Kolom M.U. Ginting: ANAK-ANAK TERORIS

 

“Anak-anak harus diberi pendidikan yang baik dan benar agar terhindar dari paham dan aksi terorisme,” kata Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Suhardi Alius saat meresmikan masjid dan ruang belajar di Pondok Pesantren Al-Hidayah yang diasuh mantan terpidana kasus terorisme Khairul Ghazali di Sei Mencirim, Deli Serdang kemarin [Jumat 24/2] (merdeka.com).

Pesantren ini dibangun oleh seoarang ex teroris Khairul Ghazali. Kepala BNPT Suhardi Alius berharap anak-anak ini yang orangtuanya terlibat jaringan teroris, akan dididik jadi anak baik jauh dari faham radikalisme (terorisme) supaya bisa mengajak orangtua mereka untuk kembali ke jalan yang benar. 

Ini adalah cita-cita dan harapan yang bagus dari kepala BNPT.

Selain mendidik mereka jauh dari faham radikalisme, perlu juga diberikan dasar-dasar pengetahuan penting soal terorisme seperti yang sudah disimpulkan tepat oleh seorang akademisi terkenal Prof. Chosudovsky.

Dia bilang:

“The so-called war on terrorism is a front to propagate America ’s global hegemony and create a New World Order. Terrorism is made in USA, The global war on terrorism is a fabrication, a big lie”.

Seterusnya kepala BNPT bilang: “Anak-anak ini nantinya akan tahu bahwa jihad itu membangun, bukan menghancurkan. Melalui pendidikan yang benar, anak-anak dari keluarga teroris akan mengerti bahwa jihad yang dilakukan oleh orangtua mereka salah,”

Bagi Khairul Ghazali dan orang-orang tua, anak-anak ini mungkin lebih bisa memahami kesimpulan Prof. Chossudovsky di atas, tetapi bukan tidak mungkin juga bahwa anak-anak pesantren itu juga bisa memahami kalau diberikan dengan penjelasan yang lebih cocok bagi logika dan penanggapan anak-anak.

Bahwa terorisme dipakai untuk memecah belah satu nation di seluruh dunia untuk mendapatkan duit dari SDAnya, bukan lagi rahasia. Begitulah dipakai di Indonesia 1965 (teror 3 juta dibantai) untuk melapangkan jalan ke SDA Freeport Papua, dan terakhir teroris ISIS di Syria/ Irak untuk menjarah triliunan dolar dari SDA kedua negara itu. Begitu juga gerakan pecah-belah dan menjurus makar 4-11 dan 2-12 seperti ditegaskan oleh Kapolri sendiri adalah buatan orang luar menggoyah pemerintahan RI Jokowi. Gerakan ini bisa digagalkan berkat kerjasama yang erat antara semua kekuatan yang ada dalam pemerintahan Jokowi dan rakyat yang mendukungnya.

Pengetahuan soal terorisme, neolib dan ‘the secret government’, ISIS, dan munculnya seorang manusia baru sebagai pemimpin baru di negeri adidaya AS, adalah pengetahuan dasar untuk bisa dengan tepat memahami kontradiksi pokok dunia pada Abad 21. Kontradiksi ini adalah faktor utama yang akan menentukan perubahan dan perkembangan tiap nation dunia. Karena itu merupakan faktor utama perubahan dan perkembangan kemanusiaan dunia mulai sekarang. Kontradiksi pokok itu ialah konflik antara kepentingan nasional kontra kepentingan global neolib.

Trump sangat bagus dan jelas menggambarkan kontradiksi pokok ini, dalam pidato pelantikannya di Washington:

 We will follow two simple rules: Buy American and hire American.

We will seek friendship and goodwill with the nations of the world – but we do so with the understanding that it is the right of all nations to put their own interests first.

We do not seek to impose our way of life on anyone, but rather to let it shine as an example — we will shine — for everyone to follow.

 

Teroris ISIS adalah bentukan Obama dan Clinton, kata Trump. Trump tidak menjelaskan lebih deteil siapa di belakang Obama dan Clinton. Tetapi itu dijelaskan oleh yang lain, a.l. Presiden Roosevelt bilang kalau pemerintahan AS sudah dimiliki oleh ‘finans element’ sejak era Andrew Jackson atau Proff Michael Glennon menamainya ‘the secret government’, adalah pemilik pemerintahan AS. Artinya, penguasa sesungguhnya di belakang layar. Jadi, Obama dll, hanya sebagai puppet dari ‘finans element’ atau bagi ‘the secret goverment’ itu. Dan ini sudah terjadi sejak era Andrew Jackson, artinya sudah hampir 200 tahun. Lahirnya Trump adalah akhir 200 tahun ‘the secret goverment’. Karena itu Obama adalah ‘the last gasp of neoliberalism’ atau the last puppet of neoliberalism.

Pengetahuan soal permulaan dan akhir the establishment of neolib internasional ini adalah pengetahuan dasar yang harus dipahami dalam mengikuti perubahan dan perkembangan dunia. Tanpa pengetahuna dasar soal kontradiksi pokok dunia itu, tidaklah mungkin mengikuti perkembangan, atau pasti akan selalu bingung mana yang ke mana. Artinya, terombang-ambing dalam mengikuti dan memahami setiap perubahan yang terjadi. Misalnya, seperti munculnya sosok Trump di AS, Duterte di Filipina, Jokowi/ Ahok di Indonesia, Brexit Nigel Farage di Inggris atau Marine Le Pen di Perancis, berakhirnya terorisme di Indonesia dsb.  




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.