Kolom Eko Kuntadhi: POSTER YANG AKAN MENSYURIAHKAN INDONESIA

Poster di bawah ini saya dapat dari akunnya Mbak Dina Sulaeman, pengamat Timur Tengah yang gak pernah lelah memberi pencerahan pada publik. Isi posternya ajakan kepada kaum gerombolan haus darah di luar negeri untuk masuk ke Poso.

Mereka menyerukan jihad. Jihad untuk apa?

Kemarin, baru saja di Poso segerombolan orang secara terang-terangan menurunkan Bendera Merah Putih. Lalu mengerek bendera hitam. Sepertinya, pelaku sengaja memancing keresahan. “Ini Poso,” kata mereka menyombongkan diri. Maksudnya, ini Poso, dimana Merah-Putih tidak berlaku.




Ketika bencana terjadi, kerusuhan dan penjarahan banyak terjadi di Palu. Pelakunya bukan warga Palu. Ada yang mengira itu adalah kriminal murni. Tapi, ada juga yang beraggapan itu bagian dari setting. Targetnya menciptakan instabilitas di sana. Lalu aparat sibuk. Masuklah mereka dengan mudah.

Palu dan Poso itu berjarak hanya selemparan batu.

Saya pernah menuliskan. Sehari setelah bencana menimpa Palu dan Donggala, tim dari Turki diberitakan sudah mendarat di Soetta, berniat masuk ke Palu. Mereka dari sebuah LSM bernama IHH.

Kita tahu, IHH ini adalah LSM yang juga memiliki peran besar di Syuriah. Selain mendistribusikan makanan, mereka juga kabarnya membantu memasukkan senjata untuk para pemberontak dan teroris Syuriah. Melalui IHH inilah Erdogan membantu para penentang Asaad.

Bagi publik Indonesia, nama IHH tampaknya gak asing. Sumbangan yang dikumpulkan dari rakyat Indonesia dengan tagar #SaveAleppo juga didistribusikan ke Syuriah melalui jalur IHH.




Sialnya, ketika pasukan Pemerintah Syuriah berhasil mengusir gerombolan teroris dari Aleppo, justru ditemukan bantuan asal Indonesia di markas-markas teroris. Artinya, selama ini sumbangan dari rakyat Indonesia disalurkan untuk memperkuat teroris yang membunuhi Warga Syuriah. Bukan untuk Rakyat Aleppo.

Saya gak tahu, tapi mungkin ancaman ini yang membuat pemerintah membatalkan menetapkan bencana Palu dan Donggala sebagai bencana nasional. Sebab, ditenggarai bisa jadi pintu masuk gerombolan pengacau berkedok kemanusiaan.

Bahkan kabarnya BNPB juga sudah meminta seluruh relawan asing yang ada di Poso dan Donggala untuk angkat kaki. Kita gak tahu apa pertimbangannya. Tapi unsur keamanan saya rasa menjadi pertimbangan utama.

Jika seruan poster ini benar, soal isu pemberangusan bendera HTI, bukan cuma sekadar mau ditarik kepada Pilpres. Kalau cuma itu mungkin tidak terlalu mengkhawatirkan. Paling kita cuma memaki-maki gerombolan elit Indonesia yang menyeret bangsa ini ke perpecahan.

Tapi, yang paling menyeramkan, di dunia isu itu telah direbus menjadi ajakan jihad untuk memasuki Poso. Strategi viralkan pengerekan bendera hitam di gedung DPRD Poso bisa dilihat bagian dari skenario ini.




Jadi, ini memang bukan sekadar soal bendera. Indonesia sudah direncanakan lama mau dibuat seperti Syuriah. Sebagian rakyat berusaha sekuat tenaga mencegahnya. Sebagian lain, malah sorak-sorai menyambut suasana seperti itu.

Padahal orang-orang yang sorak sorai sekarang ini sambil memaki Banser juga adalah mereka yang keluarganya akan kena akibat jika negeri ini berantakan. Mereka gak sadar sedang membocorkan perahu yang sedang ditumpanginya sendiri.

Momen Pilpres kali ini semacam penegasan, apakah gerombolan seperti itu akan berkuasa di Indonesia. Atau mereka bisa dikalahkan. Saya, sih, tidak rela memberi angin kepada siapa saja yang berdekatan dengan mereka until berkuasa.

Kita wajib terus memoerjuangkan ideologi kaum gerombolan itu dihabisi sampai ke akar-akarnya. Politik memang memungkinkan negosiasi. Tapi terhadap gerombolan srigala berbulu botak, sebaiknya gak ada negosiasi.

Sebab, Pilpres hanya 5 tahun sekali. Sementara masa depan Indonesia jauh lebih penting.




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.