Kolom M.U. Ginting: Dari Haru ke Karo Bukan Batak

M.U. GintingSumpah Palapa Gajah Mada menandaskan kenyataan adanya kerajaan Haru ketika Gajah Mada sedang jaya-jayanya. Kerajaan Haru ini terletak di Sumatera bagian Utara atau konkretnya Sumatera Timur, sekitar Hamparan Perak-Delitua. Di Delitua masih ada bekas peninggalan benteng kerajaan ini.

benteng putri hijau 4


Suku pertama mendiami daerah ini adalah orang Karo yang sudah hidup dengan budayanya sejak 7400 tahun lalu dimulai dari Dataran Tinggi Gayo (penemuan arkeologi di Kebayaken 2011).

Suku-suku lainnya belum ada atau belum hadir di sini ketika permulaan zaman kerajaan besar ini. Gajah Mada dan budaya Hindunya belum pernah menaklukkan Haru, walaupun pengaruh Hindu akhirnya sangat banyak menyusup ke kebudayaan Karo. Ini terlihat misalnya dari istilah dibata dari devata Sansekerta.

Penemuan arkeologis ini baru saja (2011-2012), karena itu penulis-penulis di atas seperti Brahma Putro, Darwan & Darwin Prinst, H. Moehammad Said, dan H.M. Zainuddin masih menyebut Batak Karo. Mereka ini belum punya dasar lain selain pengetahuan-pengetahuan yang ditinggalkan oleh kolonial.

Belanda menyebut Batak Karo untuk menumpuk semua etnis-etnis pegunungan yang bukan Islam ke dalam ‘satu keranjang’ sebagai kelompok barbar, primitif atau kanibal untuk meringankan atau membantu kepentingan penjajahan mereka. Belanda memecahbelahnya dengan penduduk pesisir yang muslim.

Sekarang, hasil pekerjaan penjajah itu pula yang berimbas memecah belah suku-suku yang dikeranjangkan tadi seperti halnya antara Karo dengan Batak yang bikin berujung pada gerakan Karo Bukan Batak (KBB), Pakpak bikin Pakpak Bukan Batak (PBB) dan juga Simalungun bikin Simalungun Bukan Batak (SBB). Mandailing dari dulu juga menentang dikatakan Batak.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.