Kolom Juara R. Ginting: INFORMASI BUDAYA BAGAI AIR TUMPAH KE PASIR (Bagian 2)

Seorang pembaca setia bertanya pada saya apa hubungan cerita tentang Uis Batu Jala dengan kasus sudut pangkal kayu di kanan atau di kiri. Saya jelaskan padanya secara lisan.

Tapi, saya menyadari, memang belum jelas hubungannya di Bagian 1 itu.

Saya menyebut soal Uis Batu Jala terkait pengakuan jujur seseorang dianya nanti akan lupa juga pada informasi yang saya sampaikan. Demikian juga halnya mengenai posisi kiri atau kanan dari pangkal kayu di rumah adat Karo yang pernah saya tulis beberapa tahun lalu. Hampir tidak ada yang mengingatnya.

Itu kembali ke permukaan gelombang pemikiran saya setelah dua hari quiz tentang sisi rumah adat Karo yang terlihat dari beranda hulu (ture julu) atau beranda hilir (ture jahe) hanya dua orang menjawabnya. Padahal quiz tentang Hulu (Julu) dan Hilir (Jahe) baru beberapa hari lalu saya buat dan jawab pula lewat kolom saya.

Hanya saja, sesuatu yang menggembirakan. diantara dua jawaban itu, salah satunya menjawab dengan sangat lengkap. Di bawah saya kutip jawabannya dengan mengedit beberapa kesalahan ketik:

“Tiang tangga beranda rumah adat dibentuk dari 1 batang bambu yang dibagi dua; bagian pangkal dan bagian ujung. Bagian pangkal selalu lebih pendek atau puncaknya lebih rendah daripada bagian ujung. Letak tiang tangga bagian pangkal dan ujung masing-masing mengingatkan posisi pangkal kayu dan ujung kayu. Tiang tangga yang berasal dari bagian batang bambu yang lebih panjang berada di sebelah kiri, maka ujung kayu dari rumah juga berada di sebelah kiri.”

Lalu dia melanjutkan penjelasannya.

“Pola ini dipakai seragam, kecuali di 2 urung kalak Munte. Dia dua urung Munte ini, kekecualian terjadi pula Dokan yang berlaku sebaliknya. Jadi, ini Ture Julu.”

Orang yang menjawabnya sangat lengkap dan jelas itu bernama Andichrist Ginting. Dia ternyata memperhatikan secara serius informasi-informasi yang saya sampaikan melalui media sosial, khususnya facebook.

Beberapa waktu lalu, saya mengatakan kepada beberapa teman dengan siapa saya sering berdiskusi mengenai sejarah, masyarakat, dan budaya Karo, yaitu Ita Apulina Tarigan, Elizabeth Barus, Seriulina Karosekali, dan Edi Sembiring. Saya katakan, kalau Andichrist ini adalah anak spiritual saya dalam Antropologi Karo.

Saya katakan Antropologi Karo dan bukannya Budaya Karo karena dia memahami pendekatan ilmiah Antropologi yang saya pergunakan dalam menjelaskan fenomena Budaya Karo. Itu sudah bertahun-tahun saya amati.

Ini membuat saya teringat pada pertanyaan Ita Apulina beberapa tahun lalu saat saya ijinkan dia mengikuti kuliah-kuliah saya. Dia bertanya apakah saya menyadari kalau kuliah-kuliah saya terlalu tinggi sehingga sulit dimengerti oleh kebanyakan mahasiswa.

Salah satu kasus yang dianggapnya kuliah saya terlalu tinggi itu adalah soal sunat. Saya sampaikan di kuliah saya kalau orang kebanyakan percaya sekali sunat terlahir dari Islam. Padahal Orang Aborigin di Australia sudah mengenal sunat sebelum mereka mengenal agama apapun dari luar.

Banyak muslim di Indonesia tidak mengetahui kalau Jesus juga sunat padahal di masa kehidupannya belum ada Islam.

Salah satu akibat pikiran seperti itu, ketika ditemukan bahwa orang-orang Karo sudah mengenal sunat (kacip-kacipi) langsung muncul teori bahwa Islam lebih awal masuk ke Masyarakat Karo daripada Kristen.

“Bisa jadi Islam lebih awal masuk ke Masyarakat Karo daripada Kristen, tapi fenomena sunat belum bisa dijadikan bukti untuk menarik kesimpulan seeperti itu. Aborigin juga mengenal sunat. Orang-orang Jahudi sudah mengenal sunat sebelum Islam,” kataku di perkuliahan itu sehingga timbul suara riuh karena para mahasiswa mulai saling diskusi sesama mereka.

Lalu, saya jelaskan kesimpulan teoritik mengenai relevansi sunat dalam banyak kebudayaan di dunia. Gamblangnya begini. Ada pemikiran bahwa kelahiran masih merupakan proses alamiah (nature), sementara kehidupan manusia adalah bagian budaya (culture). Sunat adalah sebuah proses pembentukan tubuh manusia bukan lagi sebagai bagian nature semata-mata, tapi sudah juga bagian dari Culture.

Begitulah sementara ini pemikiran teoritik di Antropologi mengenai gejala sunat, khususnya di Antropologi Struktural.

“Saya harap para mahasiswa muslim tidak merasa tersinggung karena sunat bukan hanya milik Islam, tapi juga milik Aborigin, Karo, dan Jahudi,” kataku.

Aku mengingatkan lagi perbedaan kecenderungan Muhammadiyah dengan NU terkait usia sunat. Satunya berusaha sedini mungkin, dan satu lainnya menunggu sedewasa mungkin.

Itulah yang dimaksud oleh Ita Apulina soal kuliah saya yang terlalu tinggi.

“Perkualiahan abang memang sangat mudah dimengerti. Mahasiswa sulit memahaminya karena sudah karatan meyakini sunat dasar keislaman. Bukan hanya mahasiswa muslim mempercayai itu, bahkan mahasiswa Kristen banyak mempercayainya. Padahal, jelas sekali ditulis di Alkitab Jesus disunat,” kata Ita Apulina yang putri seorang pendeta GBKP.

Di situ letak permasalahannya. Bukan soal penjelasanku yang sulit dimengerti maupun soal bodoh atau pintarnya si mahasiswa, tapi soal dogma atau doktrin. Lebih gawatnya lagi, keyakinan dogmatis itu dijadikan kesimpulan secara deduktif mengidentifikasi peristiwa yang terjadi di lapangan.

Misalnya, langsung menyimpulkan adanya tradisi sunat pada Suku Karo adalah bukti bahwa mereka sudah Islam sebelum Kristen diperkenalkan ke Mayarakat Karo.

“Saya menyadari masalah ini. Tapi adalah kewajiban saya memperkenalkan berbagai pemikiran teoritik di Antropologi dalam perkuliahan saya yang bernama Sejarah Teori Antropologi 1 dan 2. Satu atau dua saja mahasiswa yang terbuka untuk memahaminya sudah cukup bagi saya. Mereka yang akan menjadi penyebar pemikiran ilmiah. Setidaknya mereka yang akan fanatis terhadap Antropologi,” kataku.

“Kayak Sodom dan Gomora saja. Satu dua saja generasi muda Karo memahami hakekat Perjuangan KBB maka Karo akan selamat dari bau ketiak suku-suku lainnya. Hahahahaha …… ” Kata Ita Apulina Tarigan tertawa sejadi-jadinya.

TAMMAT

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.