Kolom Eko Kuntadhi: KALIJODO REBORN

Cobalah main ke RPTRA Kalijodo sekarang. Suasana makin ramai. Saban sore anak-anak berkumpul menikmati berbagai kegiatan. Lokasi yang sekarang jadi taman bermain itu adalah bekas komplek pelacuran Kalijodo yang terkenal sejak jaman rekiplik.

Kalijodo sendiri pernah dilukiskan dalam Novel Cau Bau Kan, karya Remy Silado. Dalam bahasa Hokian, Cau Bau Kan artinya perempuan. Hanya saja pada jaman Belanda makna Cau Bau Kan diartikan sebagai perempuan simpanan. Orang Jakarta lalu menyebutnya Cabo.

Dulu, sering ada pesta air (Peh Cun) yang diselenggarakan di Kali Angke. Anak-anak muda berdatangan untuk merayakannya. Mereka naik perahu, saling melempar kue terigu berisi kacang ijo. Nah, dari pesta anak-anak muda itulah, mereka bertinteraksi sambil mencari pasangan. Maka, lokasi sungai tempat Peh Cun (pesta air) itu dikenal sebagai Kalijodo.

Lama kelamaan Kalijodo bergeser menjadi kompleks pelacuran. Orang tidak mencari jodoh untuk sehidup semati, tetapi cukup ‘jodoh’ untuk semalam. Bahkan cukup untuk sejam-dua jam. Di Jakarta, Kalijodo boleh jadi adalah kompleks pelacuran tertua dan terbesar.

Lalu, datanglah Ahok. Komplek pelacuran, lokasi judi, bar-bar remang-remang yang tidak berijin itu digusur. Lokasi maksiat disulap. Di atasnya dibangun RPTRA dengan desain yang bagus. Maka, sempat pada suatu masa, nama Kalijodo memiliki makna positif.

Tapi, mungkin saja, nasib Kalijodo sudah digariskan kelam sejak lama. Setelah Pilkada dan Ahok-Djarot dikalahkan dengan isu agama, Kalijodo kini mulai menampakkan wajah lamanya. Kini di seberang RPTRA mulai berdiri bedeng-bedeng lokalisasi baru. Lokasinya persis di bawah jalan layang tol Pluit-Tomang.




Anies sendiri sempat pidato di RPTRA itu yang mengecam penggusuran Kalijodo. Di akhir kampanyenya, dia menjanjikan tidak akan menggusur Kaljodo.

Kita tidak tahu, apakah kembali berdirinya cafe remang-remang yang mengeluarkan suara jedag-jedug ini sebagai respon nakal dari pidato kampanye Anies kemarin?

Rasanya agak berlebihan juga jika kita berkesimpulan demikian. Tapi yang pasti, pada salah satu kampanye Anies-Sandi, Daeng Azis sebagai penguasa Kalijodo lama terlihat hadir di sana.

Yang menarik, seperti ditulis www.mediaindonesia.com, meski pada bulan Ramadhan kegiatan di lokalisasi baru itu tidak sepi.

“Di sini tetap ramai, mas. Malam Minggu lalu saja, baru pukul 23.00, saya sudah layani lima tamu,” kata Ln, seorang pekerja seks komersial.

Menurut Ln bos pemilik cafe tempatnya bekerja adalah orang yang sama dengan pemilik cafe di lokasi lama. Artinya, orang-orang yang sama yang digusur Ahok dulu, kini mendapatkan angin baru. Memang sih, Gubernur baru belum dilantik. Sementara Gubernur lama yang berhasil menghapus lokasilasi dan komplek kebejatan di Jakarta itu dipaksa jadi pesakitan.

Di sisi lain, para alumni 212 dan para pembela agama masih berada dalam eforia kemenangan. Sekarang mereka malah sedang sibuk membangun mini market dan jualan minyak goreng. Soal Kalijodo kembali jadi daerah hitam, siapa yang peduli?

Kini di RPTRA Kalijodo suara anak-anak masih terdengar bermain. Ketika lepas senja, dari bedeng cafe Dangdut di seberang RPTRA, lagu Bib Toyib, gubahan Abu Janda Alboliwudi Permadi Heddy Setya, terdengar membahana…

Bib Toyib
Bib Toyib
Kenapa tak pulang pulang?








Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.