Kolom Eko Kuntadhi: FIFA DAN CALON TUAN RUMAH U-20

Pembukaan konstitusi kita menyebutkan dengan jelas: Dan penjajahan di atas muka bumi harus dihapuskan karena bertentangan dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Konstitusi adalah alasan dasar kenapa kita bernegara.

Karena itu, sejak Indonesia berdiri sampai sekarang sikap pemerintah selalu jelas dalam kasus Israel dan Palestina.

Indonesia menentang penjajahan atau pendudukan Israel di wilayah Palestina. Soekarno lebih memilih mundur dari pra kualifikasi piala dunia pada 1957. Atau tidak memberikan visa ke atlet Israel pada Asian Games 1962. Resikonya: Indonesia harus membayar sejumlah denda.

Sikap itu diteruskan sampai sekarang. Sebab menyuarakan konstitusi adalah kewajiban setiap pemerintahan. Siapapun pemimpinnya.

Ketika kita diminta jadi tuan rumah U20, pemerintah mengajukan sejumlah syarat untuk Timnas Israel. Begitu yang disampaikan pejabat Kemenpora (Muhajir Efendi). Tapi syarat itu rupanya tidak disetujui FIFA. Atau pembicaraan belum ada titik temu.

Wajar. Pemerintah memang harus berpegang pada konstitusi. Posisi politik LN kita berkenaan dengan isu Israel-Palestina sangat jelas: Indonesia menentang keras pendudukan Israel di seluruh wilayah Palestina.

Penentangan itu harus tercermin ke semua lini kebijakan. Begitupun saat ada kontingen resmi Israel yang mau masuk Indonesia. Perlu ada klausul khusus. Secara kita gak punya hubungan diplomatik dengan Israel.

Tapi FIFA gak mau memahami posisi kita. Gak mau membuka pembicaraan positif untuk isu ini. Itulah yang terjadi per hari ini.

Lalu ada informasi, lokasi pertandingan akan dipindahkan ke Peru. Lha, Peru sekarang masih mencekam karena krisis politik sejak mantan Presiden Pedro Castillo ditangkap oleh lawan politiknya.

Kerusuhan pecah di berbagai kota di Peru. Memakan banyak korban jiwa. Jika bicara keamanan Indonesia jauh lebih aman dibanding Peru hari ini.

Gimana kalau Argentina? Kayaknya kemungkinan kecil juga. Argentina masih masuk krisis ekonomi. Negeri itu sedang berjuang keluar dari krisis. Entahlah, apa sanggup memikul beban sebagai tuan rumah secara mendadak.

Pemerintah Indonesia memang kudu bertemu lagi dengan FIFA. Setidaknya mendiskusikan bagaimana pagelaran tetap bisa dilangsungkan di sini, tanpa kita harus mencoret sikap politik LN kita.

Sebab ini bukan hanya soal balbalan. Soal tendang dan mendrible bola. Juga soal berkibarnya bendera setiap negara peserta di ajang tersebut. Dinyanyikannya lagu kebangsaan. Dan simbol-simbol kenegaraan lainnya.

Yang melihat sepak bola hanya sekadar menendang dan menyundul bola mungkin gak sempat menghitung sampai ke situ. Gimana jika bendera Israel berkibar di Indonesia, padahal sampai saat ini Indonesia gak punya hubungan diplomatik dengan Israel?

Rasa-rasanya kita bukan bangsa yang terlalu kecil untuk diabaikan begitu saja oleh FIFA. Iya, Indonesia siap jadi tuan rumah. Tapi kalau kita punya syarat, mestinya didengar juga dong. Bukan diabaikan begitu saja.

Ada orang yang ngotot, biarlah Indonesia mengorbankan prinsip luar negerinya demi balbalan (sepak bola). Toh, ini sekadar menendang bola doang. Olahraga gak ada hubungannya dengan politik.

Kalau hanya sekadar itu, kayaknya gak perlu jadi isu. Tapi gimana soal bendera kebangsaan dan lagu kebangsaan?

Ketika final Piala Dunia dilangsungkan di Qatar. Bukankah Qatar juga melarang semua simbol LGBT dinaikkan di acara tersebut? Dan FIFA yang cenderung permisif pada LGBT harus tunduk dengan syarat Qatar.

Karena Qatar sebuah negara yang punya posisi dan sikap sendiri.

Tapi, bagi pendukung Israel di sini, Indonesia gak boleh punya sikap. Gak boleh mengajukan syarat apa-apa. Harus pasrah bongkokan jika berhadapan dengan Israel. Meskipun sekadar menyatakan konstitusi kita sendiri.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.