Kolom Eko Kuntadhi: BAHAYA LATEN PKI, BAHAYA LATEN HTI

Kenapa Indonesia menolak PKI dan komunisme? Karena PKI anti Pancasila.

Kenapa kita menolak HTI dan gerombolan garis keras lainnya? Karena HTI dan gerombolannya juga anti Pancasila.

 

Dulu, ketika bertempur menghadang ideologi komunisme di Indonesia, NU berdiri paling depan. Ansor sebagai laskar asuhan kyai menjadi tameng menghadapi kekuatan komunisme yang merangsek ke desa-desa. PKI sangat membenci NU, karena mereka yakin, jika organisasi seperti NU masih berdiri tegak, mereka tidak mungkin berhasil mengkomuniskan Indonesia.

Makanya, salah satu musuh PKI saat itu adalah kyai-kyai NU.

Mereka menuding dengan berbagai sebutan merendahkan untuk merusak nama kyai. Kyai disebut antek Nekolim, Borjuis tuan tanah, anti Revolusi dan sejenisnya. Bukan hanya tudingan, tetapi juga sampai menyiksaan secara fisik.

Ansor melawan. Kyai-kyai melawan. Semua warga NU mempertaruhkan nyawa dan darahnya untuk melindungi marwah kyai-nya dan menjaga Indonesia dari ideologi yang merusak.

Kini, komunisme ambruk. PKI sendiri sudah mati. Sejak dibubarkan 1966, kita tidak pernah mendengar lagi ada orang PKI berkeliaran dan membuat kehebohan membahayakan bangsa. Orde Baru menumpas sampai ke anak cucunya.

Tapi, kini Indonesia punya tantangan baru, ideologi agama garis keras. Polanya sama seperti PKI. Ingin mengubah dasar negara Indonesia. Jika PKI dulu hanya ingin menjadikan Indonesia sebagai negara komunis, artinya sebagai sebuah entitas, negara Indonesia tetap ada, hanya berubah ideologinya saja. Tapi, penjaja khilafah malah mau memberangus Indonesia.

Mereka ingin membangun khilafah dunia dimana Indonesia hanya akan dianggap sebagai sebuah kecamatan di bawah khilafah. Itu artinya mereka ingin menghapuskan NKRI dari peta bumi.

Sama seperti PKI, pengusung khilafah ini akan menggunakan cara apa saja untuk memperjuangkan ideologinya. HTI memilih cara-cara politik dengan infiltrasi ke berbagai elemen. Mulai dari petani di desa, mahasiswa di kampus, pegawai negeri atau BUMN sampai ke tubuh militer. Mereka menyusupkan ajarannya untuk melemahkan Indonesia.

Adalagi yang berangasan seperti JAD. Mereka berafiliasi pada ISIS. Tujuanya juga menegakkan khilafah ala Abubakar Albagdhadi. Para teroris di Indonesia sekarang kebanyakan tersangkut organ ini. Ada juga yang kesengsem dengan Osama bin Laden dan berafiliasi dengan Alqaedah.

Mereka semua bercokol di Indonesia dengan tujuan untuk menghancurkan Indonesia.

Siapakah musuh mereka? Sama seperti PKI, yang paling mereka musuhi adalah NU. Sebab mereka tahu, tidak mungkin berhasil menguasai Indonesia dengan ideologi bawaan dari luar jika NU masih berdiri tegak.

Tidak mungkin menipu umat Islam dengan iming-iming surga, jika kyai-kyai NU kerap membuka kedok dan kebohongannya. Tidak mungkin mengelabui masyarakat Indonesia dengan doktrin agama yang diselewengkan jika para ahli agama dari NU terus menguliti kepalsuan ajarannya.

Makanya mereka berusaha merusak nama kyai-kyai NU. Tudingan seperti antek Syiah, liberal, ahli bid’ah, atau ahli khurafat dibombamdir kepada kyai-kyai NU yang dianggap menghalangi tujuannya untuk menghancurkan Indonesia.

Bukan hanya kyai, para cecurut khilafah itu juga berusaha memerangi Ansor dengan tudingan anti Islam. Mereka menjegal semua aktifitas Ansor. Ketika Ansor membuat acara kirab kebangsaan untuk menyebarkan semangat cinta Tanah Air di seluruh pelosok Indonesia, ada saja gangguannya.

Kenapa diganggu? Karena mereka tidak suka rasa cinta Tanah Air yang digelorakan oleh Ansor tumbuh di hati umat Islam Indonesia. Agar umat yang gak ngerti persoalan ini bisa diajak berpartisipasi mendirikan khilafah. Diajak ikut menjadi perusak Indonesia.

Jika Ansor dan semua elemen yang mencintai NKRI berhasil menggelorakan rasa cinta bangsa, otomatis niat para curut khilafah itu susah diwujudkan.

PKI sudah mati sejak 1966. Sejak saat itu kita tidak pernah mendengar orang PKI bikin huru-hara. Yang ada hanya kisah-kisah hantu kebangkitan PKI.

Tapi, ideologi khilafah sedang dibangkitkan di Indonesia. Ada yang menggunakan jalur politik ada juga yang memilih jalur kekerasan. Ideologi jenis ini justru nyata keberadaannya. Kita rasakan gerakannya. Mungkin tetangga kita. Mungkin teman kantor kita. Mungkin kakak kelas anak kita yang sedang meracuni Indonesia dengan kebengisan agama.

Kita sering mendengar teroris berulah, membunuhi banyak orang. Kita sering melihat ceramah-ceramah di masjid menyatakan permusuhannya pada Indonesia.

Artinya. HTI dan ideologi Islam garis keras lebih nyata bahanyanya. Mereka ada di depan mata. Mereka ada di sekeliling kita.

Menurut saya, HTI dan kelompok radikal ini jauh lebih berbahaya dari PKI sekarang. PKI hanya mempromosikan komunisme. Sementara antek-antek HTI, ISIS, Alqaedah atau gerombolan garis keras lain memanipulasi agama untuk tujuannya.

Akhir September ini, selain kita sibuk menghalau isu PKI. Yang tidak kalah penting adalah menyuarakan bahaya laten HTI.

“Kalau PSSI, gak bahaya kan, mas?” ujar Abu Kumkum.

“Bahaya apanya, Kum? Masa sepak bola bahaya, sih?”

“Itu supporternya suka bunuh orang…”

One thought on “Kolom Eko Kuntadhi: BAHAYA LATEN PKI, BAHAYA LATEN HTI

  1. “Tapi, ideologi khilafah sedang dibangkitkan di Indonesia. Ada yang menggunakan jalur politik ada juga yang memilih jalur kekerasan. Ideologi jenis ini justru nyata keberadaannya. Kita rasakan gerakannya. Mungkin tetangga kita. Mungkin teman kantor kita. Mungkin kakak kelas anak kita yang sedang meracuni Indonesia dengan kebengisan agama.”

    Cara seperti ini persis sama juga seperti yang dilakukan oleh orang-orang komunis dalam menginfiltrasi organisasi lain atau pemerintahan. Ini bisa dibaca di buku Bella Dodd anggota Sentral Comittee CPUSA 1930an-40an. Bukunya ‘the Sschool of Darkness’, bisa dibaca di internet.

    Setelah berakhirnya era blok timur, maka ‘komunisme’ sudah tidak bisa lagi dipakai sebagai alat pecah belah dan mengacau. Dan neolib/NWO ini mengubah taktik dan strateginya dengan cara lain yaitu ‘radikalisme’ terutama menggunakan agama islam dan disesuaikan dengan keadaan tiap negeri. Di Syria/Irak pakai ISIS, di Indonesia pakai khilafah HTI, Wahabi, 411, 212, Saracen, Muslim Cyber Army, anti-Ahok, jokowi komunis, dsb dst.

    Jadi ‘radikalisme’ dengan berbagai bentuk dan pencetusaannya adalah LANJUTAN dari taktik komunisme dari abad lalu.

    Dalam soal pilpres EK bilang, “Jika rakyat bisa berfikir sehat, mana mungkin mau menyerahkan suaranya dalam Pilpres untuk Capres yang miskin prestasi.” Pernyataan ini sangat tepat, karena itu juga MSM milik perusahaan besar neolib seluruh dunia, sudah 170 tahun bekerja keras untuk bikin mind control dan brain washing publik dunia, artinya supaya rakyat TIDAK BISA ‘berfikir sehat’. Selama 170 tahun mereka berhasil, artinya selama sejak permulaan dibangunnya Manifesto Partai Komunis Marx 1848. Dan mind control ini dalam era internet berangsur-angsur dihancurkan oleh media independen seluruh dunia. MSM sudah susah untuk mengibuli kalaupun masih terus menjalankan. Misalnya tidak pernah memuat kebangkrutan dolar (de-dollarization), dan terakhir ucapan Dalai Lama di Swedia tentang ‘Eropah adalah milik orang Eropah, dan refugee harus kembali ke negerinya untuk membangun negeri masing-masing’. Nada nasionalisme Dalai Lama merupakan racun besar bagi kaum globalis NWO, karena itu tidak menyiarkannya. Tetapi biarpun MSM tidak memuat berita ini, seluruh dunia tahu juga dari berita-berita media independen internet. Itulah bagusnya dan itulah duri besar dalam sepatu bagi neolib/NWO. Tidak heran juga kalau Trump bilang bahwa MSM ini adalah ‘the enemy of american people’, karena sering bikin fake news dan hoaks menghadapi presiden nasionalis Trump.

    “Hanya dengan menciptakan kekacauan saja mereka bisa merebut kekuasaan.” kata EK melanjutkan. Ini juga adalah pernyataan yang ilmiah. Politik MENGACAU dan MEMECAH BELAH. Selama 170 tahun pecah belah dan mengacau, telah banyak hasilnya bagi kelompok divide and conquer ini. Duit mengalir ke pundi-pundi mereka sangat banyak. Korban kematian manusia sangat banyak juga, cukup melihat perang dunia 1 dan 2. Dengan membungakan duitnya ke kedua belah pihak untuk membiayai perang masing-masing dan bunga untuk pinjaman pembangunan setelah perang juga ke kedua belah pihak . . . uh . . . bukan main aliran duit masuk. Kita masih ingat (bagi yang pernah baca) bagaimana bankir Inggris membiayai pasukan pemerintah inggris dan bankir Perancis membiayai pasukan Napoleon, dimana bankir kedua negara itu adalah kakak adik dari bankir yang sama. Dan informasi ini semua tidak pernah keluar sebelum era internet, era media independen. Sekarang sudah bisa dibaca semua dan indahnya ialah bahwa semakin banyak dari pihak publik yang sudah paham terutama dari segi ‘mind control’ itu. Jadi dengan menciptakan kekacauan itu adalah jalan penting merebut kekuasaan tetapi juga merebut duit bangsa-bangsa dunia.

    Bagi kita tentu sudah gampang dimengerti ‘kekacauan’ 1965, dimana duit dan kekuasaan pindah tangan. Triliunan dolar SDA Indonesia dikeruk diangkut keluar negeri dan kekuasaan boneka Soeharto jadi mandat utama perampokan SDA ini. Enak sekali bukan?

    MUG

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.