Kolom M.U. Ginting: Cinta Segi Tiga dan Peluru Berbalut Gula (Kasus Antasari vs SBY)

 

Dalam menanggapi putusan pengadilan Antasari yang lalu, seorang pakar hukum bilang:

“Saya katakan aneh karena kalau Antasari kena pembunuhan berencana Pasal 340 KUHP dan dia pejabat penegak hukum kenapa pidananya 18 tahun? Harusnya kan maksimum mati seumur hidup atau minimal 20 tahun,” kata Yenti Ganarsih Pakar Hukum dari Universitas Trisakti kepada Tribunnews.com [Selasa 14/2/2017].

Wah, wah, ini juga memang jadi pertanyaan yang sungguh-sungguh harus punya jawaban. Sepertinya hakimnya hanya bikin sesukanya, ‘ah cukup 18 tahun saja’, ‘perekayasa’ sudah pasti puas. Karena yang penting Antasari sudah tak bisa bikin macam-macam lagi atas kasus korupsi sang besan, setidaknya selama 18 tahun ke depan. ‘Kalimbubu dibata niidah‘ kata orang Karo, artinya keluarga pemberi dara adalah Tuhan yang terlihat, selalu harus dihormati tinggi. Wow, SBY berusaha menjalankan sopan santun tradisi Karo.

Tetapi memang polisi benar, semua harus diselidiki, karena semua bisa berkata bohong atau berkata benar. Semua punya lidah tak bertulang. Putusan terakhir tentu pengadilan lagi, setelah semua fakta di atas meja. Pengadilan yang lalu terlihat tidak semua fakta seperti terbaca sekarang dimejakan. Misalnya soal keterlibatan HT yang dikatakan Antasari Azhar bahwa ‘pengusaha Hary Tanoesoedibjo pernah diutus Presiden RI keenam Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), agar tak menahan besannya Aulia Pohan. Antasari mengatakan, SBY pun menggunakan petinggi Polri untuk mengkriminalisasi dirinya.’ (merdeka com).

Kalau ‘cinta’ selalu dipakai jadi peluru berbalut gula untuk menembak seorang penting adalah tradisi machiawelli (busuk dan jahat) terkenal sejak ‘era cinta/ sex’ muncul didunia. Bahkan, pastilah juga jauh sebelum era maciawelli sendiri. Kita masih ingat juga ‘cinta/ sex’ Assange di Swedia, jadi peluru sangat tajam baginya. Dia sudah merana bertahun-tahun di Inggris (sejak 2010), karena tak mampu mengkombinasikan atau menyeimbangkan dua kepentingan yang bertentangan, kepentingan dia dan kepentingan penguasa rahasia. Atau kepentingan cintanya kontra peluru berbalut gula dari perekayasa cinta itu.

Untungnya sekarang ada Trump, yang bikin huru-hara besar di dunia dalam soal rekayasa cinta dan peluru berbalut gula yang telah menjadi senjata utama neolib (selain peluru tajam tentunya) selama hampir 200 tahun. Karena itu Assange maupun Snowden sekarang rela datang ke AS.

Kepentingan siapa di belakang peluru berbalut gula (cinta) terhadap Assange? Semua tahu, karena dia membongkar semua ‘rahasia penting’ penguasa tertentu, terakhir email Hillary Clinton, bahkan membantu bikin kalah Clinton di Pilpres. Hebat, bukan? Seperti juga Snowden jasanya untuk kemanusiaan dalam soal pembongkar rahasia manusia penguasa ini, hanya saja dia tak sempat kena peluru berbalut gula seperti Assange.

Siapakah yang berkepentingan ‘menembak’ Antasari dengan peluru berbalut gula itu? Tentu tidak susah menerkanya, karena Antasari seorang bos anti korupsi Kepala KPK ketika itu. Tentu yang ada korupsinya pasti, apalagi kalau besar korupsinya, harus pelurunya besar juga. Artinya, melibatkan orang-orang besar di dalamnya, walaupun masih jadi tanda tanya juga bagi banyak orang, mengapa Nasrudin bersedia mengorbankan istri ke tiganya sebagai peluru berbalut gula itu. Atau, pertanyaan ini mungkin terhitung tak begitu perlu, atau karena sang istri ke tiga ini hanya orang kecil saja menurut pengakuan ayahnya di pengadian yang lalu.

Tetapi, terlepas dari itu semua, kita kagum dan sangat bangga terhadap Indonesia Jokowi, yang akan mungkin mengungkapkan semua di atas meja persoalan peluru berbalut gula ini, kisah ‘cinta segi tiga’ yang misterius ini. Kisah cinta segi tiga terbesar dan paling tinggi tingkatannya dalam sejarah Indonesia.





Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.