Ada banyak nama tempat Lingga: di Riau, di Jawa (Purba Lingga), di Karo (Sibayak Lingga), dan banyak lainnya. Apakah mereka punya hubungan sejarah satu sama lain? Sampai saat ini, belum ada bukti apapun yang mengindikasikan ada hubungan sejarah langsung antara tempat-tempat yang bernama Lingga itu. Tapi, secara tidak langsung, kita yakin ada hubungan sejarah diantara mereka sejak Lingga kita ketahui berasal dari Bahasa Sansekerta yang artinya alat kelamin laki-laki yang kontrasnya adalah Yoni berarti alat kelamin perempuan.
Begitu juga dengan kosa kata Manik yang menjadi nama merga/ marga di Karo, Simalungun, Pakpak, dan Batak [Toba]. Di India juga ada Manik.
Belum ada sebuah penelitian pun yang serius mengenai hubungan antara merga-merga/ marga-marga ini, tapi sudah berkeliaran teori kalau semuanya berasal dari Batak. Paling aneh adalah merga Munte. Di Taneh Karo ada sekitar 30 kampung yang didirikan oleh merga Munte. Di Simalungun ada beberapa dan itupun kontroversil karena Karo menganggapnya berada di Taneh Karo sementara Simalungun menganggapnya itu bagian Simalungun.
Kampung-kampung kontroversil ini berada di Urung Sipitu Kuta Tengging. Di Alas dan Gayo ada beberapa kampung didirikan oleh merga Munte. Sementara di daerah Batak, hanya satu kampung kecil sekali di Samosir yang didirikan oleh marga Munte.
Simalungun merasa Munte adalah bagian suku mereka sehingga menganggap semua kampung yang didirikan merga Munte di Taneh Karo adalah kampung-kampung Simalungun. Demikian juga Batak [Toba] yang di geneologi mereka memasukkan marga Munte bagian dari Parna. Mereka mengklaim semua merga Munte di Taneh Karo nenek moyangnya adalah Munte dari Samosir itu.
Menurut hemat saya, klaim-klaim seperti itu sangat didasarkan pada KETIDAKTAHUAN. Orang-orang Simalungun mengenal marga Munte sebagai bagian marga Saragih dan menganggap semua Munte di Karo adalah persebaran Munte Simalungun.
Orang-orang Batak mengenal di buku adanya marga Munte bagian dari Parna. Mereka pun mengklaim semua marga Munte di Karo berasal dari Munte mereka itu.
Mereka tidak mengenai komposisi sosio demografi Karo sementara penelitian sejarah mengenai penyebaran marga-marga ini tidak pernah diadakan secara ilmiah kecuali berdasarkan mitos dan legenda karangan W.M. Hutagalung di tahun 1930an dengan judul Tarombo Siraja Batak.
Pernah orang-orang Simalungun mengklaim Desa Munte, pusat Kecamatan Munte (Kabupaten Karo) sebagai kampung Simalungun. Kalau mereka mengunjungi kampung ini, mungkin mereka akan bunuh diri di sana karena sama sekali tidak ada tanda-tanda itu berbau Simalungun sama sekali.
Anehnya, mengapa Karo tidak pernah mengklaim marga-marga di luar Karo berasal dari Karo? Apakah ini sudah mencerminkan TABIAT?
Di Kalimantan barat ada juga dayak toba