Kolom Eko Kuntadhi: ADE ARMANDO KORBAN ULAH TUMBILA BERJUBAH

Sejak sore sampai menjelang tengah malam, HP saya tidak berhenti berbunyi. Ratusan WA masuk. Kesemuanya menunjukan simpati pada Ade Armando. Seraya berpesan agar saya lebih hati-hati dan menjaga diri.

Iya, hari ini adalah hari yang menyesakkan dada.

Video-video yang menunjukan kebiadaban beredar luas. Mereka menganiaya Ade Armando. Mempermalukannya. Membuat lelaki berani itu terkapar.

Saya sempat membesuk bang Ade di RS Siloam tadi malam. Saya gak bisa bicara banyak. Hanya mengelus-ngelus tangannya saja. Suara saya tercekat melihat wajahnya yang babak belur. Hati saya teriris.

Ade Armando bukan dianiaya oleh mahasiswa. Segerombolan orang memang sedang bersiap membuat kerusuhan di Jakarta. Mereka sebagian adalah simpatisan organisasi preman berjubah. Sebagian lain datang atas seruan mantan petinggi tentara yang haus kekuasaan, dan berciri peci putih.

Entah apa tuntutan demo itu.

Menolak 3 periode dan perpanjangan masa jabatan Presiden? Lha, Presiden sendiri sudah dengan tegas menolaknya.

Bukan hanya itu. Saya, Ade Armando, Denny Siregar dan semua orang di Cokro TV sangat keras menyuarakan penolakan pada ide perpanjangan masa jabatan Presiden.

Kami memang mendukung Jokowi. Tapi kami bukan kelompok orang yang mau bermain-main dengan konstitusi. Dukungan kami adalah dukungan rasional. Bukan dukungan transaksional.

Menolak kenaikan harga BBM? Yang naik itu, Pertamax. BBM buat mobil mewah. Kenapa jadi beban pikiran para codot yang lebih sering menggunakan bensin oplosan?

Menolak kenaikan harga Minyak Goreng? Kemarin pemerintah sudah mengumumkan akan memberi subsidi Rp100 ribu sebulan selama 3 bulan. Dibayarkan langsung kepada 20 juta rumah tangga Indonesia.

Jadi demo kemarin memang gak jelas tujuannya. Mahasiswa cuma mau eksis aja berulah di jalanan. Buat bahan update tiktok atau akun IG-nya.

Sementara ada gerombolan lain yang gak terlalu peduli dengan isu. Gak terlalu pusing dengan tuntutan. Tujuannya hanya satu: membuat kerusuhan.

Hari ini ada seorang polisi gugur di Sulawesi. Ada puluhan polisi luka serius di Jakarta. Ada pembakaran pos polisi di Tanah Abang. Dan seorang Ade Armando dianiaya dengan bengis.

Para preman berjubah yang mulanya berkecambah di Petamburan, sekali ini menunjukan kebiadabannya. Yang paling memuakkan, saat menganiaya Ade Armando, di sebuah siang di Bulan Ramadhan, mereka berteriak takbir. Seraya teriak, bunuh!

Ade Armando sedang puasa Ramadhan di siang itu. Dia dianiaya dengan sadis oleh mereka yang mengaku beragama.

Setelah peristiwa itu, di media sosial tersebar ancaman. Foto saya, Denny Siregar, Guntur Romli dan beberapa rekan lainnya menyebar. Disertai dengan ancaman. Mereka mengintimidasi agar kami takut.

Tapi sungguh, kami tidak pernah gentar dengan intimidasi semacam itu. Kami tahu mereka selalu berusaha membungkam kami dengan segala ancamannya.

Musibah yang menimpa Ade Armando hari ini, justru menambah keyakinan kami bahwa kami akan terus melawan mereka. Sebab, betapa ngerinya jika kita semua membiarkan orang seperti itu menguasai panggung politik kita.

Betapa menakutkannya ketika teriakan takbir dibarengi dengan muncratan darah. Betapa ruginya jika kita hanya diam menunggu mereka makin biadab dan mengusai bangsa ini.

Gerombolan ini memang tidak pernah terlatih menggunakan otak. Mereka hanya punya otot.

Otot itulah yang selalu dibangga-banggakan. Dan sejumput kepengecutan dengan main keroyokan. Kebiadaban itulah yang bisa membuat mereka gembira.

Apa tujuan mereka?

Rusuh dan Indonesia berdarah. Sebab hanya dengan genangan darahlah mereka bisa punya kesempatan berkuasa di negeri ini. Hanya dengan kerusuhanlah mereka bisa mengisi panggung politik. Tanpa rusuh, gerombolan itu hanyalah sejenis tumbila yang cuma bisa membuat gatal. Gak lebih.

Tumbila-tumbila berjubah itu harus terus diperangi. Disemprot dengan pembasmi serangga. Agar bangsa ini bebas dari bau busuk mulut dan kelakuan mereka.

Lihat di sekelilingmu. Jika ada kawanmu yang gembira atas kebiadaban itu, itu bukan lagi kawanmu. Dia hanya seekor tumbila belaka. Kemanusiaannya sudah melorot sampai dasar comberan,

“Mas, kelakuan mereka makin menunjukan, kita ada di jalan yang benar untuk melawannya,” ujar Abu Kumkum.

Setuju Kum. Kita tidak punya waktu untuk berfikir mundur!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.