Kolom Eko Kuntadhi: BELAJAR DARI UMAT ISLAM DI BATAM

Neno Warisman ditolak kehadirannya di Batam. Masyarakat Batam menolak Neno yang hendak menghadiri acara Tabligh Akbar sambil meneriakkan pesan politik yang kental. Mereka tidak mau kotanya dicemari dengan usaha pecah belah. Tentu saja Neno bisa berkilah bahwa ini semacam usaha intimidasi terhadap dirinya. Biasanya ditambah dengan embel-embel memberangus aspirasi politik umat Islam.

Ujung-ujungnya memelintir isu ini sebagai penghadangan acara Tabligh Akbar. Membenturkan sesama umat Islam.




Padahal yang menolak Neno juga umat Islam Batam. MUI Batam sendiri juga menolak kegiatan kegamaan yang ditempeli kepentingan politik seperti acara yang akan dihadiri Neno.

Kenapa masyarakat Batam menolak?

Simpel. Orang Batam bukannya sekumpulan mahluk tolol yang gampang dimanipulasi. Tujuan Neno datang ke Batam jelas politis. Agama cuma dijadikan kedok. Neno berusaha menunggangi acara Tabligh Akbar untuk mengkampanyekan seruan politis.

Padahal, acara Tabligh Akbar semestinya bertujuan dakwah. Memberi nasihat yang baik dan mecegah kemungkaran. Bukan menjegal atau memenangkan seseorang dari pertarungan politik. Panggung Tabligh Akbar yang disulap menjadi panggung politik sama saja dengan melecehkan makna dakwah.

Sebetulnya masyarajat sudah muak dengan gaya Neno dan gerombolan PKS yang sering memanipulasi dakwah untuk tujuan politik. Mereka menggunakan agama cuma sebagai tameng untuk menyerang siapa saja yang tidak disukainya. PKS sendiri mengakui terus terang bahwa mereka memang terbiasa menggunakan isu agama untuk memojokkan lawan politiknya. Padahal lawan politiknya sama-sama muslim.




Presiden PKS Sohibul Iman bahkan mengancam Prabowo, jika tidak mau nurut dengan kemauan PKS maka isu agama juga akan menimpa penguasa Hambalang itu. Artinya, Prabowo selama ini selamat tidak diutak-atik masalah agamanya karena berdekatan dengan PKS. Kalau kepentingan PKS tidak diakomodir Prabowo, jangan salahkan jika seruan Prabowo tidak islami akan menggema.

Jadi, bagi PKS orang disematkan Islami bila mau mengikuti keinginannya. Dan, jadi ‘kafir’ bila menolak kemauannya. Agama cuma dijadikan senjata untuk menikam orang. Bukan sebagai jalan kehidupan.

Soal agama yang bakal dijadikan dagangan politik juga kita rasakan di acara Ijtimak Ulama kemarin. Acaranya membahas Capres dan Cawapres. Semua tokoh politik oposisi tumplek bersama orang-orang berbaju koko putih. Banyak ulama dan ustad yang hadir. Diantaranya KH Sugik Nur, Almukarom Ustad H. Tommy Soeharto, atau Habib Fuad Bawazier. Mereka berkumpul bersama KH Prabowo Subianto, Ustad Anies Baswedan, dan politisi lainnya.

Prabowo sendiri memberikan sambutannya pada acara Ijtimak Ulama tersebut. Mungkin karena PKS, seperti kata Sohibul Iman, masih merasa teman. Jika bukan teman PKS, mana bisa seseorang yang nilai keislamannya diragukan bicara di depan forum ulama.

Artinya, pada Pilpres ini, umat Islam harus mengalami lagi agamanya dijadikan permainan para politisi. Mereka akan dibetot-betot, dijedat-jedot, untuk menggapai kekuasaan. Jangan kaget jika nanti juga keluar fatwa-fatwa agama untuk memilih si A, menolak si B.

Kenapa orang-orang ini selalu membawa-bawa agama dalam berpolitik? Karena tidak punya prestasi apa-apa yang bisa dijual. Jadi mereka menyeret-nyeret Tuhan dalam kampanye. Nama ulama dan Tabligh Akbar sudah menjadi semacam idiom politik. Masjid dan mimbar dakwah telah dikotori kesuciannya. Umat Islam cuma dianggap sapi bodoh yang dicucuk hidungnya.

Untung umat Islam Batam sadar, mereka tidak mau agamanya dimanipulasi para politisi. Makanya mereka menolak Neno Warisman menunggapi panggung Tabligh Akbar di sana.

Tapi apakah umat Islam di Indonesia secerdas saudaranya di Batam?

Mbuh…




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.