Kolom Juara R. Ginting: BAHASA TUBUH JOKOWI SETENGAH DEWA (Terawang Foto)

Foto di atas hari ini sudah tersebar ke mana-mana. Tidak hanya di Persada Nusantara, tapi juga di Seantero Bumi orang-orang sudah melihatnya. Foto sangat sederhana, kunjungan Presiden RI (Ir. Joko Widodo atau Jokowi) ke Relokasi Warga Sinabung di Siosar, Dataran Tinggi Karo (Karo Gugung) Sumatera Utara. Ditanggapi uraian air mata haru oleh warga Suku Karo di mana-mana.

Foto itu sangat sederhana. Dari foto-foto lainnya dan video kunjungan Jokowi ke Siosar hari ini [Sabtu 14/10], kita ketahui peristiwa di foto itu bermula dari kunjungan Jokowi ke perumahan relokasi pengungsi Sinabung di Siosar.




Besar kemungkinan, sudah ada naskah dan sutradara yang mengatur rumah warga pengungsi mana yang akan dikunjungi Pak Presiden. Besar kemungkinan pula sudah diatur pakaian apa si pemilik rumah kenakan serta bagaimana mereka bersikap menyambut kedatangan Jokowi. Sebagai seorang antropolog yang biasa penelitian lapangan dan mengunjungi warga pedesaan Karo serta sebagai sutradara penampilan-penampilan dari Sanggar Seni Sirulo, saya menilai penaskahan dan penyutradaraan yang dilakukan adalah sangat mendekati perfekto.

Mengapa saya menilai setinggi itu sedangkan bagi khalayak umum kelihatan biasa-biasa saja?

Bagi khalayak umum di Indonesia, justru kesan biasa-biasa itu sudah berhasil ditampilkan oleh sang sutradara dan para aktor/ aktris yaitu Jokowi dan sepasang suami istri pengungsi Sinabung. Bisa saja sang sutradara menampilkan pemilik rumah dengan busana tradisional Karo yang terkenal anggun dan megah itu. Kami sebagai orang Karo sangat yakin pemilik rumah memilikinya atau bisa meminjamnya ke “sebelah”.

Tapi, sang “sutradara” ternyata memilih busana yang lain, yang biasa-biasa saja, yang bagi kami orang-orang Karo pakaiannya bukan untuk menyambut seorang pejabat pemerintahan apalagi Presiden RI, tapi seperti menerima kunjungan kerabat dari pihak istri (kalimbubu). Dari fotonya yang lain dan video, tampak sekali bahasa tubuh mereka yang sedikit merunduk tapi tidak terlalu dalam untuk menunjukkan penghormatan yang sangat namun tidak mengganggu kesantaian pertemuan.

Di sinilah letak keunikan Suku Karo yang bagi kami berasal dari Karo juga tampak jelas di foto. Kesantaian dan keramahtamahan pertemuan sangat dikendalikan oleh sang istri sedangkan sang suami terkesan manut. Binar mata perempuan Karo itu, air mukanya yang berkilau tak bisa menyembunyikan rasa bahagia dan bangganya dia bisa bersalaman dan duduk di dekat sang idola hampir semua warga Karo, yang sedari dulu sangat terkenal Soekarnois dan menjadi lumbung suara PDIP setelah Bali.




Semua terasa hidup dan alamiah apa adanya atas sikap Jokowi yang sepertinya semakin matang dengan posisinya sebagai presiden. Dia tetap santai tapi terlihat semakin serius meski mengetahui dia tetap dipantau oleh jutaan mata lewat media sosial maupun konvensional, elektronik maupun cetak.

Sesuatu di luar foto yang menarik bagi saya tapi terlihat di video, ketika mobil Presiden RI ini melintasi orang-orang yang melambai kepadanya sedangkan dia menongolkan kepala lewat jendela mobil, seseorang berseru: MEJUAH-JUAH !!!! (sapaan Suku Karo). Di saat itu pula Jokowi menganggukkan kepala secara halus yang bagi siapa saja yang berseru itu jelas sebuah gerakan dari Jokowi yang mengatakan: “Ya, mejuah-juah, saya tahu artinya mejuah-juah.” (Ingat videonya mengatakan salam di Sumut berbeda-beda).

Akhir kata, sampaikan salamku pada sang fotografer yang membuat foto-foto itu menjadi luar biasa karena terkesan sangat biasa-biasa sehingga seorang Karo menanggapi foto itu di facebook dengan kalimat seperti ini (copy-paste langsung): Manusia separuh dewa… dari rakyat utk rakyat..











Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.