Kolom Maria F. Anmuni: HARI-HARI PANCASILA

Terbesit dalam angan ini, ketika Presiden pertama kita Ir. Soekarno berpidato. Jika ada yang menanyakan “wahai pemuda Indonesia berapa jumlahmu (?)”, kata Beliau, “jawab saja kami hanya satu”. Dengan patriotisme yang tinggi beliaupun memperkenalkan ideologi Pancasila di kancah internasional pada saat itu. Pacasila ideologi bangsa yang menyatukan kita Bangsa Indonesia dengan beragam Suku, Agama, Kebudayaan, menjadi satu. Sebagai warga Indonesia, kita sudah sepatutnya bersyukur karena memilki ideologi Pancasila.

Bayangkan saja apa yang akan terjadi jika kita tidak memiliki Ideologi Pancasila.

Indonesia adalah bangsa yang besar. Mulai dari Sabang sampai Merauke, banyak kepulauan yang membentang. Dihuni oleh jutaan jiwa manusia dari berbagai suku. Sudah 70an tahun kita merdeka, kita hidup dalam satu kesatuan Pancasila. Namun, terkadang muncul perpecahan dan permusuhan. Hal ini terjadi karena kita kurang mengamalkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Kita mudah dipropaganda dengan isu yang membawa kita pada ujung perpecahan. Negara kita adalah Negara Pancasila. Kita tidak bisa membedakan satu sama lain baik dalan hal suku agama dan kebudayaan. Karena anak bangsa yang cerdas, beraklak, adalah anak bangsa yang mau menerima perbedaan dan hidup harmoni dalam satu keselarasan.

Kemerdekaan yang kita nikmati sekarang harus kita syukuri sebagai rahmat terindah dari Tuhan dengan perjuangan para pejuang kita di masa lalu. Nilai-niali Pancasila sebenarnya sudah ada sejak dulu dalam diri para pejuang kita. Hal ini terbukti dengan perjuangan mereka di bergai pelosok Indonesia. Saat bangsa kita berada dalam belenggu maut penjajahan, mereka sama-sama berjuang tanpa memandang perbedaan suku, maupun agama. Sebut saja di Jawa, ada pejuang yang tak dapat kita lupakan jasanya.

Pangeran Dipenegoro, Mangkubumi, di zaman Majapahit ada Pati Gajahmada. Di Sulawesi kita kenal Sultan Hasanidin yang dijuluki Ayam Jantan dari Timur karena keberaniannya menantang Belanda. Di Bali kita kenal I Gusti Ngurahrai sebagai salah satu pejuang Kemerdedaan. Tak lupa juga di Maluku ada Kapitan Patimura yang juga menjadi pejuang dalam mengusir penjajah.

Kampung tradisional Suku Karo (Dataran Tinggi Karo, Sumut)

Jika saat itu mereka hanya melihat pada perbedaan, tidak mungkin mereka menyatukan barisan dalam melawan para kaum penjajah dari Nusantara kita ini. Tapi mereka merasa memiliki Pertiwi sebagi tanah tumpah darah, tanah pusaka dengan karunia pesona alam dan hasil bumi yang tidak ditemukan di tempat lain. Tanah Pertiwi dihuni oleh anak cucu sampai dunia kiamat. Para pejuang kita tak ingin membiarkan para penjajah terus mengekang dan berkuasa di bawah langit kita tercinta ini. Dengan demikian, muncullah semangat persatuan yang tak akan padam dalam diri para pejuang dengan berlandaskan nilai-nilai Pancasila yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945.

Jika kita menyimak sejarah perjuangan para pejuang kita dalam mempertahankan Pertiwi, ini merpukan suatu perjuangan yang panjang. Pada tanggal 20-5-1908 lahir hari persatuan nasional. 28-10 1928 lahir Hari Sumpah Pemuda dimana pemuda Pancasila mengikrarkan Sumpah Pemuda. Hingga setelah itu pada tanggal 17-8-1945 bangsa kita Medeka.  1-6-1945 merupakan Hari Lahirna Pancasia yang menjadi dasar negara kita.

Penjajagh seolah enggan meninggalkan kita karena harum rempah-rempah kita. Sehinnga pada tanggal 10-11-1945 terjadi Peristiwa Arek-arek Surabaya dan diperingati sebagai Hari Pahlawan. Semua peristiwa bersejarah itu mengorbankan nyawa para pejuang. Darah mereka mengalir membasahi Bumi Pertiwi, jika merenung kembali perjuangan mereka, kita seharusnya berterimakasih karena atas jasa mereka sekarang kita menikmati kemerdekaan tanpa dikekang oleh para penjajah. Namun, mengapa di tahun 2000an ini anak bangsa yang kian berintelek mudah sekali untuk dipropaganda dengan isu SARA reality yang terjadi adalah saling memfitnah satu sama lain. Kericuhan bahkan demo secara besar-besaran ideologi Pancasila yang kita jungjung tinggi dala kehidupan berbabangsa dan bernegara ini kian memudar.

Harus kita syukuri meskipun ada pertikaian akan tetapi masih ada orang-orang pilihan yang menytukan kita dengan berlandaskan Pancasila dan itulah peran besar ideolgi Pancasila yang telah dirumuskan oleh para pendahulu kita. Tak mungkin Kemerdekaan 1945 yang telah didapatkan dengan darah suci para pejuang harus kita balas dengan ambang pertikain di era sekarang ini. Sunggupun Pertiwi akan menangis jika Pancasila seolah diduakan dalam negegri ini. Pancasila adalah satu dalam negeri ini sampai kapanpun.

Dengan demikain, anak bangsa bersatulah. Jauhkan rasa perbedaan dalam diri. Tanamkanlah toleransi yang tinggi dalam kehidupan bermasyarakat dan beragama yang merupakan amat dari para pejuang kita. Di sini, di atas Tanah Pertiwi dan di bawah Langit Pertiwi Nusantara menjadi besar karena dibentuk berbagai suku, agama, dan kebudayaan dari selruh propinsi yang tersebar di Kepulauan Nusantara. Semuanya disatukan dalam naungan Pancasila yang akan terus berpijak di Bumi Pertiwi. Ini membuat bangsa kita unik dan besar di mata bangsa-bangsa lain.

Pakaian tradisional Flores terbuat dari kain tenun.

Tak heran jika di museum di Vatikan Roma ada tertulis Indonesia adalah The Land Of harmony. Haruslah itu kita jaga dan terus kobarkan dalam kepribadian kita untuk mewujudkan kehipupan yang adil makmur dan sejahtera dengan terus mengamailkan nilai-nilai Pancasila sehingga julukan itu menjadi kenyatan yang membuat bangsa kita terus dipuja sampai akhir zaman.

Indonesia adalah kita yang terus berada dalan naungan ideologi Pancasia tanpa harus saling melihat latar belakan perbedaan. Akankah The land of harmoni terukir indah bagai prasasti jika kita terus mengejar ego sendiri dan tidak menghargai perbedaan dengan terus mendiskriminasi kaum minoritas? Padahal kaum minoritas juga merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan dari Pertiwi kita ini. Karena perpaduan dari unsur-unsur kecil itulah yang menampilkan wajah bangsa kita menjadi bangsa besar yng dikagumi, disenangi bahkan disegani.

The Land Of Harmoni, harmoni yang terus dilantunkan bersama ideologi bangsa kita yang meredam dalam jiwa-jiwa anak bangsa terbalut dalam KeTunanan yang Maha Esa, Kemanusian yang adil dan berdab, Persatauan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksaan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakya Indonesia.

Catatan: Maria F. Amnuni adalah kolumnis baru SORA SIRULO. Dia adalah seorang mahasiswi di Kupang (NTT).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.