Kolom Eko Kuntadhi: JIS DI BAWAH STANDAR

Mungkin karena gak banyak prestasi, jika ada satu-dua gedung yang berhasil dibangun oleh Anies. Seluruh energi pendukung habis untuk melakukan puja-puji. Jakarta International Stadium (JIS) adalah salah satunya. Lapangan ini selesai pembangunan pada masa Anies Baswedan.

Sebelumnya bernama lapangan BMW.

Sejak jaman Fauzi Bowo, kasus tanah di sana sengketa terus. Mau dibangun tetapi masalah lahan belum kelar. Saat Jokowi jadi Gubernur, sengketa itu diusahakan selesai. Sampai pada masa Ahok, sebagian besar kasus lahan yang melilit bisa dituntaskan.

Lalu datang Anies. Ia tinggal bangun. Tapi DKI gak punya duit. Kebetulan Pemerintah Pusat punya budget dana PEN sebagai kompensasi pandemi. Maka, 75% duit buat bangun JIS dapat dari Pemerintah Pusat.

Asyik kan? Asyik dong. Soal tanah sudah beres. Soal duit sudah beres. Tingg bangun aja. Panggil kontraktor.

Sama kayak kita kalau mau bangun rumah. Tanah kosong sudah ada. Duitnya disediain Ortu Kontraktor tinggal panggil, wong duit ada. Terus masalahnya di mana?

Kalau lu akhirnya berhasil punya rumah sendiri, ya gak usah bangga. Wong semuanya sudah ada. Itu bukan prestasi. Yang berprestasi itu emak-bapak lu.

Masalahnya adalah di ide. Rencananya mau bangun rumah gaya klasik. Yang nyaman. Toiletnya bagus. Parkiran luas.

Sekalinya jadi rumah cuma tampilan luarnya aja yang bagus. Tapi tolietnya jongkok. Pompanya Dragon. Parkiran gak bisa mundur. Dengan kata lain, toiletnya gak sesuai standar ngeden nasional. Dan suasana di rumah itu banyak nyamuk.

Begitulah JIS. Katanya ini stadion. Tapi beberapa konsepnya tidak sesuai dengan standar FIFA. Mungkin bisa buat pertandingan Tarkam, memperebutkan piala Gubernur. Pertandingan bola antara Kampung Blencong dan Kampung Sawah. Tapi untuk pertandingan internasional, tunggu dulu. Masih jauh dari harapan.

Wajar jika PSSI ogah menggelar pertandingan di situ. Banyak catatan. Bus gak bisa masuk ke stadion. Jadi para pemain harus turun agak jauh, lalu mereka jalan kaki. Kayak penganten diarak.

Bayangin kalau supporter kita kayak Hooligan. Keselamatan pemain pasti jadi taruhan.

Bukan hanya itu. Luas parkiran tidak memadai. Stadion dengan kapasitas 80 ribu, hanya bisa menampung 800 mobil? Jadi 100 orang dihitung satu mobil.

Walhasil, JIS tidak lolos sesuai standar FIFA.

Dan pendukung Anies bingung. Bayangin satu-satunya prestasi junjungannya, malah gak diakui kelayakannya. Stadion dengan biaya mahal tidak bisa digunakan untuk pertandingan internasional.

Betapa sakitnya perasaan-perasaan itu. Seperti diiris-iris tipis lalu ditumis.

Memang sih, hasil kerja kita menunjukan kelas kita. Kalau seleranya kampung. Membangun sesuatu yang diniatin mewah, tetap saja jadinya kampungan. Kalau kelasnya Tarkam gak usah mimpi datangin Barca atau Real Madrid. Nanti Pemainnya pada mules sakit perut.

“Mas, meski JIS tidak sesuai standar FIFA, tapi kan sudah sesuai standar MUI, ” ujar Abu Kumkum.

Mungkin cocoknya jadi tempat ibadah khusus luar ruang. Atau arena reuni laskar.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.