Kolom Eko Kuntadhi: YANG BEDA HANYA 1 SYAWAL?

Mau tahu kapan tepatnya Lebaran tahun ini? Jemaah Al-Muhdor, Wates, Tulungagung merayakannya pada hari Rabu 19 April 2023. Kamisnya 20 April 2023, jemaah Naqsabandiyah Sumut dan Tarekat Satariyah Aceh yang merayakan lebaran. Sedangkan jemaah Muhamadiyah menganggap 1 Syawal jatuh pada Jumat 21 April 2023.

Warga Muhamadiyah besok pagi sudah menggelar sholat Ied.

Kalau warga NU, persis berkesimpulan puasanya diteruskan sampai 30 hari. Pendapatnya sama dengan Pemerintah RI, Lebaran jatuh pada Sabtu 22 April 2023.

Adalagi sih, jemaah Aboge, di Purbalingga, Jateng. Mereka lebaran malah hari Minggu 23 April 2023.

Anda tentu bebas mau ikut yang mana. Sebagian orang yang terikat dengan kumpulan keagamaan gak terlalu bingung mengambil keputusan kapan lebaran. Warga NU misalnya, mereka tinggal ikuti keputusan PBNU. Begitupun dengan warga Muhamadiyah.

Yang bingung adalah umat Islam yang secara tradisional tidak terikat dengan organisasi atau tarekat apapun. Mereka seperti gak punya pegangan mau ikut lebaran yang mana dan kapan.

Ada yang berpendapat, kalau lebaran ikut yang duluan aja. Ada juga yang memilih jalur simpel, ikut pemerintah saja. Toh, nanti pemerintah secara resmi akan memutuskan melalui sidang isbat yang digelar.

Memang dalam menentukan kapan waktu 1 Syawal (tanda akhir Ramadhan), sebagian ulama berbeda pendapat dalam cara. Ada yang perlu melihat hilal atau kemunculan bulan. Ada juga menghitung perputaran bulan dengan rumus astronomi, misalnya.

Berbeda dengan tahun Masehi, tahun Hijriyah memang didasarkan pada rotasi bulan. Sementara tahun masehi berpatokan pada rotasi matahari.

Saya sih, gak masalah jika lebaran waktunya berbeda-beda. Asal semua saling toleransi. Saling menghargai. Mau sholat Ied Jumat atau Sabtu ya, terserah saja. Kita harus membiasakan diri bahwa perbedaan seperti itu adalah lumrah. Wong teknik dan cara menentukan kapan pergantian bulannya saja berbeda. Kalau hasilnya beda, wajar saja.

Tapi saya kadang suka mikir. Kenapa kita hanya berbeda ketika menentukan 1 Syawal (Lebaran). Nanti pada saat tahu baru Islam 1 Muharam misalnya, kita gak pernah denger lagi ada beda waktu.

Padahal kan, logikanya kalau 1 Syawal nya beda. Ke sananya akan beda terus dalam penanggalan.

Misalnya bagi warga Muhamadiyah 1 Syawal itu hari Jum’at. Berarti keesokan harinya, Sabtu sudah tanggal 2 Syawal.

Sementara bagi warga NU, 1 Syawal hari Sabtu. Artinya Jumatnya masih 30 Ramadhan. Begitupun seterusnya. Jika demikian, mestinya tahun barunya juga beda waktu. Isra Miraj nya juga beda waktu. Idul Adhanya juga beda waktu, kan?

Kalau nanti 1 Muharamnya sama, lantas ke mana hilangnya waktu selisih?

Alhamdulillah juga sih, kita hanya meributkan perbedaan 1 Syawal. Kita gak pernah meributkan perbedaan 1 Muharam, misalnya. Meskipun justru kalau 1 Muharam gak berbeda waktu, kok terasa ada yang aneh. Kayak ada missing link gitu.

Ini sekadar pertanyaan konyol saja. Cuma jentikan pikiran. Saya bersyukur umat sudah dewasa. Mau lebaran kapanpun, terserah saja. Yang penting ada ketupat dan opor ayam.

“Dan toples nastarnya jangan dikasih isolasi, mas,” ujar Abu Kumkum.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.