Kolom M.U. Ginting: Ceplas Ceplos Trump

Sebanyak 150 orang tentara pemerintah Afganistan tewas diserang oleh 10 orang Taliban atas sebuah pangkalan militer di Afghanistan Utara [Jumat 21/4].  Taliban masih ‘menguasai’ hati rakyat mayoritas Afganistan. Tak ada yang bisa ngelawan kekuatan ini, apalagi kalau kekuatan kekuasaan yang ada adalah bentukan dari luar. Solusi hanyalah satu: Serahkan kepada rakyat Afganisatan sendiri. Yang adil dan yang tidak adil akan muncul sendiri dalam debat/ diskusi, dialog atau perang diantara mereka sendiri. Sama halnya dengan Syria. Assad bukan solusi, tetapi problem sejak kekuasaan ayahnya 1970an.

Sekarang jelas terlihat juga kalau Assad sangat dibutuhkan oleh penjarah minyak Syria. Jarahan bisa berjalan tiap hari selama ada perang, artinya selama ada Assad. Triliunan dolar sudah dijarah dari Syria dan Irak selama perang di kedua negeri ini.

ISIS diciptakan untuk itu. Putin tidak melihat soal ini. Juga Trump. Tetapi sebagai seorang ceplas-ceplos dan unpredictable, Trump ingin cepat selesai dengan mengirim 59 Tomahawk ke Assad. Ini juga sebagai faktor mempercepat, bisa juga . . . dari pada tidak ada apa-apa. Dari tidak ada apa-apa tidak akan muncul apa-apa kecuali boring. Trump mau bikin sesuatu bikin cepat, tak pikir panjang. Namanya juga ceplas-ceplos, dalam berpikir juga.




Kemarin [Sabtu 22/4] dia masih ngomong kalau media uatama the establishment memutar balik kenyataan atau hasil 100 hari kepemimpinannya. Trump masih skeptis terhadap the main media penguasa neolib. Tetapi setelah melihat film fake serangan gas kimia buatan The White Helmets, dia masih tertipu, lalu ceplas-ceplos . . . kumpulkan 59 Tomahawk dan kirimkan ke Assaad.

Ceplas-ceplos . . .  dia juga kirimkan kekuatan armada lautnya ke perairan semenandjung Korea memata-matai peluncuran percobaan balistik nuklir Korut. Armada ini punya kekuatan ‘electronic-warfare techniques’ yang sangat canggih yang sudah dimulai 2014, seperti sabotase atas computer data program nuklir Iran pernah dihancurkan dangan cara ini.

Kegagalan peluncuran balistik Korut tanggal 15/4 yang lalu, dimana misil itu sudah meledak begitu diluncurkan dari landasannya . . .  menjadi tanda tanya . . .  sabotase? Sekarang sangat tidak susah bikin sabotase jenis elektronik warfare ini. Tidak perlu lagi kirim pesawat terbang canggih dengan pilot canggih seperti abad lalu. Sudah bisa diganti drone dengan perlengkapan electronic warfare techniques atau disabotase dari kapal terdekat.

Korut sangat bungkam tutup mulut dalam kegagalan kali ini. Atau percobaan model gertak sambal ini akan bungkam untuk selama-lamanya . . . .  bisa jadi. Karena setiap peluncuran bisa diawasi dengan alat perang elektronik itu, dan masih sangat susah mencari atau menciptakan alat daya penangkalnya bagi Korut. Nasib ‘anak muda’ Korut ini ternyata tidak begitu indah seperti yang digemborkan kepada rakyatnya.




Sekiranya Afganistan, Syria dan Irak menyelesaikan perang mereka sendiri . . . .  Solusi dari situ akan relatif stabil dan adil, karena sebelum tercapai keadilan sesama semua suku bangsa, sesama semua kultur di negeri-negeri multi kultur ini, mereka akan perang terus. Dan perang terus . . .  siapa tahan.

Kenyataan juga bahwa dari dulu juga suku-suku bangsa yang beragam kultur ini sudah hidup dengan damai tidak kenal perang. Politik campur tangan dari luar yang bikin perang, dan sudah waktunya diakhiri di dunia. Sudah tiba saatnya dimana kontraadiksi pokok dunia adalah antara kepentingan nasional kontra kepentingan internasional neolib.

Obama was the last  gasp of neoliberalism. Kemenangan perjuangan nasional tiap negeri dunia terutama di negeri maju sedang dalam perjalanan memuncak, tetapi masih dalam fase penentangan yang sangat kuat dari kekuatan neolib internasional, kekuatan utama dalam kontradiksi pokok menentang perjuangan nasional itu.

Dalam proses dialektika kontradiksi tesis-antitesis-syntesis, dimana antitesisnya adalah nasionalisme/ kultur dalam proses memuncak tetapi belum sampai ke puncaknnya. Tetapi proses dialektika Hegel ini adalah alamiah dan berjalan di luar pengaturan atau kesedaran manusia. Sama halnya dengan perubahan dari era feodal ke era kapitalisme, lewat proses dialektika Hegel secara alamiah di luar kehendak manusia.







Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.