Kolom Ita Apulina Tarigan: Perempuan = Psikologi Massa

Demikianlah ungkapan novelis Titie Said yang saya pinjam menjadi judul curahan hati kali ini. Kenapa tiba-tiba teringat? Tersentak ketika media massa local dan media social riuh dengan nama Molek yang disangkakan sebagai perempuan yang mampu merubah, mengolah dan menentukan kebijakan Pemkab Karo melalui bupatinya Kena Ukur Surbakti. Menurut bisik-bisik yang beredar, Molek mempunyai hubungan special dengan sang bupati dan selalu terlibat dalam seremoni formal pemerintahan. Konon, ikut serta dalam menentukan posisi jabatan strategis termasuk kebijakan-kebijakan lain yang menyakitkan hati.

ita 32

Beredar juga video yang memuat ungkapan pribadi Molek mengenai kedekatannya dengan sang Bupati, foto-foto dan tentu saja komentar-komentar yang menyertainya. Bahkan, salah satu pemicu demonstrasi masyarakat Karo untuk menurunkan bupatinya, adalah perempuan ini.

Dalam kasus ini, yang menarik untuk ditelaah adalah bagaimana masyarakat melabelisasi perempuan hanya lewat seorang Molek. Perhatikan komentar-komentar yang saya kutip:

 “keras kel ban molek ah ndai mainn,,tampil beda kel kuakap ras dibru si deban,suruh kena ka ia lawes,me labo aku senang adi bagi si ban kena ena”

Atau

“kena pe ban langa nge idah kena si molek ndai kdkd… ia simejilena bas pajak loak kabanjahe ah… ( e pe adi uruk lingga nari nge kita natapsa)

atau

Situhuna kita ngenda sisalah nake,, bicara terlampasen min ndai si bereken no HP syahrini man om KJ tah labo min nda bagenda kel jadi na’ hohoho

Atau

Nggo kap men pangiren pak kj ena lake, ku tapin persirang sirangen, Glh mombak krina coles2 molek man kj ena, Yg pasti ada sesuatu rahasia pak kj di tangan simolek… Atau sesuatu yg brsifat mistis mendera kj… Kok bisa dia ngge ngge saja man molek, bgi lembu i kiling kuidah kj e bn si molek..

 Atau

molek molek mana molek… I lope yu pull wkwkwkwkwkwk.. Jadi penasaran pingin tau molek itu seperti apa? Kalo tidak salah badan nya gendut ya?

Jika kita perhatikan semua komentar di atas pemilihan kosa kata menanggapi sang Molek hanya dari ukuran fisik belaka. Kasus seperti ini tidak terjadi dalam hal Molek saja, kebanyakan media massa kita juga memperlakukan perempuan seperti itu. Misalnya, bagaimana media menulis tentang pelaku korupsi laki-laki dengan perempuan.

Perhatikan media-media tidak bermartabat ketika menulis tentang perempuan. Biasanya mereka berkutat di urusan fisik yang sesungguhnya tidak penting. Iklan-iklan juga demikian, umumnya mengesankan perempuan sebagai makhluk terbatas, yang berfungsi sebagai pelengkap. Jika tidak bisa memenuhi standard operasional pelengkap, maka perempuan tadi dianggap gagal atau bahkan lebih ekstrim dianggap kurang ajar.

Yang saya maksudkan di sini adalah, mengapa tidak ada pemikiran yang seimbang, bagaimana seorang perempuan yang dianggap tidak pantas duduk di jajaran birokrat bisa membuat para birokrat berpendidikan kalang kabut?

Tidak adakah yang bisa melihat bagaimana caranya Molek memicu suhu politik Kab. Karo belakangan dan membuat gerah banyak orang. Saya justru melihat betapa maskulinnya pemerintahan kita, sehingga tidak bisa lagi melihat kecolongan di banyak tempat akibat terlalu pongah menjaga harga diri, tak mau melihat ke bawah.

Karenanya, saya ingin menghimbau kepada masyarakat, jangan kiranya tindakan Molek seorang membuat bahasa-bahasa kita melabelkan perempuan hanya sebagai objek belaka, permainan bahasa bombastis, melihat perempuan dari sudut fisik. Janganlah dosa Molek ditanggung oleh seluruh perempuan Karo.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.