Kolom Juara R. Ginting: PAHAM ORIENTASI HULU-HILIR?

Saya sangat terkejut menemukan di sebuah grup fb kalau orang-orang Karo sedikit sekali mengerti apa itu hulu-hilir. Awalnya begini. Saya mengomentari sebuah foto dengan mengatakan kalau tinggi rendah pegangan kiri-kanan tangga rumah adat itu menandakan mereka berfoto di beranda jahe (Nanti saya jelaskan arti kata ini).

Itu juga menandakan posisi Pangkal Kayu dari rumah.

Lalu, seseorang merespon komentar saya dengan mengatakan Pangkal Kayu memang selalu berada di Barat. Saya membalasnya dengan bertanya apakah dia berasal dari Karo Barat karena memang di Karo Barat jahe artinya arah matahari terbenam.

Ternyata dia berasal dari bagian Tanah Karo yang sekarang masuk ke wilayah administrasi Kabupaten Deliserdang. Kampungnya itu berada di posisi yang lebih kompleks lagi dalam Geo-morfologi Karo. Dari satu sisi, kampungnya dapat dikatakan berada di Karo Jahe, tapi dari sisi lain berada di Karo Julu.

Nanti pelan-pelan saya jelaskan mengapa bisa berada di [Karo] Jahe dan [Karo] Julu sekaligus padahal jahe dan julu adalah dua kata berlawanan (kontras).

Dia kemudian membuat komentar panjang dengan menjelaskan aliran sungai di sekitar sana mengalir dari daerah pegunungan yang berada di Selatan sehingga sungai-sungai itu mengalir Selatan-Utara. Dia juga menyertakan gambar 8 penjuru angin dalam Bahasa Karo.

Itu kejutan pertama yang terjadi pada saya. “Apa hubungan arah aliran sungai dengan mata angin?” Bisikku dalam hati.

Sayapun menulis di grup itu TS baru menjelaskan sejak masih Era Yahoogroup (belum ada facebook) hingga ke Era Facebook sekarang saya sering menulis tentang jahe–julu. Ini saya anggap penting karena ada dua pengertian jahe–julu dalam Bahasa Karo.

Orang-orang Karo Barat, mengatakan jahe untuk menunjuk ke arah matahari terbenam (Barat), dan mengatakan julu untuk menunjuk ke arah matahari terbit (Timur). Sementara orang-orang Karo Timur mengatakan jahe menunjuk ke bagian hilir dari sebuah sungai, dan mengatakan julu menunjuk ke bagian hulu dari sungai itu.

Tak lama kemudian, seseorang yang aku kenal berasal dari Karo Barat mengomentari kalau di Karo Barat sungai-sungai mengalir dari kenjulu (julu) ke kenjahe (jahe).

“Makanya pengertian jahe dan julu sama saja berdasarkan mata angin maupun aliran sungai,” katanya.

Saya tahu, di Karo Barat, bagian hilir sebuah sungai juga disebut jahe dan bagian hulunya julu. Tapi alasan dia kalau [kebetulan] sungai-sungai di Karo Barat mengalir dari Kenjulu (Timur) ke Kenjahe (Barat) makanya tidak ada perbedaan pengertian jahe–julu untuk arah mata angin maupun aliran sungai merupakan kejutan ke dua bagi saya.

Dan, sayapun membuat sebuah quiz menanyakan dari mana dan ke mana air sungai mengalir. Saya menerakan sebuah foto yang menunjukan sebuah sungai airnya mengalir dari satu arah tertentu tapi kemudian membelok ke kanan. Saya tambahkan, foto ini tidak memberi informasi apa-apa mengenai arah mata angin.

Quiz itu saya buat kemarin malam. Hingga tulisan ini saya naikkan ke dinding fb saya, belum ada satupun yang menjawabnya. Hanya tanda-tanda Like, tapi tak berani jawab.

Di Bagian 2 nanti saya akan bahas bagaimana orang-orang Indonesia bisa menjadi penemu teori ilmiah kalau hal-hal dasar di sekitarnya saja dia tidak pahami.

Sepertinya, sistim pendidikan kita tetap tidak berani melepaskan diri dari doktrin penjajahan kalau kita, atau anak-anak kita, menempuh pendidikan hanya untuk mampu menyelesaikan apa yang diharapkan oleh pemberi kerja/ pemesan.

BERSAMBUNG

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.