Kolom Eko Kuntadhi: JENDRAL KARDUS, JENDRAL BAPER DAN ISI KARDUS

Andi Arief berang karena AHY gak digandeng oleh Prabowo jadi Cawapres. Dalam cuitannya, dia menuding Sandiaga Uno telah membayar PKS dan PAN masing-masing Rp 500 milyar, agar merestui dirinya maju mendampingi Prabowo. Sandi sendiri sudah meminta surat keterangan tidak pailit, sebagai salah satu syarat jadi Capres atau Cawapres. Selain Sandi, Prabowo dan Jokowi juga sudah mengajukan permohonan yang sama.

Bagaimana dengan ijin Presiden bagi pejabat daerah yang berniat maju sebagai Capres atau Cawapres? Gak perlu. Kabarnya siang ini Sandi akan mengajukan surat pengunduran diri. Jadi, ketika mendaftar, status dia bukan sebagai Wagub DKI Jakarta.

Kehadiran Sandi, otomatis menendang AHY yang kemarin digadang-gadang mendampingi Prabowo. Itulah yang membuat Andi Arief berang. Dia menuding Prabowo dengan sebutan Jenderal Kardus. Kita tentu sedih. Bagaimana nasib ratusan juta rakyat, seperti gampang dipermainkan oleh para elit ini. Mereka meramaikan media dengan perilakunya. Mentang-mentang punya kuasa dan punya duit, mereka seperti kaum yang merasa punya hak menentukan masa depan bangsa ini. Rakyat cuma jadi penonton segala keriuhan.

Demi masa depan bangsa ini, apa yang dutuduhkan Andi Arief tentu bukan masalah sepele. UU melarang segala bentuk transaksi politik. Jika terbukti, KPU bisa menganulir calon dari partai yang menerima dan memberi mahar. Karena itu, rasanya, isu ini tidak bisa dibiarkan berlalu begitu saja. Seperti kasus La Nyala di Jatim kemarin. Harus ada upaya hukum serius untuk membongkarnya. Soalnya, rakyat butuh kepastian bahwa untuk memimpin bangsa ini tidak ditentukan oleh jual beli para elit.

Hanya ada 2 kemungkinan. Pertama, Andi Arief berbohong dan memfitnah. Tentu harus ada konsekuensi hukum baginya jika hal tersebut yang dicetuskan. Ke dua, Sandiaga dan Parpol-parpol memang menjalankan apa yang dituduhkan Andi Arief. Jika ini benar, betapa memuakkan perilaku mereka. Duit Rp 500 M yang katanya hanya uang muka itu, ditukar dengan masa depan ratusan juta rakyat Indonesia.

Yang kasian memang SBY dan keluarganya. Betapa sakitnya ditikam dari belakang oleh Prabowo dan Sandiaga Uno. Betapa pedihnya jika komitmen para jenderal ini hanya dinilai seharga Rp 500 M. Sebuah komitmen 2 jenderal yang menyerah dengan isi kardus. Bagi SBY, kejadian ini seperti ditempelkan upil di wajahnya. Mungkin inilah saatnya keruntuhan dinasti Cikeas.

Mungkin SBY lupa, politik jaman ini sudah berbeda dengan masa lalu, tidak bisa lagi mengandalkan rasa kasian. Tapi juga gak mungkin hanya menjual diri sebagai mantan Presiden, untuk memasarkan anaknya. Politik jaman ini harus lebih kreatif dari sekadar curhat. Sandi lebih taktis langkahnya. Langsung: Nyoh, nyoh, nyoh… Kelar.

Jadi ingat kisah yang dipaparkan Hermawan Sulistiyo, beberapa waktu lalu. Menurutnya, saat sama-sama menjalani pendidikan Akabri, Prabowo pernah memukuli SBY sampai babak belur. Dan SBY tidak berani melawan. Kini kejadian itu terjadi lagi. Entah. Apakah SBY akan tetap tidak melawan atau memilih curhat via Sosmed?

Yuk, kita pantengin layar HP. Pasti banyak kata-kata menyayat hati yang bakal terlontar.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.