Kolom M.U. Ginting: NABI SENIMAN

nabi dan seniman 3
Sanggar Seni Sirulo dalam pembuatan film Pariwisata Kabupaten Deliserdang

M.U. GintingSeperti biasanya tulisan Plato Ginting (PG) di Sora Sirulo selalu buka yang baru. Jadi menarik dan jadi pemikiran juga atau memaksa memikirkan yang baru juga. Ya begitulah saya rasakan.

Dalam tulisan PG yang lalu soal mengindonesiakan Karo, dengan menghilangkan semangat ’sipekitik banta’ sangat tepat menggambarkan pentingnya mengubah semangat atau bikin semangat baru supaya bisa mengindonesiakan Karo. Kalau menciptakan lagu yang sasarannya Indonesia atau dunia, jadi dasar-dasar titik tolaknya sudah lebih luas, lanai ’pekitik banta’. Itulah yang saya artikan dari tulisan PG.

Kali ini beda nabi dengan seniman, hehehe . . . menarik memang dilihat dari kebiasaan yang biasa dikalangan Karo atau juga lebih luas secara nasional ada sifat ’nabi yang menggurui’, atau “nabi ditolak di kampungnya sendiri”. Bisa dilihat dari segi positifnya atau negatifnya, atau dan tidaknya barangkali tergantung konteksnya. Kalau seperti murid dan guru, adalah positif. Jadi negatif kalau gurunya tak pantas. Atau istilah ’menggurui’ itu sendiri sudah negatif. Ya, mungkin begitu.


[one_fourth]diskusi dan debat ilmiah akan selalu positif[/one_fourth]

Tetapi, bisa juga tidak bermaksud menggurui tetapi ditanggapi begitu. Atau cara mengatakannya dalam memilih dan menempatkan kata-kata yang sesuai. Soal ini mungkin sudah termasuk diskusi dan debat yang bisa menghasilkan positif dan negatif. Walaupun dalam jangka panjang, diskusi dan debat ilmiah akan selalu positif seperti piari terus, betahna akan tersisih juga. Kita bisa menemukan kwalitasnya.

Bahwa orang Karo sangat menghargai karya senimannya yang menggambarkan way of life dan way of thinking Karo sungguh sangat betul. Yang saya tahu, semua orang Karo sangat menghargai lagu-lagu Karo. Saya merasakan sendiri, walaupun sudah lama dan jauh dari Karo. Musik Karo masih tetap jadi ‘raja’ di kampung halaman atau di mana saja orang Karo berada. Seniman ’menjaga hubungan emosional yang baik ini’ kata PG. Itulah memang yang terjadi.


[one_fourth]Seniman Karo harus merasa lebih bertang-gung-jawab[/one_fourth]

”Hal inilah yang membuatku sedikit menyayangkan kondisi musik Karo sekarang ini. Mestinya seniman menjaga hubungan emosional yang baik ini, antara masyarakat dan para seniman. Seniman Karo harus merasa lebih bertanggungjawab atas karya yang mereka hasilkan, karena masyarakat sebenarnya sangat mencintai senimannya.” kata PG.

Dalam perkembangannya, menjaga keharmonisan antara menasionalkan atau menduniakan musik Karo dan menjaga hubungan emosional tadi, barangkali di situlah terdapat faktor-faktor yang akan banyak menentukan sukses seni dan seniman Karo. Eh, jujurnya saya juga tak tahu hehehe . .

Mejuah juah!

Tulisan terkait:

Beda Nabi dengan Seniman

Lagi antara Nabi dan Seniman



Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.