Kolom Eko Kuntadhi: SELAMAT ULANG TAHUN, PAK AHOK!

Dear Pak Ahok,

 

Bagaimanakah rasanya pagi ini? Ketika matahari terbit, dan Tuhan membangunkanmu dari tidur. Tapi mungkin Anda tidak sempat menikmati terbitnya matahari. Ketika bangun tidur setiap pagi yang ada di sekelilingmu hanya tembok kaku dan jeruji besi.

Kami percaya, tembok penjara itu tidak meruntuhkan mentalmu. Tembok itu hanya membatasi badanmu. Fikiran dan jiwamu bisa terus mengembara menyempurnakan dirinya. Sementara ada banyak orang lain, yang badannya bebas tapi jiwanya justru terpenjara.

Mereka terpenjara oleh kegandrungan pada kekuasaan. Mereka terpenjara oleh simbol-simbol agama dan kebencian kepada siapa saja yang berbeda, yang semakin lama justru jadi merusak agamanya sendiri. Mereka terpenjara oleh ketakutan dan kekerdilan dirinya. Bahkan kini mereka ingin memenjarakan seluruh negeri ini dengan rasa dengkinya tersebut.




Pak Ahok, betapa absurd kehidupan. Betapa aneh dunia memperlakukanmu.

Sejak dulu kami mencari pejabat yang hatinya tertambat kepada rakyat. Yang fikirannya sehat dan tidak tamak. Yang mentalnya anti korupsi. Yang bersedia mendengarkan keluhan orang-orang kecil. Kami merindukan pejabat yang bisa ditemui siapa saja tanpa ketakutan dihardik tim protokoler.

Kami menemukan sosok itu pada dirimu. Jakarta seperti mendapatkan durian runtuh, ketika Jokowi-Ahok memenangkan Pilkada Jakarta. Anda berdua memiliki visi besar untuk kemakmuran rakyat. Anda berdua secara keras menjaga duit rakyat agar tidak digarong para pencoleng bersafari.

Kehadiranmu seperti membelalakkan mata kami, bahwa sebenarnya negeri ini amat kaya. Jika dipergunakan dengan baik, kekuasaan bisa memakmurkan rakyat Jelata.

Tapi, dengan gaya kepemimpinanmu para politisi dan penjaja agama itu merasa rezekinya mampat. Mereka menggunakan slogan agama untuk menjegal langkahmu. Padahal setiap agama selalu mengapresiasi orang jujur, amanah dan pekerja keras. Agama selalu memuji pemimpin yang berpihak kepada keadilan. Sialnya karena alasan agama yang diplintir, kini jasadmu dikerangkeng.

Mungkin itulah jalanmu. Meski kini hidup dalam jeruji besi, bagaimana mungkin kami melupakanmu. Setiap memandang kali-kali Jakarta yang bersih, kami masih melihat jejakmu ada di sana.

Ketika melihat anak-anak yang dulu tinggal di bantara sungai, kini hidup ceria di rumah susun. Mereka bisa menikmati lingkungan yang lebih beradab, kami tahu di sana ada jejakmu juga. Saat melihat mereka bermain riang di RPTRA, padahal sebelumnya mereka sama sekali tidak punya ruang bermain yang sehat, dari senyum anak-anak itu, kami juga melihat ada senyummu di sana.

Ketika menyaksikan rumah sakit khusus kanker berdiri megah di Lahan Sumber Waras dengan segala fasilitasnya. Yang nantinya bisa dimanfaatkan orang-orang miskin yang keluarganya dirundung kemalangan. Kami ingat ada keringat perjuanganmu di sana.

Jadi, izinkan kami tidak melupakan jasamu. Kami tahu, Anda manusia biasa tidak terlepas dari kesalahan. Wajar saja jika di sana-sini banyak kekuarangan. Tapi, kami harus jujur, sikap Anda yang sangat anti korupsi selalu menjadi oase bagi kami yang sudah muak dengan permainan para politisi di negeri ini. Selalu teringat omonganmu: “Negeri ini membutuhkan pengorbanan. Untuk saat ini cukup tidak korupsi saja, sudah merupakan pengorbanan yang sangat besar untuk Indonesia.”

Pak Ahok, ketika dengan jantan engkau menghadapi kasusmu dengan kepala tegak, kami menyaksikan pelajaran penting yang ingin engkau sampaikan. Kecintaanmu pada bangsa ini jauh melebihi kepentinganmu sendiri. Meskipun pahit dan sakit, seorang warga negara tetap harus menghormati hukum. Sebab, dengan hukum kita masih bisa hidup sebagai manusia beradab.

Lalu, ketika Bu Vero membacakan suratmu sambil beruarai airmata, yang menyatakan Anda tidak akan menempuh jalur banding, hanya karena ingin agar bangsa ini lebih adem, kami tahu keputusan itu diambil semata-mata karena engkau capek dengan semua keributan ini. Sama seperti kami, yang juga capek mendengar slogan-slogan tidak bermutu dari para pengasong agama.

Langkahmu menghormati hukum, justru semakin menguatkan pemerintah bahwa hukum harus ditegakkan kepada siapapun. Anda seperti memberi energi kepada aparat bahwa di Indonesia ini, semestinya tidak ada orang yang boleh hidup di atas hukum. Mau mereka pejabat atau preman berjubah, jika terkena kasus hukum, tetap harus dihadapi.

Kini aparat kepolisian bisa enteng tangannya menyelesaikan semua orang yang terjerat kasus hukum. Sebab mereka tidak akan dituding berat sebelah lagi. Kamu merelakan dirimu dipenjara agar aparat juga bisa membersihkan negeri ini dari orang-orang radikal yang selama ini menjadikan dirimu sebagai tameng dan bahan serangan mereka.

Kita tahu, Anda adalah sahabat Presiden negeri ini. Tetapi saat terkena kasus hukum, Anda sama sekali tidak merengek meminta bantuan kepada sahabat Anda itu untuk ikut campur meringankan beban yang harus Anda pikul. Anda ingin membiarkan Pak Jokowi yang sedang membangun negeri ini tidak terganggu pikirannya. Sementara Anda menghadapi semua dengan jantan. Kami menyaksikan Anda memasuki rumah tahanan dengan kepala tegak.

Tetapi, kami kini melihat adegan yang sangat memuakkan terjadi di hadapan kami. Gerombolan orang yang selama ini memusuhi Pak Jokowi, yang dari mulutnya sering keluar sumpah serapah, kini memelas meminta belas kasihan agar kasus hukumnya dihentikan. Agar Presiden mau melakukan intervensi kekuasaan membebaskan mereka dari jeratan masalah. Kini lidah mereka menjilat-jilat kekuasaan, memungut lagi ludahnya sendiri untuk mencari perlindungan. Mereka ketakutan dengan dinginnya dinding penjara.




Berbeda sekali kualitas mentalmu dengan mereka itu.

Pak Ahok, hari ini adalah hari kelahiranmu. Mungkin tidak ada ucapan surprise seperti tahun-tahun lalu. Anak-anak dan keluargamu mungkin akan datang menjengukmu, mengucapkan selamat ulang tahun, lalu sorenya mereka pulang. Sementara engkau sendiri masih terus menjalani hidup dalam kurungan. Barangkali dengan cara itu, Tuhan ingin menempamu kembal, sehingga proses pencarianmu menemukan makna hakiki kehidupan.

Selamat ulang tahun, Pak Ahok. Terimakasih telah banyak mengajarkan kami, bagaimana caranya mencintai negeri ini dengan hati yang penuh dan senyum yang tak pernah lekang…

Foto header:

Jepretan gambar @stepvaessen koresponden Indonesia untuk media Aljazeera mengabadikan momen bagaimana para pendukung Ahok, terutama perempuan yang berbaris di Balai Kota menitikkan air mata mereka usai dijatuhkannya hukuman bagi Ahok [Selasa 9/5/2017] (Sumber: Louis Fernando).

Video:

Doa dan Tangisan Cynthia Corla Untuk Ahok dan Keluarga

https://www.facebook.com/cynthia.corla/videos/10156123009962519/





Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.