Kolom Eko Kuntadhi: MEMANIPULASI ISLAM UNTUK POLITIK

Bagaimana cara menjatuhkan putera-putera pemimpin terbaik di negeri ini? Benturkan dengan umat Islam. Hanya dengan cara itulah kinerja para pemimpin terbaik tertutupi. Yang tinggal hanya wacana absurd yang berputar-putar dengan slogan agama yang kosong.

Bagaimana cara memaksakan kehendak di negeri ini? Gunakan nama Islam. Maka keberingasan apapun bentuknya dan bagaimanapun ngaconya, akan mendapatkan legitimasi seolah sedang membela kepentingan umat.

Kosa kata Islam dan muslim dijadikan tameng sekaligus lokasi persembunyian para petualang politik. Inilah yang terjadi sekarang.

Gerombolan yang menamakan dirinya Muslim Cyber Army (MCA) digulung polisi. Yang memberi identitas muslim pada kelompok itu adalah mereka sendiri. Yang menyebut dirinya MCA, ya kelompoknya juga. Tapi, Fadli dan Fahri menggiring opini bahwa pemerintah sedang menstigma muslim sebagai tukang hoax.







Padahal gerombolan itulah yang menggunakan nama muslim untuk menebar fitnah. Jadi posisinya, Polisi hanya menangkap penebar hoax yang menamakan kelompoknya dengan sebutan ‘muslim’. Yang ditangkap adalah tukang fitnahnya. Kalau mereka menggunakan identitas kelompoknya dengan nama ‘muslim’, mestinya yang dikritisi penggunaan nama ‘muslim’-nya itu. Bukan mengkritisi polisi dan memperhadapkannya dengan umat Islam.

Sama seperti polisi menangkap seorang kader Gerindra yang menjadi bandar Narkoba di Bali. Bukan berarti polisi memusuhi semua kader Gerindra. Atau ketika KPK menangkap anggota DPR yang korupsi, bukan berarti KPK memusuhi DPR. Atau ketika ada kader PKS yang mengartikan ‘juz’ sebagai berapa gepok duit sogokan, dan kata ‘liqo’ sebagai pertemuan untuk menggarong duit rakyat, bukan berarti Islam mengajarkan sogok menyogok.

Apa tujuan penggiringan opini bahwa pemerintah memusuhi umat Islam?

Ya, membenturkan pemerintah dan penegak hukum dengan umat Islam. Agar ego kaum muslim tersentuh lalu timbul kebencian dengan pemerintah. Perbenturan ini sekaligus juga sebagai penekan agar aparat berhati-hati saat menegakkan hukum. Sebab yang digulung polisi adalah kelompok yang beridentitas muslim. Seolah kalau ada kata muslimnya, itu cukup untuk menakut-nakuti siapa saja yang berseberangan.

Logika yang sama ketika polisi menangkap atau menjadikan tersangka seseorang yang kebetulan berprofesi sebagai penceramah agama karena kasus kriminal. Dibuatlah isu ‘kriminalisasi ulama’. Seolah polisi menjadikan mereka tersangka karena identitas keulamaannya.

Padahal orang itu ditangkap atau dijadikan tersangka karena perilaku kriminalnya. Soal kebetulan profesinya tukang ceramah yang ke mana-mana pakai gamis, gak ada hubungannya. Misalnya, Rizieq jadi tersangka karena kasus mesum. Kalaupun profesi Rizieq dagang cendol, dengan perilaku seperti itu, dia juga akan dijadikan tersangka oleh polisi. Jadi gak perlu juga ada slogan ‘Kriminalisasi Tukang Cendol’.

Langkah memperhadapkan pemerintah dengan umat Islam ini akan terus dimainkan. Islam dan kaum muslimin dijadikan tameng oleh para petualang politik. Mereka mengasong nama agama untuk kepentingan perebutan kekuasaan.

Semangat membentur-benturkan ini makin menjadi-jadi digunakan, terutama ketika efektifitasnya sebagai peluru politik sudah dirasakan hasilnya. Pilkada Jakarta adalah labolatorium untuk menguji keberhasilan strategi ini. Seorang kepala daerah berprestasi berhasil dikalahkan dengan membenturkannya dengan sentimen umat Islam.

Analis lalu lintas cuitan di media sosial menjelaskan aktifitas MCA aktif menyerang Ahok sampai babak belur. Melalui merekalah opini Ahok menistakan agama dibangun sedemikian rupa dan membesar.

Sebagai bagian dari umat Islam Indonesia, kita pantas tersinggung dengan perilaku mereka. Sebab orang-orang ini sering menjadikan Islam sebagai kedok menutupi keculasannya. Islam dirusak oleh perilaku mereka. Kelakuan mereka sama saja dengan ISIS (Islamic State) yang juga menggunakan nama Islam pada kelompoknya, padahal perilaku mereka biadab.




Inilah akibat agama yang sering dibetot-betot ke dunia politik. Kesakralan agama dirusak oleh para begundal. Lucunya stempel agama yang digunakan selain untuk menyembunyikan diri, juga membuat pelakunya tidak merasa bersalah. Padahal ajaran agama yang mana yang melegalkan pembantaian, menyebar kebohongan atau mesum di kandang kambing.

Jika ditilik, MCA mulai bergerak pasca seruan Rizieq dan penceramah pembenci pemerintah lainnya, agar pengikutnya menjadikan HP sebagai sarana ‘perjuangan’. Ujung-ujungnya mereka menggunakan HP sebagai sarana penyebar fitnah dan berita bohong.

Bagaimana kita melawan semua ini?

“Melawannya dengan gunakan HP juga mas,” ujar Bambang Kusnadi.

“Gunakan HP untuk perang opini, Mbang?”

“Bukan, mas. Buat nimpuk. Masa dia doang yang bisa nimpuk pakai HP.”

VIDEO: Lagu pop legendaris Suku Karo dinyanyikan oleh Ratna Sitepu (Karo Hilir) diiringi keyboard, suling, dan kulcapi.










Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.