Kolom Eko Kuntadhi: JANGAN-JANGAN CARA SHOLAT KITA SELAMA INI SALAH

Namanya Fikri Boreno. Jabatannya pengurus MUI Pusat sebagai Wakil Ketua Pemberdayaan Ekonomi Umat. Fikri kemarin didaulat sebagai Korlap demo di depan gedung Departemen Agama. Ia memprotes Menteri Agama Gus Yaqut.

Fikri datang membela toa.

Sambil memelintir ucapan Menteri Agama. Targetnya untuk menggoreng isu ini menjadi besar dan Gus Yaqut mau di-Ahok-kan.

Sebagai korlap, Fikri menyiapkan pakaian khusus. Ia memakai jubah hijau dengan daleman mirip daster warna putih. Kepalanya dihiasi ubal-ubal putih mirip yang biasa dikenakan Rizieq atau Novel Bamukmin. Hari itu, Fikri ingin terlihat seperti seorang ahli agama kondang.

Menurut informasi, Fikri ini seorang doktor. Di belakang namanya, tersambung titel M. Ag. Maksudnya master bilang agama, bukan master alam gaib.

Dari atas mobil komando, Fikri memimpin peserta demo. Dengan jubah hijau menjumbai ia merasa sedang membela agamanya. Masalahnya kita tidak pernah tahu, Fikri dan teman-temannya yang tumpah ke jalan kemarin sedang membela Islam dari siapa.

Selain menjadi korlap demo kemarin, Fikri adalah orang yang paling getol berteriak khilafah. Baginya khilafah mirip Bodrex, solusi dari seluruh kepeningan bernegara. Wajar saja, ketika pemerintah membubarkan HTI, Fikri termasuk orang yang menentang.

Bukan hanya Fikri yang menentang. Gerombolan pengusung khilafah lain juga sampai saat ini tetap menjalankan misinya. Mereka mau meringkus Indonesia jadi negara agama yang patuh pada pemimpin Hizbut Tahrir.

Selain sebagai pengurus MUI, Fikri juga pernah tercatat sebagai Sekjen sebuah organisasi keagamaan bernama Al-Ittihadiyah.

Jadi siang itu, di jalan raya depan kantor Kementerian Agama, Fikri memimpin segerombolan orang untuk demo. Ia naik di mobil komando, yang bentuknya sering susah dibedakan dengan penjual tahu bulat. Pesertanya terdiri dari segerombolan mantan FPI, segerombolan pemuja khilafah, dan para pengangguran yang menjadikan demo sebagai jenjang karirnya.

Tapi ini adalah demo bela agama. Pakaian mereka yang menjumbai-jumbai adalah packaging yang pas agar orang menyangka mereka mewakili agama.

Pas memasuki waktu sholat, mereka juga ingin show. Orang boleh berlalu lalang. Tapi mereka menggelar sholat di jalan.

Mesjid memang banyak. Mushola juga gak terhingga jumlahnya. Tapi sholat di jalan adalah pertunjukan keimanan yang luar biasa. Mereka seperti berkata ke masyarakat. “Tontonlah, kami sedang bersujud di aspal!”

Seorang imam berjubah putih memandu sholat. Dari atas mobil tahu bulat digoreng dadakan, seorang lelaki lipsing menyambungkan komando imam. Lelaki itu tidak ikut sholat, hanya menerikkan Allahuakbar atau Shamiallah huliman hamidah. Mungkin begitulah cara gerombolan ini berbagi peran.

Ada yang bersujud di aspal. Ada juga yang lipsing dari atas kap mobil.

Sebagai komandan lapangan, Fikri tidak mau ketinggalan show tersebut. Ia adalah pengurus MUI. Ia juga sekjen Al-Ittihadiyah. Ia punya titel M.Ag. Masa gak ikutan sholat jemaah?

Dan dari show itu, akhirnya orang tahu, bagaimana cara Fikri sholat. Dari atas mobil komando, Fikri memberitahukan kepada publik bahwa ia sholat tidak seperti kita. Caranya berbeda sama sekali. Mirip sholat gerhana.

Padahal siang itu, boro-boro ada gerhana. Yang ada hanya pedagang Teh Botol yang nungguin orang kehausan setelah teriak-teriak.

Tapi bagaimanapun cara Fikri sholat, ia adalah pengurus MUI. Majelis Ulama Indonesia. Tempat kumpulan orang-orang yang dekat dengan Tuhan. Sebuah organisasi yang bisa menentukan halal dan haram. Dosa dan pahala. Surga dan neraka.

Fikri memakai jubah hijau. Tidak mungkin sholatnya salah. Tidak mungkin ia tidak mengerti rukun ibadah.

Dengan sholatnya, Fikri hanya ingin menjelaskan. Ia adalah pengurus MUI. Ia tergolong ulama. Ia tidak mungkin salah.

Jika ada gerakan sholatnya yang berbeda siang itu. Mungkin saja sebetulnya selama ini kita yang salah. Wong Fikri adalah pengurus MUI. Mana mungkin bisa salah dalam soal ibadah.

“Mas, jangan-jangan selama ini justru cara sholat kita yang salah?,” kata Abu Kumkum.

Mungkin Kum. Wong, MUI je…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.