Kolom Juara R. Ginting: DARI MENGHAPAL KE PENGGALIAN BUDAYA KARO

Kalau ada tulisan mengenai upacara/ ritual Karo, sedari dulu yang dihidangkan ke pembaca selalu hanya urutan acaranya. Pertama, namanya ini dan pelaksanaannya begini. Ke dua, namanya ini dan cara melaksanakannya begitu. Dan seterusnya. Hampir tidak ada yang mempertanyakan apakah ada prinsip atau tatanan tertentu yang mengharuskan acaranya dimulai dengan ini dan kemudian dilanjutkan dengan itu serta diakhiri dengan begini dan begitu.

Betapa banyak tulisan di internet mengenai ertutur.

Tapi tidak ada satupun yang membahas mengapa yang ini dan itu perlu disebut dalam ertutur: Merga, Bebere, Kempu, Kampah, binuang, dan lain sebagainya. Demikian juga mengenai Perkade-kaden 12. Banyak yang jago mengcopy-paste keduabelas tutur itu, tapi tak ada satupun yang berusaha menjelaskan apa itu semua dan mengapa begitu.

Urutan menari/ berbicara misalnya: 1. Sembuyak, 2. Senina, 3. Anak Beru, 4. Kalimbubu. Dilihat dari pandangan masa kini, agak aneh sebenarnya mengapa Kalimbubu mendapat giliran terakhir menari/ berbicara. Kalau Kalimbubu orang yang dihormati, mengapa tidak didahulukan?

Hampir tidak ada yang membahasnya lebih jauh kecuali saya dalam sebuah artikel yang diterbitkan oleh Center of Non Western Studies (CNWS) Universitas Leiden. Di situ saya mengajak pembaca melihat Sembuyak adalah one’s husband’s paternal brothers, Senina one’s wife’s maternal sisters, Anak Beru one’s husband’s paternal sisters, dan Kalimbubu one’s wife’s maternal brothers.

Maka, urutan menari itu bisa kita sederhanakan begini. Nomor 1 dan 3 adalah sekelompok laki-laki bersaudara (bersama istri masing-masing) (Sembuyak) dengan sekelompok saudari perempuan mereka (bersama suami masing-masing) (Anak Beru). Nomor 2 dan 4 adalah sekelompok perempuan bersaudari (bersama suami mereka masing-masing) (Senina) dengan saudara laki-lakinya (bersama istri mereka masing-masing) (Kalimbubu).

Bisa lebih disederhanakan lagi:

1 One’s Husband’s Brothers (Sembuyak) <——> 3 One’s Husband’s Sisters (Anak Beru)

2 One’s Wife’s Sisters (Senina) <——> 4 One’s Wife’s Brothers (Kalimbubu).

Masih lebih sederhana lagi adalah motif Bindu Matagah (Foto 1). Motif ini dasarnya adalah X. Satu garis menghubungkan One’s Husband’s Brothers (Sembuyak) and His Sisters (Anak Beru), sedangkan garis lainnya yang menyilang garis pertama adalah One’s Wife’s Siters (Senina) and her brothers (Kalimbubu).

Foto 1: Bindu Matagah

Dua garis itu kemudian dipersatukan sehingga terbentuk kesatuan Nini Si 4 Terpuk (1. Sembuyak, 2. Senina, 3. Anak Beru, 4. Kalimbubu).

Kiranya keempat kelompok itu berasal dari 2 keluarga yang dipersatukan. Masing-masing keluarga terdiri dari brothers and sisters. Kalau seorang perempuan kawin, maka nomor 1 adalah ayahnya dan saudara-saudara ayahnya (bersama istri mereka masing-masing) (Sembuyak). Mereka disebut Batang Unjuken.

Nomor 3 adalah saudari-saudari ayahnya (bersama suami mereka masing-masing) (Anak Beru) yang disebut Si Rembah Ku Lau. Nomor 2 adalah saudari-saudari ibunya (bersama suami mereka masing-masing) (Senina) yang disebut Singalo Perbibin. Nomor 4 adalah saudara-saudara ibunya (bersama istri mereka masing-masing) (Kalimbubu) yang disebut Singalo Bere-bere.

Siapa Singalo Perkempun dan Singalo Perninin yang juga menerima bagian Mas Kawin? Kita sebut Singalor Perninin A dan Singalo Perkempun B. Singalo Perkempun (B) adalah ibu dari nomor 2 dan nomor 4. Sementara Singalo Perninin (A) adalah ibu dari nomor 1 dan nomor 3.

Sekarang, perhatikan motif Retret (foto 2). Ada 2 kepala A dan B serta 4 kaki (1 Sembuyak, 2 Senina, 3 Anak Beru, 4 Kalimbubu). Sekarang bisa kita lihat kalau Retret adalah design rumah adat Karo?Perhatikan foto rumah adat (Foto 3). Tanduk Jahe adalah betina (ibu pengantin perempuan) dan Tanduk Julu adalah jantan (ayah pengantin perempuan).

Foto 2: Pengeretret

Keempat Jabu Suki adalah:

1. Bena Kayu (Sembuyak)

2. Ujung Kayu (Anak Beru)

3. Lepar Bena Kayu (Kalimbubu)

4. Lepar Ujung Kayu (Senina)

Ini saja dulu sementara. Saya hanya mau membangunkan kita semua untuk menyadari sudahlah cukup hanya copy-paste mengulang-ulangi terus menerus apa yang ditulis sebelumnya sehingga kesannya hapalan mantra. Saatnya untuk tertarik MENGGALI nilai-nilai atau prinsip yang menjadi dasar aturan-aturan yang dihapal-hapal itu.

Foto 3: Rumah Adat Karo

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.