Kolom Ita Apulina Tarigan: MIRIP APANYA? — Teori Kemiripan Budaya Kebanyakan Fantasi Liar

.

Sekali waktu, saya menonton film dokumenter dari seorang antropolog terkenal asal Perancis mengenai penebangan pohon besar untuk membuka ladang baru di hutan. Di situ nampak sekelompok orang Papua pedalaman menebang pohon besar dengan cara membuat peranca yang dalam bahasa Karo biasa disebut batar-batar.

Lalu, mereka ikatkan beberapa dedaunan ke pohon itu (setelah menaiki peranca).

Saya perhatikan, daun-daun yang diikatkan itu antara lain adalah yang di Karo disebut ari mas dan kalinjuhang perkas. Saat itu, fantasi saya secara liar melihat persamaannya dengan ritual membuat pemenan di Karo dengan menanam beberapa tumbuhan seperti kalinjuhang, besi-besi, sangke sempilet dan nderasi di tengah ladang yang baru dibuka.

“Wah, mirip kali dengan Karo,” pikirku saat itu.

Tapi, saya tidak punya pijakan yang menghubungkan Karo dengan Papua. Karo masuk rumpun budaya Austronesia, sedangkan Papua masuk rumpun budaya Polinesia. Tidak ada teori migrasi maupun evolusi yang bisa menghubungkan karena secara ras orang Papua dikatakan Negroid (dengan teori Pulau Irian ribuan tahun lalu bergeser dari Afrika ke tempatnya sekarang secara perlahan), sedangkan Karo masuk Mongoloid.

Nah, apakah kita perlu mengembangkan mitos nenek moyang Papua dari Deleng Sibuaten atau nenek moyang Karo dari Puncak Jayawijaya?

Silanglang, bukan?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.