Kolom Eko Kuntadhi: AGAMA KARET KOLOR

Seorang koruptor tertangkap tangan KPK. Data KPK menunjukan dia berencana membelikan seorang perempuan cantik apartemen seharga Rp 2 Milyar. Wajahnya dipenuhi jenggot dan jidatnya hitam tanda bersudut. Di depan wartawan, dia bicara lantang.

“Demi Allah saya tidak terima satu rupiahpun,” katanya.

Kali lain, koruptor lain yang terlibat kasus Sapi Bongkrek, adalah seorang ustad dan presiden partai dakwah juga ditangkap KPK. Bukti juga menunjukan salah satu aliran duitnya ke gadis SMU yang cukup semlohay. Apa katanya di depan kamera TV?

“Saya sedang menerima ujian Allah. Mohon doanya.”

Ada juga pejabat tertangkap korupsi mengaku sebagai penyumbang gereja yang aktif.




Di lain waktu, seorang wanita penipu kelas kakap yang membodohi puluhan ribu jemaah umroh ditampilkan di depan publik. Dia ditenteng seorang Polwan. Biasanya wajahnya glamour. Tapi kini dia tampil dengan menggunakan cadar. Bagi sebagian orang, cadar adalah pakaian keagaman tingkat tinggi. Maksudnya, gak cukup jilbab atau kerudung. Kalau sudah pakai cadar nilai agamanya di atas rata-rata.

Ok, kamera kita alihkan. Ada seorang imam besar, tersangkut kasus cabul. Bukti chat mesum dan cabul beredar di internet. Bahasanya vulgar, dengan kata-kata pisang, apem dan kocok segala. Ketika mau dikonfirmasi oleh polisi karena chat itu melanggar UU ITE, dia buron. Usaha buronnya itu ditutupi dengan aktifitas umroh.

Belakangan ada yang menstempel dia dengan kata-kata sedang hijrah, seperti pada perjuangan Kanjeng Nabi Muhamad dulu. Bedanya Rasulullah hijrah karena perintah Allah untuk sebuah strategi bagi perkembangan dakwah. Semua pengikutnya dibawa pindah dari Mekkah menuju Madinah.

Nah, tokoh kartun kita ini hijrah ke Saudi karena kasus cabul. Pasangan cabulnya merana di tahanan polisi. Sedangkan dia kabur sendirian.

Terakhir ada seorang pengacara yang namanya dikait-kaitkan dengan Saracen, group penebar fitnah dan hoax yang daya rusaknya melebihi narkoba. Mulanya dia menantang polisi untuk perang. Tapi kemdiuan dia juga kabur. Alasannya ibadah menunaikan haji.

Tentu mereka bukan penjahat, sebab dalam UU kita sebelum dibuktikan jahat oleh pengadilan mereka tidak pantas disebut penjahat. Tapi ada kesamaan pola diantara mereka: Agama dijadikan sarana buat ngumpet!

Ada yang ngumpet dengan bersumpah demi Allah. Ada yang ngumpet dengan kata-kata bijak sedang menerima ujian Tuhan. Ada yang ngumpet dengan cadar. Ada juga yang ngumpet dengan haji dan umroh.

Menyedihkan memang. Agama seolah seperti karet kolor yang bisa ditarik ke sana ke mari. Waktu dibutuhkan untuk mencaci maki orang, dia gunakan agama untuk mencacinya. Saat dibutuhkan untuk menyebar fitnah, slogan-slogan agama juga digunakan dengan seksama dan dalam tempo yang sepanjang-panjangnya.

Saat dibutuhkan untuk kampanye politik, agama diobral sedemikian murah sebagai lembaga stempel untuk memenangkan pertarungan politik. Agama juga digunakan untuk mengintimidasi para lawan politik. Bahkan untuk menyindirpun, agama digunakan dengan melecehkan sebuah doa di forum resmi kenegaraan.

Kini, saat dibutuhkan untuk menutupi wajahnya karena tersangkut aksi kriminal, agama digunakan lagi untuk ngumpet.

Jangan-jangan para penganjur poligami juga ideologinya sejenis dengan mereka. Ketika ngaceng gak ketulungan, agama lagi yang dijadikan tamengnya.













One thought on “Kolom Eko Kuntadhi: AGAMA KARET KOLOR

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.