Kolom M.U. Ginting: KEPENTINGAN NASIONAL

Dalam rangka kunjungan Sekretaris Jenderal Partai Komunis Vietnam (Nguyen Phu Trong) ke Indonesia, Menlu Retno katakan: 

“Sekali lagi dealing kita dengan Vietnam adalah urusan kenegaraan. Kita tahu kepentingan nasional yang harus kita pertahankan apa, kita tahu bagaimana cara melindungi indonesia dan memperjuangkan kepentingan nasional indonesia,” detikNews.

Kepentingan nasional, memang itulah sekarang yang berlaku dalam hubungan internasional sebuah negara. Negara mana saja.

Ex negara Blok Timur maupun Blok Barat. Kontradiksi dua blok sudah tidak ada. Yang ada sekarang ialah kontradiksi antara kepentingan nasional kontra kepentingan internasional neolib global yang masih dipimpin oleh deep state AS (USA). Munculnya Trump, seorang nasionalis AS sebagai presiden telah menjadi duri tajam dalam sepatu neolib deep state AS.

Kalau masih ada yang mengaku bahwa AS (USA) menentang proteksi ekonomi nasional, jelas itu adalah omongan neolib deep state, bukan AS yang diwakili oleh presiden nasionalist Trump. Begitu masuk Gedung Putih di hari pertama, Trump langsung menghapuskan keterlibatan AS dalam perjanjian dagang TPP (Trans-Pacific Partnership) yang tadinya ditandatangani oleh neolib Obama.

Trump sebagai seorang nasionalist tentu mengerti bahwa TPP dan perjannjían-perjanjian dagang lainnya adalah buatan neolib deep state, gerombolan yang sudah puluhan tahun merugikan kepentingan nasional AS, yang menghijrahkan fabrik-fabrik penting keluar negeri sehingga bikin banyak pengangguran besar-besaran di AS. Dan, yang sekarang, gerombolan ini jugalah yang sedang giat-giatnya mau menjatuhkan Trump dari kursi kepresidenannya.

Pecah belah dan kekacauan di Gedung Putih bisa dibikin sebagai saksi hidup adanya penyusupan neolib deep state untuk melemahkan kekuasaan Trump dari dalam.

Bahwa kontradiksi pokok dunia sudah berubah, yaitu dari kontradiksi dua blok (sosialisme/ komunisme kontra demokrasi Barat) menjadi kontradiksi antara kepentingan nasional kontra kepentingan internasional neolib global, sudah jelas banyak yang memahami. Tetapi, masih banyak juga yang berpikirnya ketinggalan. Mereka belum bisa melihat perubahan kontradiksi besar dunia itu. Ini terlihat misalnya di Indonesia yang masih banyak ‘takut komunisme’ walaupun sudah jelas bahwa komunisme atau sosialisme bukan lagi bagian (unsur penting) dari kontradiksi pokok dunia itu. Malah masih ada orang yang bernafsu bakar buku-buku tentang komunisme, padahal  dimana saja di internet bisa dibaca.

Dari penegasan Menlu Retno terlihat menggarisbawahi kepentingan nasional dalam menyambut kedatangan Sekjen Partai Komunis Vietnam ke Jakarta, bukan urusan ideologi atau komunisto fobi yang sudah ketinggalan zaman itu, mengingat masih banyak orang Indonesia jadi pembakar buku komunisme.

Bahwa negara komunis juga mengutamakan kepentingan nasional sudah terlihat juga sebelum keruntuhan blok sosialis/ komunis. Terlihat misalnya dalam berbagai perang perbatasan antara Soviet-China maupun antara China-Vietnam setelah kedua negara Vietnam menjadi satu Vietnam1975. Kepentingan nasional dan bahwa tiap negara mengutamakan kepentinga nasionalnya, sudah semakin jelas terlihat sekarang bahkan di negara-negara  ex Blok Timur ini. 

Menlu Retno menekankan kepentingan bilateral antara Indonesia dan Vietnam, tidak tergantung siapa kepala negaranya atau perwakilannya. Begitu juga dalam rangka kedatangan Presiden RI ke KTT APEC (Asia-Pacific Economic Cooperation) yang akan diadakan di Vietnam bulan November nanti. Menarik juga nanti mengikuti KTT APEC ini, punya anggota 21 negara, termasuk AS. Menariknya adalah karena Trump anti globalist yang selalu menekankan pembicaraan bilateral daripada lewat badan-badan perdagangan internasional seperti TPP buatan neolib Obama yang Trump langsung kentuti begitu dia masuk Gedung Putih.  

APEC yang dideklarasikan di Bogor, Jawa Barat, pada 1994, bertujuan sama seperti perjanjian-perjanjian dagang internasional lain-lainnya. Organisasi ni mengutamakan kepentingan ‘pedagang besar’ dan menomorduakan kepentingan nasional negara-negara berkembang. Organisasi ini juga meremehkan kepentingan nasional negara besar termasuk kepentingan nasional AS, seperti TPP itu yang sudah dikentuti oleh Trump.

Kalau ada negara yang mengutamakan kepentingan nasionalnya langsung dituduh ‘proteksionis’ seperti Trump sendiri dituduh begitu, adalah karena demi mengutamakan kepentingan nasional AS. Dia lebih mengutamakan perundingan bilateral seperti halnya cita-cita Menlu Retno dalam mengutamakan kepentingan nasional Indonesia.

APEC yang dibentuk pada era perang dingin, ketika itu tentu tidak banyak yang bisa menilai kelicikan berjangka panjang neolib global dalam ‘memperdagangkan dunia’. Tetapi sekarang bukan era perang dingin lagi. Sekarang adalah era transparansi dan keterbukaan internet. Tidak ada rahasia atau bahkan akal bulus yang jauh tertanam di bawah tanah bisa dibongkar ke permukaan.








Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.