Kolom M.U. Ginting: Sejarah Bisa Terulang

Kelihatannya penentang Ahok sudah tak punya argumentasi ilmiah, lantas pakai dengkul dan mulut teriak dan demo.

“Apalagi sampai upaya untuk mengganti pemerintahan, itu saya kira ngawur itu dan tidak tepat,” kata Ma’aruf Amin Ketua MUI.





Ma’aruf menilai adanya upaya penggulingan pemerintahan yang syah dan demokratis, dpl ada kaitannya dengan makar, ada kaitannya dengan usaha luar dengan menggunakan kekuatan dari dalam. Kekuatan luar ini pakai adu domba atau divide and conquer seperti terjadi tahun 1965.

Saat itu, orang Indonesia disuruh menteror dan membantai bangsanya sendiri 3 juta orang. Lalu, Neolib berhasi mengeruk emas dari Papua selama 50 tahun dengan hasil Triliunan-triliunan dolar tanpa disedari oleh bangsa Indonesia. Indonesia hanya menyedari puas dengan hasil pembantaiannya disatu pihak, yang dianggap juga kemenangan kaum agamais menentang kaum ‘kafir’ Nasakom Bung Karno dan, di pihak lain, menderita dengan korbannya yang begitu banyak. Hanya itulah yang dipahami orang Indonesia dari hasil pecah belah orang luar neolib itu.

Sebaliknya, perekayasa perperpecahan (neolb) menikmati dolarnya selama 50 tahun! Sekarang mau dipakai lagi taktik yang sama. Tetapi, jaman memang sudah banyak berubah, walaupun masih banyak juga melihat jaman ini seperti jaman permulaan pertumbuhan agama Islam, dimana agama tak bisa dipisahkan dari politik. Agama (Islam) dan politik tak ada bedanya ketika lahirnya Islam 6 abad lalu. Agama lebih dari politik karena agama ketika itu adalah kehidupan itu sendiri.





Ini analog juga dengan agama Kristen 2000 tahun lalu, kehidupan, agama, negara/ politik tidak terpisahkan, dan memuncak dalam Perang Salib. Tetapi dunia berubah dan kesedaran manusia juga berubah. Tidak ada yang bisa tutup mata pura-pura tak melihat perubahan ini.

Kontradiksi pokok dalam kehidupan ketika agama baru muncul ialah perjuangan untuk agama itu sendiri. Agama adalah segala-galanya ketika itu. Islam atau Kristen. Kontradiksi pokok dunia berubah dan berkembang sesuai dengan proses dialektika tesis-antitesis-syntesis Hegel. Semua pristiwa lewat proses dialektika ini. Sekarang, kontradiksi pokok itu dari kontradiksi Barat kontra Timur pada masa perang dingin, telah berubah jadi perjuangan antara kepentingan nasional kontra kepentingan internasional neolib.

Banyak yang menyadari hal ini baru setelah nasionalis Trump memenangkan Pilpres AS 2016. Di era Trump semakin banyak yang meyakini bahwa pertandingan antara Trump kontra Clinton adalah pertandingan antara kepentingan nasional AS kontra kepentingan internasional neolib dan berhasi




dengan kemenangan Trump sebagai seorang nasionalis AS. Karena itu juga dikatakan bahwa era ‘Obama was the last gasp of neoliberalism’.

Tetapi harus dipahami bahwa neolib adalah kekuatan yang sudah sempat mantap dan mapan dalam perpolitikan dan ekonomi dunia, sejak era presiden Andrew Jackson, jadi sudah berdominasi hampir 200 tahun. Kekuatannya secara ekonomi/finansial tidak ada bandingannya. Karena itu masih bisa bikin banyak perpecahan dan kudeta di dunia, terutama kalau ada SDA yang mau diincar seperti Indonesia, atau ada kepentingan profit dari kapital mereka dibanyak negeri maju (UE).

Dugaan dan analisa Ketua MUI Ma’aruf Amin, soal adanya ‘upaya untuk mengganti pemerintahan’ dalam Demo 313, bukanlah isapan jempol. Itu tandanya neolib masih kuat dan aktif. Karena itu, bangsa ini harus selalu waspada jangan sampai kecolongan seperti 1965.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.