan bisa menyelamatkan harga-harga pertanian.

Ketika cabai panen raya di Jawa Tengah, pedagang mengirimnya ke Jambi hingga ke Medan. Begitu juga sebaliknya bila cabai panen raya di Sumut dan Sumbar, cabai dikirim ke Pulau Jawa.

Kendaraan yang membawa hasil-hasil pertanian itu tentu lebih memilih jalan tol dibanding jalan non tol walau sebagus apapun jalan non tol. Karena yang dituju adalah sampai tepat waktu di pasar induk.

Bayangkan bila tak tepat waktu, pedagang akan merugi. Bayangkan bila tak ada tol, distribusi barang tak akan cepat.

Ketika jalan-jalan di propinsi Lampung rusak, anak-anak muda tahu siapa yang disalahkan. Tentu Gubernur serta Bupati-bupatinya.

Tetapi sangat berbeda dengan angkatan tua seperti Jusuf Kalla. Kesalahan Gubernur Lampung ditimpakan pada pusat. Padahal Gubernur Lampung itu berasal dari partainya.

Maksud hati menepuk dada mengiringi AB bernyanyi, apa daya AB salah lirik.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.