Kolom Juara R. Ginting: KLARIFIKASI GAMBAR RUMAH ADAT KARO

Sampai saat ini belum ada klarifikasi dari Pemerintah Kabupaten Karo atau Panitia Pelaksana Festival Bunga dan Buah 2024 (Pemerintah Kecamatan Berastagi) mengenai poster Festival Bunga dan Buah Berastagi 2024. Memang mereka langsung memperbaiki gambar konstruksi rumah adat yang sebelumnya merujuk ke rumah adat Batak dan sekarang ke rumah adat Karo.

Tapi tidak ada penjelasan mengapa itu sempat terjadi.

Tidak adanya klarifikasi itu memancing berbagai pertanyaan di benak para netizen. Saya bertanya pada diri sendiri, apakah panitia pelaksana bermaksud sedang ngeprank untuk menarik perhatian publik?

Pertanyaan itu saya jawab sendiri dengan merujuk kepada sebuah kesalahan fatal lainnya, yaitu disertakannya foto bunga kol di dalam poster. Ini adalah sebuah tindakan bodoh. Hanya harena namanya bunga membuatnya seolah bisa dikategorikan ke bunga dalam konteks festival bunga dan buah.

Kalau tomat dan wortel disertakan sebagai buah adalah sesuatu yang debatable karena kita akan bisa mendapat jus tomat dan jus wortel di toko/ warung buah. Tapi bunga kol tidak akan pernah dipamerkan sebagai bunga kecuali sebagai sayur.

Melihat kasus bunga kol, saya menyimpulkan terpampangnya gambar rumah adat Batak yang seharusnya rumah adat Karo saya anggap tidak lebih dari ketidaktahuan semata. Sementara para netizen sudah mengembangkan kecurigaannya pada taktik Kuda Trojan dimana penghancuran terhadap Jatidiri Karo dilakukan dari dalam.

Sangat logis ada kecurigaan seperti itu. Siapa sangka satu tim panitia pelaksana tidak menyadari kalau itu gambar rumah adat Batak. Sikuda Trojan menyadari kebodohan atau ketidakpedulian Camat Berastagi dan para stafnya serta Dinas Paririwasata Pemkab Karo yang mengawasi setiap langkah yang dilakukan oleh panitia pelaksana.

Hanya karena kasus bunga kol saya membuang kecurigaan seperti itu dan menyimpulkan ini semua berawal dari ketidaktahuan. Lebih awal lagi daripada ketidaktahuan adalah ketidakpedulian.

Kesimpulan itu didasarkan pula pengalaman saya memberi pencerahan beberapa tahun terakhir ini mengenai konstruksi rumah adat Karo. Salah satu diantaranya adalah membedakan konstruksi tiang-tiang yang bernama Pasuk, Sendi, dan Sangka Manuk.

Lalu, saya jelaskan, dari sudut pandang Karo, rumah adat Simalungun selalu mengkombinasikan Pasuk dan Sangka Manuk. Sementara Rumah Adat Batak tidak pernah menggunakan Pasuk maupun Sangka Manuk kecuali Rassang yang agak mirip dengan Sendi di Rumah Adat Karo.

Betapa sulitnya para pembaca memahami penjelasan saya meski saya lengkapi dengan foto-foto. Hanya beberapa orang yang berusaha menekuninya. Tapi, sebagian besar menganggap pengetahuan seperti itu kurang sensasional atau tidak menghasilkan untung apa-apa meski di pihak lain mereka katanya berjuang demi Jatidiri Karo.

Kalau Pemkab Karo tiba pada kesimpulan yang sama dengan saya, apa kira-kira langkah yang dilakukan? Membiarkannya saja begitu?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.