Kolom Ganggas Yusmoro: ETIKA DAN ESTETIKA BERPOLITIK

Ketika banyak orang mengaku beragama, bahkan oleh Amin Rais mereka yang tergabung dalam kelompoknya adalah Partai Allah, uwediaann, kan? Partai yang orang-orangnya tentu saja sangat hapal soal ayat-ayat suci, namun, apakah dalam berpolitik mengedepankan nilai Etika dan Estetika?

Ternyata panggang jauh dari api. Ngomong soal agama pinter tapi seperti tong kosong; kalau dipukul klontang-klontang.

Etika adalah soal moral, budi pekerti, perilaku serta nilai kemanusiaan. Estetika adalah soal harmonisasi yang membuat sesuatu jadi indah, termasuk soal politik. Hampir 4 tahun pemerintahan Jokowi, mereka para partai oposisi yang konon lebih dekat dengan surga, PKS yang katanya partai berbasis agama, apakah memberi contoh soal etika dan estetika?

Yang jelas, seperti halnya ustadz Tengku, Tifatul Sembiring, Facri Hamzah, Fadli Zonk serta kader-kader Partai Sapi yang bahkan telah menjustifikasi ulama NU ketika berkunjung ke Israel, dan mereka selalu membuat hingar bingar. Selalu memperkeruh suasana yang intinya memprovokasi orang-orang agar membenci sosok Jokowi. Mereka bahkan dengan arogan membuat Tagar Ganti Presiden yang tentu saja membuat kegaduhan dan kegaduhan.

Apakah hal itu merupakan sebuah tuntunan dari agama? Sering dikatakan bahwa Jokowi tidak pro umat. Padahal secara kasat mata Jokowi sering berkunjung ke pesantren-pesantren, bercanda dengan para santri.

Klimaks dari kegaduhan politik di Indonesia, ketika menjelang masa berakhirnya pendaftaran kandidat Capres dan Cawapres, ketika partai oposisi begitu show of force melakukan bergaining dan membuat bangsa ini tersita perhatiannya. Seorang Jokowi malah keep calm. Stel kendo namun pasti bersama partai koalisi membahas Cawapres dan langkah ke depan untuk kemajuan Indoneisa.

Kemarin [Kamis 2/8], Jokowi melakukan pertemuan bersama Sekjen partai-partai pendukung pemerintah tanpa hiruk pikuk. Tanpa menunjukkan sebuah kepongahan, rasa Jumawa, tidak ada kesombongan. Semua terasa membuat sejuk dan damai. Tidak ada Show of Force, tidak ada sama sekali!

Jika begini, siapa yang lebih manusiawi? Itukah jati diri dan jiwa bangsa Indonesia yang terkenal dengan keramahan, santun dan berbudi luhur? Jokowi, kan?

Lalu partai-partai oposisi yang konon katanya lebih beragama, apakah agama tidak ada tuntunan soal etika dan estetika? Jika ada, ke mana agama itu ketika untuk berpolitk? Apakah agama hanya untuk hiasan?

Rupanya, hanya untuk belajar etika dan estetika berpolitk saja bangsa ini harus belajar kepada seorang Jokowi yang ternyata lebih bisa menerapkan agama untuk membuat negeri ini adem.

Jika begini, siapa yang lebih beragama?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.