Kolom Eko Kuntadhi: TIDAK ADA CELAH CURANG DI PEMILU (Sirulo TV)

Jadi begini wankawan, Pemilu di Indonesia itu diakui dunia dalam soal fairness, keadilan dan kejujuran. Mekanisme pengaturannya boleh dikatakan telah menutup celah kecurangan. Penyelenggaranya adalah KPU, sebuah lembaga independen di luar pemerintah. Untuk menetapkan komisioner KPU, dipilih oleh DPR. DPR adalah representasi Parpol yang nantinya akan menjadi peserta Pemilu. Komisioner KPU yang terpilih saat ini sebagian atas usulan Gerindra, ada usulan PKS ada juga usulan Demokrat.

Dalam menjalankan aktifitasnya, seluruh elemen dalam Pemilu diawasi Bawaslu. Termasuk KPU. Bawaslu sendiri diawasi lagi oleh sebuah dewan etik.

Dari soal awas mengawasi, bisa dibilang Pemilu ini seperti ruangan yang diisi banyak CCTV. Semua gerak-gerik terpantau.

Bahwa pada prosesnya ada trik untuk menggiring suara dan sebagainya, aturan Pemilu telah memiliki kisi-kisi jelas. Diharamkan money politic. Untuk soal ini sudah ada beberapa Caleg yang masuk bui.

Demikian juga ada pelarangan kampanye di tempat ibadah dan institusi pendidikan. Agar politik tidak dibetot dalam agama maupun dunia pendidikan.

Bagaimana soal proses penghitungan suara? Pemilu kita memakai sistem penghitungan manual berjenjang. Bukan elektrik-elektrikan. Inilah yang menjadi bukti otentik dan bukti hukum. Bukan angka-angka di komputer itu.

https://www.youtube.com/watch?v=ben2gxKlULA

Penghitungannya dimulai dari TPS. Di setiap TPS ada saksi-saksi dari Parpol maupun Capres. Mereka menandatangani formulir C1 yang isinya hasil penghitungan suara detil. Seluruh masyarakat bisa menyaksikan proses penghitungannya. Saksi berhak meminta copy formulir C1. Masyarakat berhak memfoto dokumen itu. Siapa saja bisa akses.

Setelah selesai di level TPS, seluruh dokumen dikumpulkan lagi di kecamatan. Di sana dilakukan pleno berdasarkan hasil hitungan TPS. Jika ada keberatan, dokumen C1 yang dimasalahkan bisa dibuka kembali. Dicocokkan.

Karena dokumen C1 di setiap TPS punya banyak copy, gampang saja dicari titik masalahnya. Apakah salah tulis atau ada kesengajaan. Lalu hasilnya diplenokan sebelum diputuskan. Nah, di Kecamatan itulah keluar rekapitulasi suara se-kecamatan.

Rekapitulasi suara dan seluruh dokumen di kecamatan lalu dibawa ke Kabupaten/Kota. Di sana dilakukan lagi penghitungan hasil seluruh kecamatan. Lalu diplenokan lagi. Saksi semua Capres hadir. Jika ada keberatan bisa mengajukan sanggahan di forum pleno tersebut.

Selanjutnya hasil tersebut dibawa lagi ke tingkat provinsi. Mekanisme perhitungannya dilakukan lagi. Diplenokan lagi. Sebelum keluar hasil suara perprovinsi.

Nah, hasil 34 provinsi ini dibawa dalam perhitungan nasional.

Ingat. Semuanya dilakukan secara manual. Bukan penghitungan elektronik. Jadi isu soal peretasan cuma hisapan jempol. Gak ada susunya sama sekali. Alias kabar bohong.

Lho, bagaimana dengan sistem hitung (situng) KPU, bukankah itu perhitungan elektronik?

Begini, mblo. Situng hanya memberitakan hasil perkembangan hasil hitung manual itu. Artinya, situng cuma alat yang memginformasikan. Agar masyarakat tahu perkembangan. Makanya sistemnya terbuka. Siapa saja bisa mengakses. Cuma orang dungu yang bikin aplikasi screenshot situng. Wong, gak perlu di screenshot juga kita bisa akses kapanpun.

Artinya, situng bukan dasar penghitungan. Jadi kalau ada yang bilang ada kecurangan pada situng, mereka gak ngerti fungsi situng. Atau cuma ngarang saja.

Ok, katakan hasil suara sudah dipituskan oleh KPU. Kemudian masih ada yang ngotot merasa dicurangi. Bagaimana caranya?

Bawa bukti kecurangan itu ke MK. Di sana akan dilakukan penelaahan bukti. Jika masalahnya kesalahan hitung, MK bisa memerintahkan hitung ulang pada lokasi TPS yang dipermasalahkan. Toh, formulir C1 dari tiap TPS, kecamatan, kabupaten dan provinsi masih tersedia. Jadi menghitung ulangnya gak susah.

Bagaimana jika masalahnya adalah kecurangan dalam proses pencoblosan? Jika terbukti, MK bisa memerintahkan pemungutan suara ulang.

Dengan sistem perhitungan manual berjenjang tersebut, boleh dibilang sistem Pemilu di Indonesia merupakan sistem yang paling valid. Semua celah kecurangan ditutup rapat. Semua dokumen terbuka bagi publik.

Lantas kenapa Prabowo masih teriak-teriak curang? Tapi gak mau membawa masalah ke MK?

Wah, kalau itu, kayaknya mereka hanya mau cari rusuh saja. Pertama karena dia yakin kalah, meskipun dibawa ke MK tetap saja jadi pecundang. Makanya dia ngotot gak mau memakai jalur formal. Maunya rusuh. Maunya semua proses Pemilu dihentikan. Lalu dia dilantik jadi Presiden. Enak bener.

Prabowo itu mirip orang main catur. Dia tahu bakalan kalah. Eh, meja caturnya mau diterbalikkan. Bukan cuma membalikkan meja, tapi biji caturnya mau ditelan sekalian. Biar permainan gak bisa diteruskan.

“Cara Prabowo mengacaukan Pemilu benar-benar sistematis, masif, terstruktur, brutal, ribet, norak, dan najong, ya, mas,” ujar Abu Kumkum.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.