Kolom M.U. Ginting: Narkoba dan Kearifan Lokal

Komjen Buwas memuji sistem pemberantasan narkoba Duterte di Filipina dan meminta presiden Jokowi untuk lebih tegas dalam menghadapi pengedar narkoba. Tetapi, di Indonesia malah pengedar/ bandar narkoba tawar menawar dengan pejabat, mau penjara atau rehab . . . tergantung duitnya.

Betul Buwas, di Filipina pejabat atau bandar/ pengedar sama-sama dikirim ke liang kubur, habis perkara. Banyak pejabat seperti polisi dan walikota dibikin contoh di Filipina. Walaupun begitu, masih lebih banyak yang mati di Indonesia dibandingkan dengan Filipina, karena di Filipina hanya 1.000 orang tiap bulan. Di Indonesia mati 40-50 orang perhari atau 1.200 – 1.500 orang per bulan. Pilih mana?

Buwas bilang ada skenario luar yang mau merongrong Indonesia dengan senjata narkoba. Siapa itu? Neolib internasional punya senjata terorisme, narkoba dan korupsi untuk mencapai hegemoni global. Di samping merongrong satu negara dengan narkoba, dan dari narkoba dapat keuntungan luar biasa juga. Dolar yang dihasilkan dari bisnis narkoba bukan main banyaknya. 

Narkoba ada 80 macam di dunia, kata Buwas, dan di Indonesia ada 60 ragamnya. Bertambah pula tiap hari mcm ragamnya. Pabrik narkoba juga bisa di mana-mana. Memang sudah luar biasa, dan baru satu negara yang berhasil yaitu Filipina Duterte.

Apakah cara lain bisa berhasil di Indonesia?

Masih ada harapan, memang, dengan mengaktifkan penduduk lokal (yang pada pokoknya paling tahu seluk beluk tempat tinggalnya) dan semua aktif melapor ke badan tempat melapor dikenal dengan nama IPWL (Institut Penerima Wajib Lapor). Tetapi, ini tidak laku. Orang sungkan melaporkan diri atau melaporkan orang lain. Yang paling masih memungkinkan ialah orang-orang setempat sendiri yang bikin inisiatif sehingga bisa berjalan.

Ini terutama pasti masih bisa di desa-desa kultural homogen, seperti di perkampungan Karo atau perkampungan Batak atau perkampungan Sunda di Jabar. Di Karo sudah ada contohnya. Tetap harus diserahkan dan dipercayakan kepada orang kampung itu sendiri, artinya dengan KEARIFAN LOKAL secara kultural, dengan dorongan dan dukungan penuh dari pemerintah setempat. Ini masih mungkin, di samping ketegasan pusat basmi mati semua pengedar. Keduanya dikombinasikan, pasti efektif.










Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.