Kolom Juara R. Ginting: PRINSIP, PRAKTEK, DAN TAFSIR KEKERABATAN KARO

Berawal dari daftar 8 Tutur dalam kekerabatan Karo di bawah ini. Pandangan saya terbentur pada urutannya yang tidak seperti biasanya. Agar pembaca yang tidak mendalami kekerabatan Karo bisa memahami pembahasan saya nantinya secara sederhana, mari kita sederhanakan terlebih dahulu nomor 1 (Puang Ni Puang), 2 (Puang Kalimbubu), dan 3 (Kalimbubu) menjadi satu istilah, yaitu Kalimbubu.

Selanjutnya nomor 6 (Anak Beru), 7 (Anak Menteri), dan 8 (Anak Beru Pengapit) semuanya adalah Anak Beru.

Dengan begitu, Tutur Si Waluh itu bisa kita kompres (encoding) menjadi:

1. Kalimbubu

2. Sembuyak

3. Senina

4. Anak Beru

Permasalahan saya kemarin adalah bahwa urutan di atas adalah hypercorrect. Dulu, orang-orang biasanya menulis urutannya seperti berikut:

1. Sembuyak

2. Senina

3. Anak Beru

4. Kalimbubu

Urutan lama itu relevan dengan urutan menari dan memberi kata petuah di dalam ritual-ritual (perkawinan, kematian, memasuki rumah baru, dan lain-lain).

Di tahun 1980an memang sudah mulai ada keluhan masyarakat mengapa Kalimbubu yang katanya punya kedudukan paling terhormat mendapat giliran menari dan memberi kata petuah di akhir acara. Menurut informasi terkini, sekarang telah banyak ritual yang menempatkan Anak Beru giliran terakhir menari dan memberikan kata petuah.

Tapi, tidak akan ada orang yang bisa membayangkan kalau giliran pertama diberikan kepada Kalimbubu apalagi Puang Ni Puang.

Permasalahannya bukan pada penempatan Kalimbubu terlebih dahulu mendapat giliran menari dan memberi kata petuah. Itu bukan masalah yang besar.

Masalah saya dari dulu yang saya rasakan bagaikan berbicara di padang pasir tanpa ada orang yang mendengarnya adalah kegetolan orang-orang Karo menghapal Tutur Si 8 dan Perkade-kade 12 tanpa sedikitpun tertarik pada prinsip atau sistim dari daftar itu.

Seperti halnya baru-baru ini, seseorang membuat daftar penerima bagian Mas Kawin dalam Perkawinan Karo. Diskusi akhir berkutat kalau lain kampung lain adatnya. Tidak ada satupun yang tertarik mempertanyakan siapa saja dan mengapa mereka menerima bagian Mas Kawin itu.

Untuk lebih memperjelas maksud saya, saya ajak pembaca kembali ke daftar di atas tadi.

Meski saat ini atas tujuan praktis urutan menari dan memberi kata petuah kadang diperingkas atau Kalimbubu didahulukan daripada Anak Beru, mari kita ikuti dulu urutan standarnya untuk menemukan prinsip atau sistimnya.

Urutan pertama adalah Sembuyak (1), Urutan ke dua Senina (2), Urutan ke tiga Anak Beru (3), dan Urutan ke empat Kalimbubu (4).

Perhatikan Urutan ke tiga Anak Beru (3). Ini Anak Beru siapa? Lalu, perhatikan Urutan ke empat Kalimbubu (4). Ini Kalimbubu siapa?

Ada 2 Sukut dalam setiap ritual Karo, yaitu Sukut Sembuyak dan Sukut Senina. Sukut Sembuyak (1) pasangannya adalah Anak Beru (3), sementara Sukut Senina (2) pasangannya adalah Kalimbubu (4).

Lanjut kita kompres lagi.

Sembuyak (1) adalah kesatuan orang-orang bersaudara alias Anak Dilaki dari sebuah keluarga (Jabu), sementara Anak Beru (3) adalah para saudari mereka alias Anak Diberu dari keluarga itu.

Senina (2) adalah kesatuan orang-orang bersaudari alias Anak Diberu dari sebuah keluarga lainnya, sementara Kalimbubu (4) kesatuan dari orang-orang bersaudara alias Anak Dilaki dari keluarga ini.

Jadi, ada 2 keluarga besar yang dihubungkan dalam urutan menari dan memberi kata petuah. Kedua keluarga besar ini dipersatukan oleh perkawinan sepasang suami istri yang menjadi pemilik ritual.

Sembuyak adalah kesatuan para saudara pihak suami, dan Senina adalah kesatuan para saudari pihak istri. Anak Beru adalah kesatuan para saudari pihak suami, dan Kalimbubu adalah kesatuan para saudara pihak istri.

Maka kita temukan 2 hubungan Brother–Sister. Satu, antara Suami beserta para saudaranya (Sembuyak) dan para saudari mereka (Anak Beru. Dua, antara Istri beserta para Saudari mereka (Senina) dan para saudara mereka (Kalimbubu).

Itulah yang tergambar pada motif Bindu Matogu yang menjadi dasar pembuatan kalung anak-anak dari Benang Benalu dengan mainnya jerango yang dibungkus kain hitam.

Itu juga yang tergambar pada motif Ret-ret dengan 2 kepala (sepasang suami-istri) dengan 4 kaki (Sembuyak, Senina, Anak Beru, Kalimbubu).

Kalau kita perluas pembahasan kita ke distribusi Mas kawin maka keempat komponen itu mendapat bagian Mas Kawin ditambah kedua belah pihak ibu mereka.

1. Batang Unjuken (ibu pengantin perempuan) (Bride’s Mother) sebagai suksesor ibu dari Sembuyak

2. Sirembah Ku Lau (saudari ayah pengantin perempuan) (Bride’s Father’s Sister) sebagai Anak Beru dari Sembuyak

3. Perbibin (saudari ibu pengantin perempuan) (Bride’s Mother’s Sister) sebagai Senina

4. Bebere (istri dari saudara ibu pengantin perempuan) (Bride’s Mother’s Brother’s Wife) sebagai Kalimbubu

Keempat mereka diikat oleh:

5. Perkempun (Bride’s Mother’s Mother). Ini bukan mewakili Puang Kalimbubu tapi tetap sama dengan Kalimbubu

6. Perninin (Bride’s Father’s Mother).

Enam Kampil dibagikan kepada 6 perempuan itu untuk menandai siapa saja para penerima Mas Kawin. Keenam mereka tergambar dalam motif Bindu Matagah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.