Kolom M.U. Ginting: Percayakan Pada Karo

M.U. Ginting“Kami bakar gapuranya sehigga peresmian oleh presiden gagal,” kata seseorang di sebuah mailing list bercerita terkait penentangan Karo atas rencana penamaan Tahura Sisingamangaraja XII oleh pemerintah khususnya sang diktator Suharto. Hebat memang gerakan mahasiswa Karo ketika itu. Terima kasih anak-anak muda Karo!

Mengapa diktator Suharto mau meresmikan? Tentu karena dia tak tahu kalau Karo bukan Batak. Dia sudah lama dibohongi disiang bolong oleh orang-orang Batak sekelilingnya bahwa Karo juga Batak. Sekiranya dia tahu ketika itu Karo bukan Batak tentu dia tak mau ikut-ikutan begitu saja meresmikan Sisingamangaraja XII menjadi nama hutan Karo. Apalagi kalau dia sudah pernah tahu kalau Perang Batak (Batak Oorlog) adalah perang orang Karo di bawah pimpinan Datuk Sunggal Badiuzzaman Surbakti, tak ada sebijipun orang Batak di situ. Bayangkan pula sekiranya ketika itu sudah dipancangkan papan KARO BUKAN BATAK di Penatapen atau di Doulu, tentu tak ada lagi yang bisa dibodohin atau yang berilusi macam-macam.

Papan plank besar KARO BUKAN BATAK di tempat-tempat tertentu di Karo dan jalan masuk ke Karo akan berfungsi sebagai alat meringankan beban manusia Indonesia dan manca negara dari tekanan PEMBODOHAN sejak era kolonial. Papan besar KARO BUKAN BATAK seharusnya sudah lama dipasang sejak permulaan ‘Batakisasi’ dipakai Belanda untuk memecah belah dan membodohi rakyat Indonesia. Belum terlambat kalau dipasang sekarang.

Pembatakan atau ‘Batakisasi’ (istilah yang dipakai oleh Darma Lubis dari SOI Aqua Doulu) adalah alat ampuh kolonial Belanda sejak pertama datang menjajah negeri ini. Awalnya, bermaksud menghina suku-suku ini sebagai orang primitif, kafir, kanibal, dsb. Selain itu, pengelompokan ini berguna bagi mereka untuk mengadu domba dengan penduduk pesisir yang sudah beragama Islam yang bukan primitif lagi menurut pandangan kolonial.

Dalam soal kepahlawanan nasional, para penilai kepahlawanan tak pernah baca soal KARO BUKAN BATAK, dan dalam benak mereka Karo adalah Batak juga karena otak mereka sudah lama diceceli ilmu kolonial atau pengetahuan peninggalan kolonial soal pengelompokan Batak. Pahlawanpun diangkat berdasarkan pengetahuan yang sangat berbau kolonial ini.

Di Taput selama kolonial tak pernah ada perang karena Belanda tak melihat alasan konkret yang menguntungkan untuk berperang di sana. Tak ada tanah subur untuk dijadikan perkebunan atau SDA minyak seperti di Sumtim dan Langkat. Kegiatan Belanda yang tersohor di Taput ialah penginjilan yang sangat lancar. Rakyat Taput sangat menerima agama baru ini. Kelancaran penginjilan ini bikin Sisingamangara kalang kabut sibuk bakar kitab injil. Pendeta Jerman tak mau perang hanya karena bakar injil, karena pengikut Kristenpun bahkan semakin banyak semakin injilnya dibakar. Pemerintah kolonial Belanda berperang hanya di daerah yang subur bikin perkebunan seperti di Sumtim dan Langkat, atau yang di situ juga ada SDAnya yang bisa dirampok. Ini tak ada di Taput.

Karena sudah jelas tak ada perang melawan penginjilan, sering juga didesas-desukan bahwa si Raja ini berperang di Alas, Gayo dan daerah Aceh lainnya. Mereka ini tahu bahwa di daerah-daerah ini, apalagi daerah Karo,  perlawanan menentang kolonial sangat keras dan berjangka panjang karena sejak datangnya Belanda sudah mulai melawan seperti Badiuzzaman Surbakti yang sudah berperang selama 25 th pada abad 19, perang kemerdekaan terlama sepanjang Sejarah Kemerdekaan Indonesia. Karena kekurangan perang di Taput yang bisa melahirkan seorang pahlawan besar tingkat nasional, maka disebut-sebutlah daerah berperang Sisingamangaraja XII ini daerah Alas dan Gayo, atau dia meluaskan perangnya sampai ke Alas dan Gayo katanya (tak mungkin disebutkan Karo atau Aceh yang sudah terkenal, dan juga jelas siapa pemimpin-pemipin perangnya).

SOI dan CSR Aqua Dolulu direbut dan dikuasai oleh orang Batak bukan karena KESALAHPAHAMAN seperti yang dikatakan Darma Lubis. Tahura mau diganti dengan nama lain juga bukan karena kesalahpahaman!

Kalau mau dikatakan kesalahpahaman ialah karena sang diktator maupun Aqua Danone tak mengerti kalau Karo bukan Batak. Karena itu tetap diperlukan papan KARO BUKAN BATAK. Ini akan meringankan kesalahpahaman atau mengklarifikasi PEMBODOHAN.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.