Kolom Juara R. Ginting: SOAL TEORI DAN FAKTA KEBERADAAN KARO DI DELI DAN LANGKAT

Banyak sekali kampung Karo (kuta) di Deli dan Langkat, terutama di bagian hulunya. Data-data dan informasi yang kita dapatkan dari kepustakaan dan arsip kolonial, menunjukan hampir semua kampung yang dihuni oleh orang-orang Karo di Deli dan Langkat bercirikan pemukiman tradisional Karo.

Ciri itu terlihat sekali pada pola perkampungan dan perumahan serta gaya arsitekturnya.

Itu terutama sekali terlihat dari foto-foto yang dijepret di masa kolonial. Demikian juga dengan beberapa pelukisan tertulis dari pegawai administrasi kolonial, penyiar agama nasrani, dan para petualang Eropah.

Keberadaan orang-orang Karo di Deli dan Langkat dalam anggapan khalayak umum sekarang ini adalah pendatang dari Dataran Tinggi Karo. Ini bukan hanya terbatas pada keturunan dari mereka yang datang dari Dataran Tinggi Karo pada masa kolonial atau setelah kolonial, tapi semuanya.

Benarkah itu?

Sebuah Kampung Karo di Deli

Sejauh fakta yang berbicara, sebelum Jaman Kolonial, sudah banyak kampung Karo di Deli dan Langkat. Ini terlihat dari laporan-laporan Belanda dan Inggris yang mengunjungi wilayah Pantai Timur Sumatera.

Sebagai contoh, saat Resident Siak (Netzher) mengunjungi Sultan Deli sekitar 1860an. Saat itu, Sultan Deli masih tinggal di rumahnya berdinding tepas beratap rumbia di Kampung Ilir di Labuhan Deli atau sekarang lebih dikenal dengan Medan Labuhan.

Netzher menemukan sebuah bangunan di depan rumah sultan yang bercirikan arsitektur Karo. Bangunan ini dibangun oleh 4 raja Karo di Deli saat Sultan Deli meninggal dunia. Tempat ini sekaligus menjadi balai untuk keempat raja Karo memusyawarahkan pemakaman Sultan Deli.

Keempat raja Karo itu adalah pimpinan 4 kerajaan Karo di Deli Hulu:

1. Urung Serbenaman (Karo-karo Surbakti)

2. Urung 12 Kuta (Karo-karo Purba)

3. Urung Sukapiring (Karo-karo Sekali)

4. Urung Senembah (Karo-karo Barus)

Pentingnya keempat raja Karo ini adalah terkait dengan hubungan antara Sultan Deli sebagai anak Anak Beru Tua dan Datuk Sunggal (raja urung Serbenaman) sebagai Ulun Jandi sejak terjadi perkawinan antara Sultan Deli dengan putri Datuk Sunggal.

Ulun Jandi dalam Bahasa Karo artinya sama dengan anak taneh yang mengindikasikan Datuk Sunggal mewakili pribumi Deli, dan Sultan mewakili para migran yang datang dari luar Deli. Hubungan seperti ini dikenal di Antropologi sebagai hubungan realm (kerajaan) dengan ruler (pemerintahan).

Akan tetapi, sejak Jaman Kolonial, justru orang-orang Karo dianggap sebagai pendatang di Deli. Anggapan ini juga mempengaruhi anggapan bahwa orang-orang Karo di Langkat juga pendatang.

Menurut M. Joustra, klaim datang dari Sultan Deli bahwa dialah penguasa tertinggi di Deli, sedangkan orang-orang Karo adalah pendatang. Ini dikatakannya kepada J. Nienhuis, pengusaha perkebunan tembakau yang pertama (1862).

Klaimnya itu dianggap logis karena cocok dengan anggapan bahwa Karo adalah bagian dari Batak. Sementara orang-orang Batak dianggap sebagai penduduk pegunungan di pedalaman Sumatera.

Apalagi di kemudian hari muncul Mitos Siraja Batak yang turun dari langit dan kemudian menurunkan orang-orang Batak yang tersebar menjadi Batak Karo, Batak Simalungun, Batak Pakpak, Batak Mandailing dan Batak Toba sebagai kelompok tertua.

Sekarang kita bisa lihat, pertama, anggapan bahwa Karo pendatang di Deli dan Langkat realitasnya ada pada level teori. Teori ini dianggap logis karena cocok dengan teori lain bahwa Karo adalah Batak dan Batak adalah orang pegunungan/ pedalaman.

Itulah teori yang diturunkan dari teori lain dan dianggap benar karena didukung oleh teori lain itu. Faktanya, sampai sekarang belum ada pembuktian ilmiah kapan gelombang migrasi pertama orang-orang Karo dari Dataran Tinggi Karo ke Deli dan Langkat.

Kalau kita semua tidak tahu, termasuk dunia ilmiah akademik tidak tahu, berarti anggapan Karo pendatang di Deli dan Langkat adalah HOAX. Apa yang mengharuskan kita mempercayai HOAX dan mengapa kita tidak bisa melawan segala kebijaksanaan para penguasa yang didasarkan pada HOAX ini?

https://www.youtube.com/watch?v=LPVgeCpqb4A

Kita tidak perlu membantah hoax itu dengan teori bahwa arah migrasi manusia selalu dari pantai ke pedalaman. Teori seperti ini juga tidak ada fundasi faktualnya. Hanya dianggap logis karena cocok dengan teori lain, yaitu persebaran manusia dari Asia Daratan ke Asia Kepulauan. Juga cocok dengan teori Out of Africa.

Kita cukup berhenti di fakta bahwa, sepanjang orang-orang mengetahuinya (bukan hanya dengan perkiraan ataupun dugaan), perkampungan orang-orang Karo sudah banyak di Deli dan Langkat sebelum Masa Kolonial.

Sampai sekarang belum ada fakta apapun yang bisa menjadi acuan untuk menunjuk kampung Karo tertua di Deli maupun Langkat serta berapa tahun pula sudah usianya atau kapan kampung itu didirikan.

Sepanjang tidak ada faktanya, klaim itu kita anggap hoax. Mari bertahan pada fakta. Jangan ikut-ikutan sok berteori.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.