Kolom Juara R. Ginting: POLA PIKIR vs REALITA HARGA PASAR (SiruloTV)

Ketika harga cabe merah terus menurun hingga sedikit di atas Rp. 40 ribu/ kg dan beberapa hari bertahan di sana, banyak petani berkomen: “Kalau tetap bertahan di atas Rp. 40 ribu/ kg, masih sebanding dengan harga pupuk yang mahal.” Lalu, setelah itu, harga cabe merah terus menurun. Hingga hari ini mencapai Rp. 26 ribu/ kg. Saya rasakan komentar-komentar para petani di bekas luka jantung.

Menurut cardiolog saat melepas saya selesai revalidasi dari hard infarct, akan menjadi semakin perasa karena pada dasarnya saya perasa.

Hanya saja, otak saya berkata lain. Saya melihat komentar-komentar para petani tidak pernah beranjak mengeluhkan murahnya harga cabe merah dengan membandingkannya ke mahalnya harga pupuk yang harus mereka beli.

Sementara harga pasar tak peduli sama sekali berapa harga pupuk. Hukum pasar yang berlaku di situ, harga adalah nilai perbandingan antara besarnya permintaan dengan banyaknya ketersediaan barang (permintaan : penawaran).

Kalau pasokan cabe merah membanjir ke Pasar Induk Lau Cih, biasanya harganya akan menurun. Kalau banyak permintaan (pembelian) sedangkan barang yang tersedia seperti biasa, maka harga akan naik. Sekutil pun tidak ada pertimbangan berapa harga pupuk maupun obat-obatan pertanian dalam penentuan harga itu.

Itu kenyataan pasar. Apakah para petani kita tidak mengetahui kenyataan pasar itu sehingga mereka terus menerus mengingatkan mahalnya harga pupuk dan obat-obatan pertanian?

Siapa yang mereka harapkan mendengar dan menyikapi argumen mereka itu? Bupati? Para anggota DPRD yang berkampanye dulu akan memajukan perekonomian para petani? Ulama? Orang-orang perasa seperti saya ini?

Apa yang mereka bisa lakukan?

Kami dari barisan SORA SIRULO hanya bisa menyampaikan data dan fakta berapa harga sayuran dan sesekali mengulas sebab musabab kenaikan/ penurunan harga pada momen tertentu.

Itu saja sudah kami anggap sebuah pekerjaan tidak mudah yang kami laksanakan dua kali sehari dengan suka cita. Kami berharap bisa membantu para petani dan pedagang membuat perhitungan sendiri tentang kemungkinan-kemungkinannya.

Sebagai seorang teoritis, saya sungguh tertarik melihat fenomena ini. Bahwa para petani kita masih berpikir seperti propaganda komunis masa lalu yang memperjuangkan harga jual produk kerja setimpal dengan tenaga, waktu atau biaya yang dikeluarkan.

Di sisi lain, pasar tidak pernah berpikir seperti itu sama sekali. Kenyataannya, pasar sayuran kita adalah pasar bebas (liberal) yang sangat kontras dengan pikiran komunis itu.

Anjuran saya, hendaknya petani sementara ini melupakan saja dulu soal mahalnya harga pupuk dan obat-obatan pertanian. Atau jadikan itu agenda politik untuk menekan pemerintah atau para anggota DPR maupun politisi lainnya.

Soal naik turunnya harga perlu direnungkan kenyataan hukum pasar bebas itu. Keinginan para petani mendapatkan untung yang besar (kaya mendadak) adalah salah satu sebab turunnya harga cabe merah.

Renungkan sedalam-dalamnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.