Kolom Eko Kuntadhi: JANGAN LUPA — Rizieq Pernah Terang-terangan Mendukung IS

Minggu ini dua kejadian memilukan melanda Indonesia. Aksi gila. Pertama di Makassar oleh sepasang pengantin baru. Kedua baru saja terjadi di Mabes Polri. Pelakunya masih muda. Kelahiran 1995. Yang di Makassar malah baru nikah 6 bulan. Istrinya sedang mengandung 4 bulan ikut tewas dengan tubuh berantakan. Yang di Mabes Polri perempuan juga. Drop out kuliah. Bersimpati pada gerombolan penganjur kekerasan atas nama agama. Mereka mati konyol. Konyol yang sesungguhnya.

Kita tentu bertanya, apa sebenarnya yang mereka lakukan? Apa yang mereka kejar dan perjuangkan?

Pikiran normal kita gak akan sanggup membeda ketidaknormalan cara berpikir mereka. Kita kaget, kok ada orang-orang sebegitu tololnya hingga mengakhiri hidup dengan kesia-siaan?

Jangan menilai mereka dengan pikiran yang normal. Kamu akan pusing sendiri. Kita tidak pernah tahu apa yang bekerja di dalam otaknya sehingga memilih jenis kematian yang penuh kutukan itu.

Kalau dilihat dari pola gerakannya, para pelaku di Makassar dan Mabes Polri adalah simpatisan IS. Ada beda besar antara gaya teror ala Alqaedah dengan eros ala IS. Teror gaya Alqaedah biasanya dilakukan dengan perencanaan lebih matang. Pelakunya lelaki dewasa. Sebab kabarnya Alqaedah punya doktrin, jihad hanya boleh dilakukan oleh lekaki yang sudah akil baligh.

Karena dilakukan dengan perencanaan lebih matang, teror ala Alqaedah menyebabkan korban jiwa besar. Butuh dana besar. Dilakukan oleh kelompok besar. Bom Bali atau bom Marriot, adalah contoh kerjaan kelompok ini. Sementara teror ala IS lebih beringas dan serampangan.

Pelakunya tidak disyaratkan. Bahkan perempuan dan anak kecil bisa dilibatkan. Ingat kasus Surabaya yang melibatkan satu keluarga? Teror gaya IS gak pake otak. Yang penting beringas. Yang penting nyerang. Yang penting mati. Sebab kematian itulah yang dikejar. Kematian buat dirinya sendiri, syukur-syukur bisa membuat orang lain mati juga.

Teror kelompok IS banyak dilakukan oleh individu atau kelompok kecil. Tanpa perencanaan matang. Yang dibutuhkan hanya nekad. Wong tujuannya memang cari mati. Korbannya gak banyak, tapi lebih sering terjadi. Jadi gak usah kaget kalau melihat potongan video yang merekam ulah perempuan teroris di Mabes Polri kemarin. Ia bergerak sendiri. Menyerang markas polisi. Lalu mati tertembak.

Gampang ditebak ke mana afiliasi kelompoknya. Sebab tujuannya memang mau mati dengan cara yang konyol. Mungkin dia meyakini Tuhan menyukai kekonyolan. Semakin konyol, semakin diridhoi. Anak-anak muda ini tidak begitu saja jadi algojo. Saya yakin mereka melalui serangkaian panjang proses bathin hingga akhirnya bisa seperti itu.

Mereka dicekoki oleh ajaran kebencian. Kepada mereka ditumbuhkan persepsi bahwa Islam sedang didzalimi. Bahwa ada ulama yang dikriminalisasi. Bahwa agamanya yang dinistakan. Persepsi merasa tertindas itu penting untuk menciptakan elan memberontak. Elan melawan. Dan akhirnya ikhlas menjadi pelaku terorisme.

Padahal itu semua bohong. Mana ada Islam didzalimi, jika masjid ada di setiap pengkolan. Jika kita punya Kantor Urusan Agama sendiri. Jika beribadah begitu mudahnya.

Jika kebetulan Rizieq ditangkap polisi, itu bukan karena dia ulama. Tapi karena dia melanggar UU. Mau ulama atau ubaru, kalau melanggar UU ya, wajib ditangkap. Jika Bahar Smith dipenjara. Itu bukan karena dia suka ceramah agama. Tapi karena menganiaya anak kecil.

Jadi Rizieq atau Bahar Smith ditangkap bukan karena dia tokoh agama. Bukan karena mereka ke mana-mana pakai surban atau gamis. Tapi karena mereka terindikasi kriminal. Atau melanggar aturan. Makanya istilah kriminalisasi ulama itu hanya cara saja untuk membangkitkan perasaan teraniaya.

Agar ada sebagian umat Islam yang isi otaknya sudah tercuci mau membelanya seolah sedang membela agama. Padahal hanya kasus kriminal atau pelanggaran UU biasa. Ketika Rizieq berulah di pengadilan online beberapa waktu lalu, saya sempat membuat sebuah video di Channel Cokro TV. Ditayangkan hari Selasa pekan lalu.

Dalam video berjudul Rizieq The Barbarians, saya kok merasa ulah Rizieq di pengadilan saat itu seperti semacam seruan pada para pengikutnya untuk beraksi. Saya mengistilahkan ulah Rizeq di persidangan seperti memanggil kelompok-kelompok barbar yang ada di Indonesia untuk melancarkan serangan.

Ternyata gak salah juga perkiraan saya minggu lalu. Setelah tragedi Makassar, polisi menangkap para pengikut Rizieq yang hendak menyiapkan serangan ke berbagai titik. Mereka telah mempersiapkan diri dengan bahan peledak berdaya ledak dasyat. Para begundal itu ditangkap di Bekasi dan Condet.

Jika ditelusuri lagi, pelaku pria di Makassar adalah aktifis FPI yang pada 2015 ikut berbaiat pada IS bersama Munarman. Di Makassar sendiri pada Januari 2021 ditangkap 24 teroris yang 18 diantaranya adalah anggota FPI. Jangan lupa juga. Rizieq pernah secara terang-terangan memuji IS. Jangan lupa juga sebagian anggota FPI ikut berbaiat pada IS.

“Mas, Aa Gym gak jadi cerai sama Teh Nini, ya?” tetiba Abu Kumkum bertanya.

Ini anak. Gue ngomong apa. Dia mikirnya kok, ke sana sih…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.