Kolom M.U. Ginting: TRUMP, SOEKARNO ABAD 21

 

Mendengarkan pidato pelantikan Trump, terasa seakan-akan kita dibawa ke suasana mendengarkan pidato nasionalist Soekarno, terutama dalam soal kenasionalan dan kepatriotan suatu bangsa, persatuan seluruh bangsa, di bawah satu bendera dan di bawah perlindungan Tuhan. Sungguh menakjubkan memang pidatonya. Dari segi patriotisme dan nasionalisme, itu mengingatkan pada pemikiran dan gerakan nasionalis Soekarno yang terjadi lebih dari setengah abad lalu.

Betul-betul terasa seperti Soekarno hidup lagi. Bedanya ialah di sini nationnya adalah Amerika, menggantikan nation Indonesia dalam ucapan Soekarno. Trisakti Soekarno dinyatakan dalam slogan Trump yang sudah terkenal itu, ‘America First’ dan ‘Make America great again’.

Dalam hubungan dengan negeri lain dan dalam mengutamakan kepentingan nasional bagi tiap negara, dia bilang:

We will seek friendship and goodwill with the nations of the world – but we do so with the understanding that it is the right of all nations to put their own interests first.

We do not seek to impose our way of life on anyone, but rather to let it shine as an example — we will shine — for everyone to follow.

 

Pidato Trump memang luar biasa, alasannya pertama dan terutama dalam arti perubahan total arah politik AS yang sudah bercokol 200 tahun, sejak era Andrew Jackson, era dimana dimulainya kepemilikan pemerintahan AS oleh ‘finans element of the large centers’ (Roosevelt 1933). Alasan ke dua ialah bahwa tiap kalimat dari pidatonya berisi padat dan menandakan perubahan total dari era lama bikinan the establishment, yang sudah dipupuk dan dijalankan selama hampir 200 tahun.

Apa yang Trump sudah sering nyatakan dalam kampanye Pilpresnya, banyak yang ditandaskan lagi dalam pidato pelantikannya kemarin, tetapi kelihatan sangat ‘rapi’ bahasanya dan lebih fokus, seperti baca text yang sudah siap, luar kepala dan  menguasai isinya tiap kalimat. Tidak hanya itu, tetapi juga mengerti dan penuh keyakinan. Pada diri Soekarno jelas juga adanya sifat ini.

Dari pidato pelantikannya itu, semakin jelas dan yakin bagi lawan-lawan politik Trump dari golongan liberal (neoliberal) apa yang mereka takutkan selama ini, bahwa Trump memang betul-betul seperti yang dituduhkan selama ini, seorang nasionalist, isolasionist, proteksionist, dan “populist”. Istilah terakhir ini yang sudah sering dijadikan sebagai patent bagi orang-orang nasionalist Abad 21, yang semakin bangkit meluas di Eropah Barat dan Scandinavia.

Dengan munculnya pidato pelantikan Trump kemarin, kekuatiran terhadap kepemimpinannya dari pihak lawan politiknya bukan semakin mereda, tapi semakin menjadi-jadi. Ini terutama karena terakhir-terakhir ini terdengar juga analisa yang lebih ‘melembutkan’ dimana diduga kalau Trump hanya ngomong tetapi dalam prakteknya nanti akan lain atau seperti presiden biasanya lagi; khususnya dilihat dari sikapnya terhadap Hillary Clinton, yang mengancam akan mengadilinya ketika kampanye, tetapi tak diucapkan lagi kemudian. Tetapi harapan itu semua sia-sia dengan pidatonya yang malah semakin tegas membedakan dirinya dari the Establishment atau pemerintahan-pemerintahan sebelumnya. Dia bilang:

The establishment protected itself, but not the citizens of our country.

Their victories have not been your victories; their triumphs have not been your triumphs; and while they celebrated in our nation’s capital, there was little to celebrate for struggling families all across our land.

 

Penentang-penentangnya dari negeri UE berpendapat, dengan politik ekonomi isolasionisnya, Trump tidak akan bisa menciptakan pekerjaan baru bagi kaum pekerja AS.

“Karena yang bikin banyak kerja baru di AS justru perusahaan-perusahaan Eropah di AS,” kata mereka.

Tetapi Trump sudah berulang-ulang mengatakan bahwa pengangguran besar di AS adalah karena fabrik-fabrik AS hijrah ke luar negeri, bukan karena orang datang bikin ivestasi di AS. Fabrik-fabrik terutama hijrah ke China dan produksinya dijual pula di AS dengan pajak sedikit atau bebas masuk ke AS di bawah bendera ‘free trade’. Ini yang banyak bikin pengangguran, fabrik banyak yang ditutup. Trump bilang dalam pidatonya:

We must protect our borders from the ravages of other countries making our products, stealing our companies and destroying our jobs. Protection will lead to great prosperity and strength.

Memang jadi pemikiran yang serius, bagaimana menyelamatkan atau menambah pekerjaan di AS dengan cara baru Trump ini, dengan politik ‘isolasionis’ ini. Yang jelas orang-orang Liberal dan Neoliberal tidak akan bisa mengerti, apalagi mencari solusi. Tetapi Trump selama kampanye juga sudah sering katakan solusi sederhana, seperti menunjukkan sebab pengangguran itu, dimana fabrik-babrik hijrah keluar, dan barang luar hasil fabrik itu masuk bebas pula ke AS.




Lantas, sekarang, jangan dibolehkan ada fabrik keluar, atau didenda kalau keluar, dan barang masuk dipajaki sehingga bisa membantu ekonomi negara. Contohnya sudah ada, terakhir ketika Ford dan Toyota ingin pindahkan fabriknya ke Mexico, Trump mengancam kalau produksi mereka mau masuk ke AS akan dipajaki tinggi. Lalu kedua perusahaan ini mundur teratur. Artinya, pekerjaan di dua perusahaan itu bisa diselamatkan dengan peraturan Trump.

Tetapi bagaimana dengan perusahaan-perusahaan AS yang sudah berada di luar negeri? Jawabnya ialah pajak masuk tadi ditinggikan sedemikian sehingga perusahaan-perusahaan itu akan mempertimbangkan, bertahan di luar atau kembali ke AS. Penjelasan dan penyelesaian praktis dan sederhana, dalam hal ini tidak usah pakai teori ekonomi atau teori pengangguran. Walaupun penentang Trump atau ahli-ahli ekonomi bilang kalau belum pernah ada terjadi dimana satu nation akan berkembang apalagi mengatasi pengangguran dengan politik pajak dan isolasi.

Pengalaman selama ini juga menunjukkan bahwa pengangguran bertambah saja dengan cara lama neolib itu yang sudah 200 tahun, mengapa meragukan cara baru?

 




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.