Kolom Ganggas Yusmoro: PILPRES 2019, ISLAM NUSANTARA VS ANTI ISLAM NUSANTARA?

Tidak dipungkiri, Islam yang ada di Indonesia ini sebenarnya beda dengan Islam yang ada di belahan dunia lainnya. Bedanya apa? Para leluhur, terutama sejak Wali Songo berusaha mengislamkan Nusantara, dan itu berpusat di Tanah Jawa, para wali memakai cara-cara yang penuh etika. Penuh kebijaksanaan.

Mereka masuk ke dalam ruang dimana Masyarakat Jawa/ Nusantara masih memegang teguh budaya dan adat istidat lokal, Hindu dan Budha.

Jika wayang, Temu Pengantin, saat acara kesenian Debus, Reog, Jaranan , Jathilan atau bahkan tradisi Sedekah Bumi, Sekaten, sedekah laut, mengawali doanya hingga kini tetap memakai cara Islam. Itu menjadi bukti kolaborasi antara Islam dan tradisi budaya leluhur bisa seiring sejalan.

Bahkan di beberapa daerah terutama di Jawa Tengah ( Kudus, Jepara dan Demak) ada keindahan tersendiri ketika suara adzan memakai nuansa Tradisi Jawa. Seperti suara suluk. Seperti suara Gaung Tembang Jawa yang membuat getaran sukma.

Itulah bukti sejak awal para ulama terdahulu begitu memikirkan toleransi. Memikirkan mereka berdakwah tidak dengan pethitha pethithi. Tidak dengan petentang petentang. Tidak dengan mata melotot seperti jembrot borot.

Dalam berjalannya waktu, para ulama menyatukan Visi dan Misi agar Nusantara tetap terjaga Kebhinnekaannya. Tetap terjaga kerukunan antar umat beragama. Agar Nusantara ini tetap aman damai dan sentosa . Apa implementasinya? Para ulama mendirikan organisasi NU (meski juga melalui proses ulur tarik yang lumayan panjang).

73 tahun NU terbukti menjadi pilar dan menjaga keutuhan keharmonisan berbangsa dan bernegara. “Hubbul Watton minal Iman” menjadi dasar agar negara ini tetap ayem tenteram. Tentu jika masyarakatnya ayem dalam bingkai keharmonisan, akan tercipta negara yang gemah ripah loh jinawe. Ora kurang sandang lan papan. Trotok, tok..

Dari kiprahnya inilah, beberapa negara di Timur Tengah, bahkan China juga belajar “njobo njeronya” NU. Negara-negara ini tentu saja bisa menilai NU telah berhasil menjadi organisasi terbesar di sebuah negara yang mayoritas muslim terbesar di abad ini. NU dipandang membawa Islam yang ramah. Yang menyejukkan. Yang membuat adem . Tidak hororrr!

Ketika NU membuat statement bahwa “INILAH ISLAM NUSANTARA”, tiba-tiba ada golongan yang merasa lebih kaffah mirung-mirung. Ehh, muring-muring. Kata orang Sumatera: “Marah segoni.” Bukan marah sekantung kresek. Mereka menolak. Mereka tidak mau berpikir esensi dari apa yang diinginkan oleh NU.

Islam Nusantara esensinya adalah menjaga nilai-nilai budaya dan kultur masyarakat Nusantara ini yang menjunjung tinggi dan menghormati perbedaan. Tetap Pancasilais! Tidak gontok-gontokan hanya karena sepele. Hanya karena lampion atau gambar salib. Itu mengapa orang NU sholat di lingkungan gereja ya ora popo.

https://www.youtube.com/watch?v=-YOMy0hWAJ4

Persoalannya adalah, ketika Islam sudah terpolarisasi, yang toleran, Islam yang sejuk, yang membuat rasa damai mendukung Jokowi. Lha, yang suka galak dan menolak serta anti Islam Nusantara kok mendukung Pak Wowo? Apa karena ada HTI?

Boleh dong disimpulkan bahwa Pilpres 2019 adalah pertarungan antara Islam Nusantara Vs Anti Islam Nusantara?

#SelamatHarlahNU.
#NUMILIKKITA

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.