Kolom M.U. Ginting: AGENDA MAKAR

kh-bachtiar-nasir
KH Bachtiar Nasir




Pengakuan yang terus terang bahwa bantuan Demo 411 lebih dari Rp. 100 M disampaikan oleh KH Bachtiar Nasir, GNPF-MUI dalam konferensi pers di Hotel M.U. GintingGrand Sahid, Jakarta [Selasa 1/11].

“Bukan hanya Rp 100 miliar, nyatanya, mungkin lebih Rp 100 miliar. Kami disubsidi lebih dari Rp 100 miliar,” ungkapnya sebagaimana diberitakan oleh indonesiasatu.com.

Tidak ada penjelasan spesifik siapa yang kasih biaya sebesar itu.

Kalau dalam soal terorisme, Panglima TNI bilang dana terbesar datang dari Austalia. Selebihnya juga dari Malaysia, Brunei dan Filipina. Dana Demo 411 tidak dijelaskan dari mana. Apakah tidak mungkin juga dari Australia atau 3 negara lainnya?

Kalau Demo 411 atau 212 tujuannya untuk merongrong dan makar, pastilah juga dibiayai oleh negara-negara lain yang berkepentingan memecah belah Indonesia. Bagi pembiaya teror ini berlaku ‘divide and conquer’, pecah, kuasai . . . duit . . . duit, menjarah SDA dengan cara ini seperti di Irak dan Siria. Berapalah artinya duit yang dipakai membiayai ISIS kalau dibandingkan dengan duit minyak yang mengalir miliaran dolar tiap hari. Atau berapalah biaya teror Thamrin dibandingkan duit dari emas yang dikeruk oleh Freeport tiap hari di Papua.


[one_fourth]tidak mengambil dari budget negara[/one_fourth]

Apalah artinya duit Rp 100 M lebih kalau Indonesia ini bisa dipecah-pecah dan dibikin berantakan tak bisa bernapas dan kemudian dikuasai oleh penguasa ‘divide and conquer’ itu. Duit donasi 100 M rupiah tidak ada artinya dibandingkan dengan miliaran dolar dikeruk dari Freeport. Negara-negara donator teroris itu tentu tidak mengambil dari budget negara untuk didonasikan ke terorisme model teror Thamrin misalnya, atau model demo macam-macam atau aksi-aksi subversif lainnya seperti  juga ditulis dalam buku EHM John Perkins.

Kapolri Jenderal Tito Karnavian menegaskan bahwa Aksi 2 Desember sebagai lanjutan dari Aksi 411, punya tujuan terselubung. Aksi ini diduga oleh Polri ingin berupaya menjatuhkan pemerintah. 

“Undang-undang mengatur soal kebebasan berpendapat. Tapi dengan tidak mengganggu kepentingan umum,” tegas Iriawan kepada awak media di Polda Metro Jaya [Senin 21/11].




Kalau kita terapkan kepada Ahok sepertinya kata-kata di atas tidak belaku, ketika dia bilang ayat 51 Al maidah dipakai untuk membohongi para pemilih, dia malah jadi tersangka, dan demo dilanjutkan. Kalau Dalai Lama 2014 di Shillong ibu kota Meghalaya India Utara, bilang bahwa sekarang: “Religion become an isnstrument to cheat people” tidak pernah ada yang mencurigai maksud jujur dari Dalai Lama.

Ahok memang sial banget. Berlainan juga denga Trump, kasar dan malah cabul, tetapi menang telak dari Clinton yang katanya sangat sopan santun itu.

Kemenangan Trump ditentukan oleh suara the silent majority, penduduk suku putih AS terutama buruh industri, penduduk pedesaan dan penduduk pedalaman yang selama era multikulti abad 20 tidak pernah dihiraukan. Suku ini terdesak oleh multikulti, dan Trump dengan semua kekurangannya itu angkat bicara untuk suku putih AS ini.  




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.